Sabtu, 03 Desember 2011
Menunggu Pembuktian Abraham Samad
Komisi III DPR akhirnya memilih empat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat 2 Desember 2011. Keempat pimpinan KPK yang baru itu adalah Bambang Widjojanto, Abraham Samad, Pandu Praja, dan Zulkarnain. Dari mereka berempat plus Ketua KPK yang lama Busyro Muqoddas, terpilihlah Abraham Samad sebagai ketua baru dengan raihan suara mayoritas, 43 suara. Dia menyisihkan Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto.
Terpilihnya Samad adalah kejutan kedua dalam pemilihan itu. Sebelumnya, anggota Komisi III sudah membuat kejutan dengan menyingkirkan dua orang calon kuat yang oleh publik dianggap layak duduk di lembaga pemberantasan korupsi itu, yaitu Yunus Husein dan Abdullah Hehamahua.
Betapa tidak. Dua orang ini masuk dalam jajaran empat besar, bahkan berada di nomor dua dan tiga, dari delapan nama yang direkomendasikan Pantia Seleksi Calon Pimpinan KPK. Sementara Abraham Samad tidak masuk dalam empat nama teratas.
Tadinya, publik sangat menginginkan yang menjadi pimpinan KPK berikutnya adalah Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, dan Abraham Samad. Tetapi ternyata keinginan publik itu tidak selaras dengan keinginan anggota dewan.
Persoalannya justru di sini. DPR yang katanya wakil rakyat itu ternyata tidak mendengar suara rakyat. Entahlah. Mereka mungkin tuli dan buta sehingga tidak mendengar dan melihat pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik yang tiap hari menyuarakan kepentingan publik. Sayang, keinginan rakyat itu ternyata tidak sejalan dengan kalkulasi politik anggota dewan. Rakyat selalu berhitung dengan tulus. Tetapi DPR memilih dengan mempertimbangkan untung ruginya bagi mereka.
Meskipun, saya tidak paham kalkulasi politik seperti apa yang saya duga "diputuskan" secara dia-diam oleh Komisi III sehingga mereka mementalkan Yunus Husein dan Abdullah Hehamahua serta tidak memilih Bambang Widjojanto sebagai Ketua KPK. Tetapi saya menduga ini adalah bagian dari upaya "penyelamatan" agar tidak ada anggota DPR atau pimpinan partai politik yang ditangkap KPK. Sehingga mereka dan partainya tidak terganggu menjelang pemilu 2014.
Tetapi yang pasti, mengabaikan opini publik sekali lagi memperlihatkan bahwa memang DPR kita ini tidak peka dan tidak aspiratif. Mereka memperjuangkan kepentingan partainya dan tidak memperjuangkan kepentingan rakyat banyak.
Tetapi apriori-apriori itu akan terbantahkan bila Ketua KPK Terpilih Abraham Samad mampu memenuhi janjinya, yaitu memberantas kasus-kasus korupsi kelas kakap. Samad harus bisa menangkap para pelaku korupsi dalam kasus Bank Century dan menyeret nama-nama petinggi Partai Demokrat yang disebut Muhammad Nazaruddin dalam kasus suap Wisma Atlet. Selain itu, Samad harus mampu menangkap Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakapolri dan Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Adang Daradjatun.
Kalau Samad bisa mengungkap tuntas kasus-kasus itu, maka apriori-apriori saya di atas terbantahkan dengan sendirinya. Tetapi kalau tidak, maka benar bahwa Samad adalah bagian dari skenario pemberantasan korupsi akal-akalan ala DPR. (Alex Madji)
Seven Eleven, Salemba Tengah, Jumat 2 Desember 2011, pukul 17.30 WIB.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar