Rabu, 04 Desember 2013

Mourinho dan Wenger Katolik Taat

Setiap pemain dan pelatih memiliki ritus tersendiri sebelum masuk lapangan. Ada pemain yang keluar masuk lapangan seperti masuk keluar gereja. Selalu dimulai dengan tanda salib. Pemain lain punya cari tersendiri yaitu, menyentuh tanah dengan tangannya lalu mengacungkan jari telunjuknya sambil menengadah ke langit.

Di Indonesia, penyerang Tim Nasional Indonesia, Titos Bonay atau Tibo memiliki kebiasaan menarik-narik jaring gawang lawan. Bukan hanya saat mengenakan seragam timnas, tetapi juga ketika membela klub. Entah apa tujuannya. Mungkin agar dia bisa merobek gawang lawan. Atau, para pemain Timnas Indonesia U-19 memperkenalkan ritus baru dalam sepakbola Indonesia. Seusai seorang pemain mencetak gol, seluruh pemain ikut sujud syukur bersama pemain yang mencetak gol itu.

Nah, pelatih sekaliber Jose Mourinho ternyata juga memiliki ritus tersendiri sebelum pertandingan. Perihal ritus dan kebiasaannya ini, beberapa media di Indonesia belum lama ini, mengutip media online asing, memberitakan tentang kebiasaan pelatih Chelsea itu yang membacakan satu perikop injil sebelum pertandingan. Kebiasaan ini dilakukan oleh pria kelahiran Setubal, Portugal, 26 Januari 1963 atau hampir 51 tahun silam ini selama melatih klub di manapun.

"Sebelum pertandingan, di ruangan saya, saya bisa membuka Injil dan membaca beberapa ayat selama beberapa menit. Rutinitas itu selalu memberikan perasaan positif kepada saya," kata Mourinho sebagai ramai dikutip media-media Inggris.

Tetapi ini bukan satu-satunya ritus Mourinho sebelum mendampingi anak-anak asuhnya di pinggir lapangan. Dia masih memiliki sebuah kebiasaan lain sebagaimana disebutkan dalam sebuah artikel yang dimuat http://www.theguardian.com/theobserver/2006/feb/19/features.review37. Di sana dikatakan bahwa setiap kali sebelum pertandingan, Mourinho menicum salib. Sebelum meninggalkan ruang ganti menuju lapangan, dia juga melambungkan doa, ketika para pemainnya menatap cermin untuk mengamati rambutnya sudah rapih apa belum. Bahkan saat menjuarai Liga Champions, Mourinho mengaku bahwa Tuhan selalu menyertainya. Mourinho mengaku selalu ada campur tangan Tuhan dalam kesuksesannya.

Berita-berita dan kebiasaan-kebiasaan tersebut mendorong saya untuk mencari tahu perihal agama pria yang di negerinya menjadi bintang iklan sebuah bank itu. Saya lalu menemukan jawabannya di situs ini: http://hollowverse.com/jose-mourinho/. Di sana disebutkan bahwa sebagaimana orang Portugal umumnya, Mourinho adalah seorang penganut Katolik yang taat. Dalam setiap keberhasilan, selalu ada campur tangan Tuhan.

Pengakuan bahwa Mourinho adalah seorang Katolik bukan hanya datang dari MOurinho sendiri, tetapi juga diakui oleh oleh orang lain yang mengenalnya. "Mourinho adalah seorang penganut Katolik dan percaya pada Tuhan. Dalam hal kehidupan yang profesional, dia sangat percaya pada kerja keras. Hanya kerja keras yang membuahkan kesuksesan. Dia tidak percaya pada keajaiban dalam sepakbola," kutip media tadi.

BBC.co.uk dalam artikel berjudul, "What makes Mourinho tick" yang diupload pada 20 Mei 2010 pukul 07.01 waktu Inggris, Mourinho dengan terus terang mengakui bahwa dia adalah seorang Katolik. "Saya banyak berdoa. Saya seorang Katolik. Saya percaya pada Tuhan. Saya mencoba menjadi seorang yang baik dan Dia mengulurkan tangannya ketika saya membutuhkannya," ujar Mourinho.

Meski penganut Katolik yang taat dan tekun berdoa, Mourinho juga yakin bahwa kesuksesan itu lahir dari kerja keras dan cerdas. "Anda harus kerja keras dan kerja cerdas. Banyak orang kerja keras tetapi tidak cerdas. Sebagai pelatih, saya harus menjalin hubungan yang baik dengan para pemain, sebuah kepemimpinan yang diterima, bukan kepemimpinan yang dipaksakan karena kekuasaan atau status," ujarnya.

Situs lain, www.kgbanswers.co.uk juga memberi jawaban bahwa Mourinho adalah seorang penganut Katolik Roma yang taat.

Bukan hanya Mourinho yang disebut sebagai pelatih cukup religius di Liga Utama Inggris. Pelatih Arsenal Arsene Wenger juga ternyata seorang pria religius. Religiusitas pria asal Prancis ini sangat ditentukan oleh pendidikan masa kecilnya. Meskipun kadar religiusitasnya sekarang agak sedikit menurun ketika masih kecil di Prancis.

"Ketika masih kanak-kanak, saya rajin berdoa karena saya dididik di lingkungan Katolik.
Bagi kami, agama sangat kuat. Untuk bermain pada Minggu sore saja, saya harus minta ijin kepada pastor. Tetapi sekarang agak sedikit kurang religius karena saya hanya memikirkan sepakbola, bagaimana saya memenangkan pertandingan dan selalu berpikri lebih pragmatis," kata Wenger kepada The Associated Press sebagai dikutip Mailonline.co.uk 10 Oktober 2013.

Dia melanjutkan, “Tetapi percaya itu penting dan saya selalu bersyukur atas nilai-nilai yang diajarkan agama saya. Sesungguhnya semua agama mengajarkan dan mewartakan nilai-nilai yang baik dan positif. Nilai-nilai itu juga bisa ditemukan dalam sepakbola.” (Alex Madji)

Foto: www.dailymail.co.uk

Jumat, 04 Oktober 2013

Pengumuman: Blog Ini Pindah ke www.ciarciar.com

Kepada para pembaca blog http://ciar-ciar.blogspot.com diberitahukan bahwa blog ini sudah bermigrasi ke www.ciarciar.com dan memilih untuk fokus ke cerita-cerita inspiratif. Silahkan kunjung ke sana untuk mendapatkan artikel-artikel terbaru kami.

Salam Sukses

Selasa, 24 September 2013

Sekali Lagi Tentang Para Bakal Capres 2014

Saya pernah menulis 11 nama yang disebut-sebut sebagai bakal calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) tahun 2014 di blog ini. Seiring dengan perkembangan politik, ada sejumlah nama yang disebut dalam daftar itu kemudian hilang dari peredaran. Sebaliknya, ada nama-nama baru yang tiba-tiba muncul.

Tetapi kepastian siapa-siapa yang akan bertarung pada pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) tahun depan berikut partai pengusungnya baru akan ketahuan setelah pemilu legislatif April tahun depan itu.

Berikut nama-nama para bakal capres-cawapres nanti. Nomor 1-4, sudah ditetapkan sebagai capres dari partainya masing-masing. Sisanya belum mendapat kepastian.

1. Aburizal Bakrie. Pria yang akrab dipanggil Ical dan menjelang pilpres lebih senang disapa ARB, kepanjangan dari Aburizal Bakrie, sudah ditetapkan sebagai capres Partai Golkar. Meski di internal partai beringin itu masih ada gejolak menyusul popularitas dan tingkat elektabilitas Ical yang tidak kunjung naik, tetapi keputusan mengajukan ARB sudah final. Sejumlah nama yang ikut meningkatkan tensi politik internal Golkar adalah mantan Ketua Umum Akbar Tandjung. Belum pasti benar, apakah dia sendiri mau maju atau tidak. Ataukah dia "berjuang" untuk seseorang yang lain.

2. Hatta Radjasa. Menteri Koordiantor Perekonomian ini sudah ditetapkan sebagai capres Partai Amanat Nasional (PAN). Tetapi tidak tertutup kemungkinan baginya untuk maju sebagai cawapres, sangat tergantung pada hasil perolehan suara PAN pada pemilu legislatif.

3. Prabowo Subianto. Mantan Komandan Kopasus era Presiden Soeharto ini sudah pasti menjadi capres dari Partai Gerindra. Dia masih mencari pasangan untuk mendampinginya sebagai cawapres. Hanya saja, Prabowo menghadapi persoalan besar karena belum tentu Gerindra mencapai perolehan suara 25 persen untuk mengajukan pasangan capres sendiri. Kalau tidak, dia terpaksa koalisi dengan partai lain. Bila partai yang digandeng itu lebih besar perolehan suaranya, maka dia harus rela maju sebagai orang nomor dua seperti pada pilpres 2009 lalu.

4. Wiranto-Hari Tanoesoedibjo. Duet ini akan diajukan oleh Partai Hanura. Mereka sudah dideklarasikan. Meskipun, pendeklarasian ini menimbulkan gejolak di internal partai. Tetapi pasangan ini akan bubar bila Hanura tidak bisa meraih syarat minimal mengajukan pasangan capres-cawapres sendiri pada pemilu legislatif tahun depan. Kecuali kalau partai yang akan digandeng tetap mendukung pasangan ini. Tetapi maharnya akan sangat mahal.

5. Jokowi. Nama ini disebut pada nomor 5 karena belum resmi disebut oleh PDI Perjuangan sebagai bakal capres mereka. Padahal dari semua bakal capres saat ini, berdasarkan survei berbagai lembaga, tingkat elektabilitas Jokowi paling tinggi. Dia menyisihkan ARB, Hatta Rajasa, Prabowo Subianto, Jusuf Kalla, apalagi Wiranto-Hari Tanoe. Bahkan dia menyisihkan ketua umumnya sendiri, Megawati Soekarnoputri.

6. Megawati Soekarnoputri. Nama mantan Presiden ini belum menghilang dari daftar capres. Dia masih menjadi tokoh kunci dalam menentukan capres PDI Perjuangan. Janda Taufiq Kiemas ini kemungkinan akan maju lagi. Paling tidak suara-suara daerah dalam rapat kerja nasional (rakernas) di Ancol beberapa minggu lalu masih mengusulkan nama Megawati sebagai capres. Bukan tidak mungkin, putri Bung Karno itu akan diduetkan dengan Jokowi.

7. Jusuf Kalla. Mantan Wapres dan Ketua Umum Partai Golkar ini masih ingin bertarung lagi tahun depan. Hanya belum tahu akan maju dari partai mana. Pintu Golkar sudah ditutup rapat oleh ARB. Tetapi pria kelahiran Bone Sulawesi Selatan ini terus bergerilia guna meningkatkan elektabilitasnya dan menjaga peluang maju dalam kompetisi tahun depan itu. Gosip yang beredar menyebutkan, kemungkinan penerus bisnis NV Haji Kalla itu akan maju dari Nasdem, bila partai pimpinan Surya Paloh itu memenuhi syarat mengajukan pasangan capres sendiri.

8. Capres dari Partai Demokrat sedang diseleksi melalui konvensi. Ada 11 nama yang mengikuti konvensi tersebut yakni, Ketua DPD Irman Gusman, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, mantan KSAD Pramono Edhie Wibowo, Dubes RI untuk Amerika Serikat Dino Pati Djalal, Menteri BUMN Dahlan Iskan, sesepuh Partai Demokrat Hayono Isman, Ketua DPR Marzuki Alie, Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Haris Sarundajang, mantan Panglima TNI Endiartono Sutarto, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, dan Ali Masykur Musa

Belum pasti siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Tetapi dari ke-11 nama itu, Pramono Edhie Wibowo yang adalah adik ipar Presiden RI, pendiri, Ketua Dewan Pembina, dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) paling gencar melakukan sosialisasi. Dia keliling daerah dan sudah membuka posko pemenangan di bekas kantor Sekretariat Gabungan (Setgab), koalisi partai-partai pendukung pemerintah. Agresivitas mantan KSAD ini lalu mengerucutkan kesimpulan bahwa dialah capres Partai Demokrat. Sedangkan yang lain hanya peramai belaka.

7. Mahfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengundurkan diri dari Konvensi Partai Demokrat. Dia kemungkinan maju dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga tertarik pada figur pria asal Madura ini. Pada saat bersamaan kehadiran Mahfud mengguncang si raja dangdut Rhoma Irama yang sudah terlebih dahulu disebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai bakal capres mereka. Kehadiran Mahfud perlahan-lahan menenggelamkan nama Rhoma Irama, meskipun nama ini belum dicoret benar dari daftar capres PKB.

Sedangkan beberapa tokoh yang tiba-tiba menghilang dari penyebutan sebagai bakal capres-cawapres adalah
1. Ny Ani Yudhoyono. Tahun lalu, nama ini disebut-sebut dalam berbagai survei, meski berada pada nomor buncit. Tetapi pada 2013 ini, kakak Pramono Edhie Wibowo itu tidak disebut lagi dalam berbagai survei. Ani Yudhoyono juga tidak diikutsertakan dalam konvensi Partai Demokrat.

2. Nama lain yang tenggelam adalah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto. Mantan Panglima TNI ini sempat disebut sebagai orang kepercayaan SBY. Sempat juga digosipkan sebagai pengganti Anas Urbaningrum di posisi Ketua Umum Partai Demokrat. Kemudian nama mantan Kepala Staf TNI AU ini tenggelam dari perbincangan capres tahun depan dan tidak disebutkan dalam berbagai survei.

3. Anas Urbaningrum. Setelah digulingkan dari Partai Demokrat, peluang Anas untuk maju sebagai capres pupus sudah. Tidak ada lagi kendaraan politik bagi mantan Ketua Umum PBHMI ini untuk berkantor di Medan Merdeka Utara mulai tahun depan. Kini, dia sedang merintis jalan baru dengan Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). (Alex Madji)

Sumber foto: www.sarapan.info

Jumat, 20 September 2013

Mobil Murah, Jokowi versus Pemerintah Pusat

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sedang berperang melawan Pemerintah Pusat soal mobil murah. Lawannya tidak tanggung-tanggung. Wakil Presiden (Wapres) Boediono dan para menterinya; Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Intinya, pemerintah pusat mendukung dan bahkan mendorong mobil murah, sedangkan Jokowi menentang.

Jokowi berasalan, program mobil murah itu hanya akan membuat Jakarta yang sudah macet ini semakin semrawut. Menurut dia, program mobil murah itu tidak benar. Yang benar, angkutan publik yang murah. Ketika Jokowi sedang bekerja keras membangun angkutan massal di Jakarta, pemerintah pusat justru dengan bangga melahirkan kebijakan mobil murah. Karena itu, Jokowi menulis surat protes kepada Wapres Boediono soal kebijakan ini.

Pemerintah pusat berkilah, program mobil murah ini bukan biang kemacetan. Pasalnya, mobil murah ini hanya akan diproduksi sebanyak 3 persen dari total produksi mobil secara nasional. Hingga 2012, produksi mobil nasional hanya 1,1 juta unit. Sedangkan tahun 2013 ini hanya 1,2 juta unit. "Artinya, tahun depan produksi mobil murah diperkirakan hanya 10 juta. Jadi, itu bukan faktor (penyebab) kemacetan," kata MS Hidayat, Kamis 19 September 2013 (Kompas.com, Kamis 19/19/2013 pukul 15.36 WIB.)

Pada bagian lain, menteri dari Partai Golkar ini mengungkapkan, "Kita akan atur bahwa mobil murah ini tidak akan menggunakan premium. Dengan Menteri Perekonomian kita juga bicara, peraturan itu segera mungkin akan dibuat agar dapat berjalan."

Untuk mengatasi kemacetan seperti yang dipaparkan Jokowi, Wapres Boediono mengusulkan solusi. "Menurut saya, solusinya adalah meningkatkan secepat mungkin Pemda dan pemerintah pusat untuk public transport. Kedua tidak menghambat orang beli mobil tetapi kita kenakan biaya saat berkendaraan di Jakarta. Kalau mereka mau pakai, harus bayar electronic road. Industri otomatif masih banyak dibutuhkan, termasuk di Belitung. Kalau numpuk di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan jadi masalah. Jadi bisa dilakukan tanpa mengorbankan tenaga kerja," kata Boediono.

Penjelasan-penjelasan pemerintah pusat ini kebanyakan tidak logis. Logika mereka bertabrakan satu sama lain. Benar bahwa penyebab kemacetan Jakarta bukan karena mobil murah, seperti kata MS Hidayat. Sebab produk itu baru diluncurkan. Tetapi pak menteri ini lupa bahwa tanpa mobil murah saja, Jakarta sudah semrawut seperti sekarang ini. Banyak waktu dan tenaga warga kota itu habis di jalan karena macet. Tak terbayangkan kalau semua warga Jakarta punya mobil karena bisa dibeli dengan harga murah. Seluruh jalan Jakarta hanya akan menjadi tempat parkir alias tidak bisa dilalui lagi.

Pernyataan lain yang tidak logis adalah bahwa mobil murah itu akan didorong untuk tidak pakai premium. Pernyataan ini “contradictio in terminis”. Tujuan program mobil murah ini adalah untuk rakyat miskin. Tetapi pada saat bersamaan, mereka dipaksa untuk tidak pakai premium, tapi pakai pertamax. Padahal, para pemilik mobil, yang bukan mobil murah, sekarang saja masih pakai premium. Bagaimana dia bisa memaksa orang miskin untuk pakai pertamax? Apalagi aturan untuk mewajibkan semua mobil pakai pertamax saja belum ada.

Karena itu tidak heran kalau pernyataan MS Hidayat dan Boediono ini mendapat komentar pedas dan kasar dari pembaca media-media online. Pembaca Kompas.com dengan nama akun PD Kminter, misalnya, menanggapi pernyataan MS Hidayat itu dengan berkata begini, "Mobil mahal juga ikut andil biang kemacetan, jadi harap memberi perlakuan yang sama antara mobil murah & mobil mahal." Lebih keras sedikit, pembaca dengan nama akun rakyat kere mengatakan, "mendingan mundur jadi mentri pak, analisa bapak gak mutu dan gak ada value nya .. ane cuma bisa berdoa buat negri ini, semoga kita di jauhkan dari godaan MS Hidayat dan sekutu nya yang terkutuk.. Amin."

Bahkan ada komentar yang lebih garang seperti oleh rakyat Opiniku. Dia mengatakan, "lalu dimana letak inti kebijakan ini untuk org kurang mampu dr negara merdeka 68 tahun yg pak mentri idi*t ini blg? org krg mampu kok pakai pertamax? dongo lo ahh.. mmg jmlah mobil bkn patokan kemacetan, tp lihat kapasitas jalan jg lah.. jalan kecil ttp tdk bs tuk jmlh mobil yg banyak Bedulll.." Sedangkan fariz jenggo menulis, "Maklum bor, si kampret satu ini kemana2 pakai forider, ya terang saja dia kagak ngerasain macet.... yg ada dibenaknya berapa banyak komisi yang bakalan masuk kantong gue...."

Itu hanya empat dari 99 komentar atas pernyataan MS Hidayat di Kompas.com yang hampir semuanya negatif. Komentar-komentar serupa atas berita-berita soal mobil murah ini juga bisa ditemukan di situs-situs berita lain. Seorang komentator bernama Taufik Ramadan pada berita "Jokowi: Masyarakat Tidak Butuh Mobil Murah" di viva.co.id yang dimuat Kamis (19/9/2013) pukul 13.08 menyebutkan, "Semakin banyak mobil semakin macet nanti jakarta, kalau disetujuin mobil murahnya nanti pasti masyarakat berbondong-bondong beli mobil. Dan hasil nya jalanan tambah macet. SETUJU DAH SAMA JOKOWI".

Komentator lainnya, Don Oscar, menulis "rakyat butuh daging murah, kedelai murah, beras murah. bukan mobil murah!"

Nah, komentar-komentar ini mencerminkan persepsi publik yang negatif terhadap program mobil murah ini. Maka, penolakan Jokowi untuk program mobil murah ini seolah mendapat legitimasi dari rakyatnya. Artinya bukan apriori Jokowi sendiri, tetapi sebuah aposteriori. (Alex Madji)


Kamis, 12 September 2013

Faktor Pendongkrak Popularitas Jokowi

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebentar lagi akan genap satu tahun memimpin Jakarta. Dalam kurun waktu itu, popularitas Jokowi yang sudah terkenal sejak menjadi Walikota Solo melejit tajam.

Berbagai survei menempatkan pria kurus penyuka musik metalica ini melampaui nama-nama beken yang sudah lebih dulu terkenal. Popularitas yang tinggi itu membuatnya disebut-sebut sebagai presiden berikutnya, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kepopuleran Jokowi ini turut mengerek Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), partai asalnya, sehingga dalam rapat kerja nasional (rakernas) akhir pekan lalu, partai moncong putih itu mentargetkan meraih 27 persen suara pada pemilu tahun depan. Optimisme ini selaras dengan hasil survei terakhir dari Litbang Kompas yang menyebutkan mereka sebagai partai dengan tingkat elektabilitas paling tinggi. Hal itu pun tidak terlepas dari figur Jokowi yang bintangnya terus bersinar terang.

Tetapi, PDI-P tidak mau tergesa-gesa mengumumkan Jokowi sebagai capres, meskipun sebagian pengurus daerah mengusulkan nama itu. Sebab, wewenang menentukan capres ada di tangan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum. Pada saatnya, putri Bung Karno ini akan mengumumkannya, meski dalam sambutan rakernas itu dia sudah memberi signal jelas terkait pencalonan Jokowi.

Kembali ke masalah popularitas Jokowi. Mantan penguasaha mebel ini populer karena sejumlah hal berikut ini: Yang pertama dan utama adalah model kepemimpinanannya yang dialogis komunikatif. Filsuf Jerman dari Skolah Frankfurt, Jurgen Habermas menyebut hal ini sebagai unsur penting dalam demokrasi untuk mencapai kesejahteraan bersama. Kehidupan publik yang demokratis tidak bisa berkembang kalau tidak dibicarakan dengan warganya. Sebuah keadaan ideal perlu dibicarakan bersama dan bukan dipaksakan oleh orang, kelompok, atau ideologi tertentu.

Jokowi menerjemahkan dan menjalankan teori Habermas ini dengan blusukan, sebuah istilah yang kedengarannya “ndeso”. Dia tidak duduk di balik meja kerjanya di Balaikota tetapi turun ke lapangan, melihat sendiri permasalahannya, berkomunikasi dan berdialog dengan warganya, mendengar apa persoalan mereka lalu dicarikan solusi yang tepat. Dan yang tidak kalah penting, setelah solusi ditemukan, lalu dieksekusi dengan cepat. Tidak menunda-nunda. Dan, eksekusi solusi itu terus dikontrol dan evaluasi agar berjalan benar. Ini semua dilakukan untuk kebaikan bersama.

Setelah Jokowi sukses dengan blusukannya, tidak sedikit pemimpin yang lalu mengkalim bahwa blusukan ini bukanlah produk Jokowi. Paling baru, peserta konvensi Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo mengklaim sudah duluan blusukan dari Jokowi. Sebelumnya, lawan-lawan politik Jokowi menyerangnya dari sisi ini karena blusukan menjadi kekuatan Jokowi. Media, pengamat politik, dan aktivis LSM dipakai untuk menyerang Jokowi. Menurut mereka, blusukan tidak penting-penting amat. Bahkan hanya menghabiskan dana daerah.

Faktor kedua yang menaikkan popularitas Jokowi adalah kemampuannya menata Waduk Pluit. Meski sedikit diwarnai insiden, tetapi penataan dan normalisasi waduk ini akhirnya berjalan lancar dan disambut positif oleh masyarakat. Liputan media televisi dan online memperlihatkan bahwa tidak sedikit warga yang menikmati fasilitas umum ini untuk berekreasi, meski penataannya belum rampung 100 persen.

Faktor ketiga, dan ini yang paling fenomenal adalah kemampuan Jokowi "menaklukkan" para pedagang kaki lima (PKL) Tanah Abang. Jokowi adalah satu-satunya Gubernur DKI Jakarta yang berhasil memindahkan PKL Tanah Abang ke Blok G tanpa konflik sedikit pun. Bahkan para preman di sana tidak berkutik. Sempat ada clash sedikit antara kelompok tertentu, tetapi Wakil Gubernur Ahok menunjukkan kelasnya sebagai seorang pemimpin yang tegas dan berani.

Bagi Jokowi, menata PKL tanpa konflik bukanlah hal baru. Salah satu yang membuat dia terkenal selama memimpin Solo adalah karena kemampuannya merelokasi PKL tanpa konflik sedikit pun. Hal ini pulalah yang membuat dia terkenal di seantero tanah air hingga akhirnya terpilih sebagai Gubernur Jakarta.

Keberhasilan ini kemudian mendapat tanggapan dari Fauzi Bowo, Gubernur DKI yang digantikan Jokowi. Dia juga mengklaim sukses menata PKL di Pasar Senen ketika masih memimpin wilayah ini. Tetapi Foke lupa bahwa dia tetap saja gagal menata PKL di Tanah Abang dan "tunduk" pada penguasa ilegal wilayah tersebut.

Keempat, Jokowi mampu membangun proyek percontohan Kampung Deret di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Dengan proyek ini, Jokowi menyulap kampung kumuh menjadi sebuah kompleks yang indah, rapih, serta enak ditempati dan dilihat. Akan sangat bagus kalau semua wilayah kumuh di Jakarta dibuat seperti ini. Bila Jokowi mampu melakukannya secara serentak, maka dia akan semakin populer dan alam semesta pun menyetujui dia sebagai Presiden Indonesia berikutnya.

Keempat hal itu riil dan bisa dilihat dengan mata kepala sendiri hasilnya. Bukan hanya ocehan di media massa. Masih banyak gebrakan lain yang dilakukan Jokowi-Ahok dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Yang masih ditunggu warga adalah realisasi pembangunan angkutan massal baik MRT maupun monorel sebagaimana dijanjikan. Ini yang belum kelihatan wujudnya. Bila ini juga kelihatan, maka pantaslah Jokowi menikmati popularitas yang tinggi itu. (Alex Madji)

Sumber foto: www.indonesiarayanews.com

Kamis, 05 September 2013

Sepeda Ontel dan PKL di Kota Tua

Rabu, 5 September 2013, saya main ke Kota Tua di Kawasan Kota, Jakarta Barat. Hanya sekedar melihat dan menikmati suasana dan situasi di kawasan tersebut. Memasuki plaza atau lapangan luas di depan "Gouverneurskantoor" atau yang kini menjadi Museum Sejarah, hal yang paling mencolok adalah deretan sepeda ontel.

Meski jadul alias jaman dulu, sepeda-sepeda ini menarik dan unik. Pertama karena mereka dicat dengan berbagai macam warna; merah, kuning, biru, pink dan sebagainya. Belum lagi sepeda-sepeda itu dilengkapi dengan topi seperti yang dipakai keluarga-keluarga kerajaan di Belanda atau Inggris. Kedua, ini adalah kendaraan "resmi" Kota Tua yang bisa dipakai turis untuk sekedar mengelilingi plaza Kota Tua atau memutari seluruh kawasan Kota Tua hingga ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Para pemilik sepeda ini dilengkapi dengan seragam rompi. Mereka juga paham sejarah Kota Tua. Paling tidak menghafal tahun berdirinya bangunan-bangunan dan situs-situs bersejarah di kawasan tersebut. Salah seorang penyewa sepeda, Ahmad, misalnya, saat menawarkan sepeda menyebutkan tahun berdirinya sejumlah situs yang akan dikunjungi dengan sepedanya, sambil menunjuk sejumlah foto.

Dia menuturkan, sepeda-sepeda itu hanya dibayar Rp 20.000 per 30 menit setelah mendapat potongan untuk berputar-putar di plaza Kota Tua tersebut. Tetapi kalau dipakai untuk mengelilingi seluruh kawasan Kota Tua, biayanya Rp 40.000 per 1,5-2 jam. Harga itu sudah termasuk diskon. Normalnya, bisa mencapai Rp 80.000 per sepeda.

Tetapi bila mengunjungi seluruh kawasan Kota Tua, kata Ahmad, seorang wisatawan juga harus didampingi seorang pemandu agar tidak tersesat. Seorang pemandu menggunakan sepeda tersendiri yang dibayar oleh turis seharga Rp 40.000. Sedangkan tenaga si pemandu dibiayai Rp 50.000 sekali jalan. Jadi, kalau mengunjungi seluruh kawasan Kota Tua menggunakan sepeda sewaan itu, minimal harus mengeluarkan anggaran Rp 130.000 (sepeda dua unit dan pemandu). Belum termasuk biaya masuk objek yang dikunjungi. Yah, lumayan mahal juga ya?

Siang itu, sejumlah pengunjung menyewa sepeda-sepeda itu untuk berputar-putar di halaman luas tersebut. Ada yang menyewa untuk sekedar berfoto dengan sepeda jadul sambil mengenakan topi bak keluarga kerajaan tanpa menggowesnya. Ada pula sepasang kekasih, yang satu mengayuh sepeda dengan terus tersenyum lebar sedangkan yang lain merekamnya dengan kamera dari kejauhan. Entah hasilnya seperti apa. Tetapi kelihatannya romantis.

Sementara PKL menjadi menarik karena tempat ini sudah ditetapkan sebagai kawasan bebas PKL pada 26 Agustus 2013. Sejak itu hingga Rabu, 4 September 2013, petugas Satpol PP masih berjaga-jaga. Keberadaan mereka sangat mencolok. Ada yang duduk-duduk sambil ngobrol dan menggoda cewek yang lewat, ada yang duduk-duduk sambil menikmati kopi panas di pos pengamanan. Ada juga yang hanya mondar-mandir.

Meski demikian, PKL tetap saja ada dan berkeliaran bebas. Di pojokan Kantor Pos di depan "Gouverneurskantoor", misalnya, ada penjual gorengan, minuman, dan rujak. Sementara PKL lainnya aktif menawarkan barang kepada para pengunjung di tengah-tengah plaza. Selain PKL, pengamen dan pemulung juga berkeliaran di sana.

Seorang penjual kopi, pop mie, rokok, dan krupuk bernama Sumiati mengaku terus berjualan, meski sudah dilarang. Dia dan teman-temannya harus main kucing-kucingan dengan petugas. "K ami tetap saja jualan, terutama untuk jualan tentengan seperti ini. Kalau ada petugas dan usir kita ya minggir dulu, nanti balik lagi," kata perempuan asal Solo itu.

Perempuan paruh baya ini sudah tiga tahun berjualan di kawasan Kota Tua. Dia pun sudah memetik hasilnya. Dengan modal awal Rp 450.000, sekarang dia sudah memiliki satu unit sepeda motor. "Sehari kalau ramai bisa bawa pulang Rp 200 ribu. Tetapi kalau pada hari-hari kerja dan sepi hanya bawa pulang gocap," ujarnya.

Menurut dia, pengunjung Kota Tua ini paling banyak terjadi pada Sabtu dan Minggu. Sedangkan hari-hari kerja tidak terlampau banyak. "Pariwisata tanpa jualan kayak gini sama juga dengan neraka. Pengunjung yang haus mau minum di mana?" tanyanya retoris.

Pemerintah DKI Jakarta harus menata keberadaan PKL ini dengan lebih baik lagi. Mereka harus menjadi bagian dari pariwisata Kota Tua. Bagusnya, kawasan Kota Tua ini ditata seperti kota-kota tua di luar negeri. Di kota-kota besar di Eropa, kota tua ini menjadi destinasi wisata. Mereka menatanya dengan sangat bagus, indah, dan cantik sehingga enak dan nyaman dikunjungi. Selain gedung-gedung bersejarahnya terawat bagus, akses ke kota tua itu juga mudah.

Di Kota Tua Warsawa, Polandia, misalnya, pedestrian jauh lebih luas dari jalan untuk kendaraan. Bahkan menjelang pusat kota tua, kendaraan tidak boleh masuk. Ini sangat melegakan dan nyaman bagi pejalan kaki.

Bila Kota Tua Jakarta dibuat seperti ini, akan sangat bagus. Ditambah dengan memperbaiki gedung-gedung yang sudah rusak dan hampir roboh agar enak dipandang, pasti akan memberi nilai tambah bagi pariwisata DKI Jakarta. (Alex Madji)

Foto-foto: Ciarciar

Selasa, 03 September 2013

Momentum PDI-P Jelang 2014

Ada kemiripan hasil survei tentang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjelang pemilu 2009 dan 2014. Menurut survei nasional Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Desember 2006, popularitas PDI-P berada di peringkat kedua dengan 17 persen setelah Partai Golkar (20,7 persen). Sedangkan Partai Demokrat berada di peringkat ketiga dengan 15,8 persen.

Masih menurut survei rutin lembaga ini, popularitas partai moncong putih ini terus melejit meninggalkan Golkar dan Partai Demokrat dalam survei-survei selanjutnya. Puncaknya, pada Juni 2008. Ketika itu, PDI-P mencapai popularitas paling tinggi dengan 24,2 persen. Sedangkan Golkar hanya 21 persen dan Demokrat berada pada titik paling rendah, 8,7 persen.

Tetapi dalam survei September tahun yang sama, popularitas PDI-P terjun bebas ke posisi 12 persen. Golkar juga mengalami penurunan, tetapi tidak separah PDI-P. Sebaliknya, Demokrat melejit tajam. Setelah itu, popularitas partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu terus menurun. Begitu juga Golkar. Sementara Demokrat terus melejit sendirian hingga posisi 47 persen pada April 2009. Popularitas ini kemudian mengantar Demokrat memenangkan Pemilu 2009. Golkar yang grafiknya relatif stabil meraih tempat kedua. Sedangkan PDI-P hanya duduk di tempat ketiga.

Ketika itu, figur Megawati Soekarnoputri tetap menjadi daya tarik. Kritik-kritik pedasnya dengan kata-kata yang ringan terhadap Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turut menaikkan popularitas partai tersebut. Tetapi serangan balik pemerintah membuat banteng gemuk itu terkulai lemas hingga tak berdaya di pemilu 2009.

Fenomena lima tahun silam itu kembali terulang menjelang pemilu 2014. Dalam survei berbagai lembaga, popularitas PDI-P kembali melejit. Dia bersaing tipis dengan popularitas Partai Golkar. Survei Lembaga Survei Nasioal (LSN) yang dilakukan 10-24 September 2012 menunjukkan, sebanyak 98,8 persen dari 1.230 responden yang tersebar di 33 provinsi dengan “margin of error” 2,8 persen mengaku telah mengenal atau minimal mendengar nama PDI-P. Posisi kedua ditempati Partai Golkar dengan 98,1 persen, diikuti secara berturut-turut oleh Partai Demokrat (97,6 persen), PPP (95,2 persen), Gerindra (94,6 persen), PAN (94,5 persen), PKB (93,6 persen), Hanura (92,1 persen), PKS (91,7 persen), dan Nasional Demokrat (83,1 persen).

Survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) melalui wawancara tatap muka pada bulan yang sama (5-16 September 2012) terhadap 1.219 responden yang tersebar di seluruh Indonesia perihal partai mana yang akan dipilih jika Pemilu diadakan sekarang juga memperlihatkan, sebanyak 14 persen mengatakan memilih Partai Golkar, kemudian 9 persen memilih PDI-Perjuangan, lalu Partai Demokrat di posisi ketiga dengan pemilih 8 persen. Urutan selanjutnya, Partai Nasdem dengan 4 persen, lalu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masing-masing 3 persen, lalu Partai Amanat Nasional (PAN) dengan perolehan suara 2 persen.

Lalu, survei Political Weather Station (PWS) periode 15 September hingga 15 Oktober 2012 yang melibatkan 1.080 responden dengan margin error 3 persen juga menunjukkan, Golkar, PDI-P, dan Demokrat menjadi tiga partai paling populer. Partai Golkar menempati urutan teratas dalam hal popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitasnya menjelang Pemilu 2014 dengan dipilih oleh 98 responden, diikuti PDI Perjuangan (97 persen) dan Partai Demokrat (95 persen).

Sedangkan saat responden ditanyakan mengenai partai yang akan dipilih jika pemilu dilakukan hari ini, hasilnya menyebar secara merata. Sebanyak 19,71 persen responden mengaku memilih Partai Golkar, PDI-P (16,79 persen), Partai Gerindra (10 persen), Partai Demokrat (6,91 persen), dan Partai Nasdem (6,07 persen). Selain itu, 12 persen responden belum menentukan pilihan, dan 10 persen merahasiakan pilihannya.

Setahun berselang, hasil survei Lembaga Klimatologi Politik (LKP) periode 12-18 Agustus 2013 memperlihatkan elektabilitas Golkar dan PDI-P masih bersaing ketat. Menurut survei lembaga itu, elektabilitas Golkar mencapai 15,9 persen, diikuti PDI-P dengan 15,2 persen. Sedangkan Demokrat melorot hingga posisi 8,9 persen.

Faktor Jokowi
Tetapi banyak pihak menilai, pemilu tahun depan ini akan dimenangkan oleh PDI-P. Faktor penentunya bukan hanya Megawati Soekarnoputri tetapi lebih-lebih karena faktor popularitas Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi yang juga kader PDI-P yang sangat tinggi. Paling tidak, survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Litbang Kompas memperlihatkan hal itu.

Survei Litbang Kompas yang dilakukan pada Juni 2013 menempatkan kader PDI-P itu sebagai figur yang paling populer dibandingkan bakal calon presiden (capres) lainnya. Survei terakhir Litbang Kompas menempatkan Jokowi pada posisi teratas dengan 32,5 persen dari 1.400 responden yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan toleransi kesalahan hingga 2,6 persen. Dia mengungguli sejumlah nama lain yang sudah lebih dulu menyatakan akan maju dalam Pemilihan Presiden 2014, di antaranya, Prabowo Subianto (15,1 persen) dan Aburizal Bakrie (8,8 persen). Jokowi juga mengungguli seniornya, Ketua Umum PDI Perjuangan yang dipilih 8,0 persen responden dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (4,5 persen). Angka ini naik hampir dua kali lipat dari survei pada periode 26 November-11 Desember 2012. Ketika itu, popularitas Jokowi hanya 17,7 persen.

Melihat data dari lembaga-lembaga survei di atas, maka PDI-P patut optimistis. Syaratnya, tidak boleh mengulangi kesalahan menjelang pemilu 2004. Untuk itu, PDI-P harus pintar-pintar mengelola situasi yang sedang berpihak pada mereka saat ini, terutama terkait kepopuleran Jokowi. Kelalaian dalam memanfaatkan momentum ini akan menjadi mala petak politik bagi PDI-P sendiri.

Apalagi, Partai Demokrat sedang memulihkan kembali citra mereka yang babak belur akibat berbagai kasus korupsi yang menjerat kader-kadernya dengan “bedak bermerek konvensi”. Kepiawaian Demokrat mengelola isu ini akan menaikkan popularitasnya dan menutup wajah bopeng akibat tindakan korup para kadernya. Bila pada saat bersamaan PDI-P lelah, kehabisan akal, dan ketiadaan bahan bakar, maka bukan tidak mungkin popularitas PDI-P akan meredup seperti yang terjadi menjelang pemilu 2009. Bila ini terjadi, maka kenyataan politik 2009 akan terulang kembali dan PDI-P harus siap-siap kembali menjadi oposisi dan menguburkan mimpi menjadi penguasa.

Karena itu, sekali lagi, PDI-P tidak boleh lengah, lelah, dan berpuas diri dengan kondisi saat ini karena pemilu masih tujuh bulan lagi dan keadaan bisa berubah begitu cepat. Manfaatkan momentum saat ini guna menaikkan elektabilitas partai hingga hari pemungutan suara. Bila sudah menang, maka mendorong Jokowi untuk menjadi RI 1 akan lebih mudah dan cita-cita menjadi penguasa bisa terwujud. (Alex Madji)

Foto diambil dari acehterkini.com



Kamis, 29 Agustus 2013

Budaya Kita dan Para Londho

Selasa, 27 Agustus 2013, saya kecele dengan agenda liputan yang dikirim seorang teman via blackberry messangers (BBM). Dikabarkan, mantan pebulutangkis nasional Susy Susanti dan suaminya Alan Budikusuma menggelar diskusi terbatas di rumah makan cepat saji, McDonald, Sarinah, Jalan MH Thamrin pukul 14.30 WIB.

Saya mengira acara tersebut pada Selasa 27 Agustus 2013. Maka saya sudah berada di tempat itu sebelum pukul 14.30 WIB. Tetapi saya mulai bingung, ketika saya tidak menemukan tanda-tanda ada kerumunan besar dalam sebuah meja panjang. Tidak pula saya temukan dua pahlawan bulutangkis Indonesia pada Olimpiade Barcelona itu.

Karena kebingungan, saya lalu memesan ice cream cone seharga Rp 3.500 perak. Hanya sekedar untuk sah mendapat tempat duduk di "warteg"-nya Amerika Serikat itu.

Saya mengambil tempat duduk di sebuah kursi panjang sebelah kanan pintu masuk dari arah jalan MH Thamrin. Sambil menikmati dinginnya ice cream, saya melihat kembali pesan teman tadi di BBM. Baru sadar saya, ternyata acaranya Rabu, 28 Agustus 2013. Sedikit kecewa. Tetapi, saya terus menikmati ice ream putih di ujung tangan.

Tak lama berselang, dua orang pria duduk di depan saya. Seorang masih muda sambil menancapkan earphone di telinganya dan seorang lagi sudah paruh baya. Mereka makan kentang goreng, burger dan segelas coca cola. Mereka tak mengenal satu sama lain. Di meja sebelah kanan saya, ada sepasang bule, pria dan wanita. Juga memesan burger dan kentang. Di meja lainnya, sebelah kiri saya, ada seorang bule lainnya. Dia datang memesan burger dan kentang, lalu makan. Hanya sebentar. Setelah itu pergi.

Tetapi ada perbedaan antara bule-bule itu dengan dua pria di depan saya tadi, dan juga kebanyakan tamu pribumi di rumah makan tersebut. Bule-bule tadi, sebelum pergi, mereka membuang sendiri sampah sisa makanannya ke tempat sampah yang sudah disediakan. Sedangkan, dua pria di depan saya, dan pengunjung pribumi lainnya, membiarkan sampah sisa makanan mereka di atas meja dan pergi begitu saja.

Seorang perempuan pekerja yang sedang hamil dan seorang perempuan lainnya yang berparas cantik dengan gincu merah cukup tebal bernama Khalifa, terpaksa mengangkat sampah-sampah yang ditinggalkan tamu-tamunya itu lalu kemudian membersihkan meja.

Ini soal dua budaya yang berbeda. Kita, pribumi, sudah terbiasa, selesai makan di restoran cepat saji seperti ini sampah-sampah sisa makan dibiarkan begitu saja. Toh nanti ada petugas yang membersihkannya. Budaya para londho itu beda. Mereka, kalau datang ke restoran cepat saji seperti ini, selesai makan langsung membuang sendiri sampah sisa makanannya ke tempat sampah yang sudah disediakan.

Sebelumnya, saya menyaksikan hal seperti yang dilakukan para londho ini pada medio Juni 2012 tahun lalu saat meliput Piala Eropa di Warsawa Polandia. Selama dua minggu berada di kota itu, saya cukup sering makan siang di restoran cepat saji McDonald di pusat kota yang menjadi pusat keramaian selama Piala Eropa lalu atau yang disebut Fan Zone.

Sejak pertama kali masuk, saya memperhatikan, semua orang yang datang ke situ, sesudah makan membuang sendiri sampah sisa dan pembungkus makanannya ke tempat sampah yang sudah disediakan. Saya pun, meski dengan terpaksa karena tidak biasa, mengikuti budaya mereka itu. Membuang sendiri sampah sebelum meninggalkan restoran tersebut.

Pengalaman serupa kembali terulang, ketika pada bulan yang sama di 2012, saya ke Lisbon, Portugal. Makanya, saya kemudian menyimpulkan bahwa ini adalah budaya para londho. Bukan budaya kami dan kita.

Tetapi ketika pulang ke Indonesia pada akhir Juni tahun itu juga, saya kembali ke budaya asli seperti orang kebanyakan di sini. Habis makan, pergi begitu saja dan membiarkan sampah tergeletak di atas meja.

Begitu juga dalam hal tertib berlalu lintas. Orang Indonesia kalau ke luar negeri, ke Singapura saja, misalnya, pasti tertib lalu lintas. Menyeberang pasti di zebra cross dan tunggu sampai saat lampu hijau untuk pejalan kaki nyala. Tetapi kembali ke Indonesia, kita bisa menyeberang di mana saja, tanpa peduli kendaraan roda dua atau empat sedang ngebut atau tidak.

Karena itu, menurut saya, tidak ada salahnya budaya yang baik dari para londho itu ditiru dan dipraktekan di sini. Hal paling sederhana ya di restoran cepat saja seperti McDonald tadi. Apalagi kalau memang membuang sendiri sampah setelah makan adalah standar rumah makan itu yang berlaku di seluruh dunia. Tinggal ditegakkan saja aturan tersebut. Begitu juga dalam tertib berlalu lintas. Sangat bagus kalau tertib berlalu lintas ketika kita ke luar negeri dipraktekkan di sini. Dengan begitu, kita bisa sejajar dengan para londho, minimal dalam hal-hal kecil seperti itu. Untuk lebih beradap seperti mereka dalam perkara-perkara besar, kita butuh waktu, tekad, dan kemauan baik untuk menjalankannya. Bukan karena kita tidak bisa, tetapi karena tidak terbiasa. Ayo mari kita mulai. (Alex Madji)

Foto-foto: Ciarciar

Selasa, 27 Agustus 2013

Mengasah Ketajaman Pena Relawan Jokowi

Sebanyak 15 orang duduk lesehan di saung di halaman belakang sebuah rumah di kawasan Percetakan Negara, Jakarta Pusat Sabtu 24 Agustus 2013. Mereka terdiri dari laki-laki, perempuan, tua, dan muda. Bahkan beberapa di antaranya sudah beruban dan sepuh. Mereka adalah peserta pelatihan jurnalistik gratis yang diselenggarakan Barisan Relawan Jokowi Presiden 2014 atau yang disingkat Bara JP.

Rumah itu bisa masuk dari Pasar Genjing Pramuka. Bisa juga dari Percetakan Negara. Rumah milik seorang aktivis ini cukup luas. Meskipun bagian dalamnya kusam, beberapa kamarnya sudah disulap menjadi ruang kerja. Ada ruang tamu dan ruang rapat yang dilengkapi meja panjang dan beberapa kursi di sekelilingnya. Di antara ruang tamu dan ruang rapat itu ada dapur kecil. Di bagian belakangnya, ada beberapa kamar yang masih dipakai untuk tidur oleh para penghuni rumah tersebut dengan dipan seadanya. Bahkan ada yang siang itu tidur dilantai hanya beralaskan tikar.

Di belakangnya ada halaman luas. Halaman itu sudah dipasang konblok dan disemen. Di dekat pintu belakang ada sebuah pohon nangka yang besar dan rimbun. Tembok pembatas sebelah kiri tinggi sekali. Sedangkan di sebelah kanan hanya setengah, sehingga rumah tetangga sebelah masih bisa kelihatan. Tembok pembatas paling belakang juga tinggi. Di sana ada empat rumpun pohon pisang.

Saung itu menempel dengan tembok sebelah kiri tadi. Terbuat dari bambu dengan atap rumbia. Sebagai tempat nongkrong, sungguh asyik. Di situlah ke-15 orang tadi mengadakan pelatihan jurnalistik. Di sana ada sebuah papan tulis yang bagian-bagian ujung atasnya sudah patah. Sebenarnya ini bukan whiteboard, tetapi tripleks putih yang bisa ditulisi dan dihapus. Hari itu, tulisan-tulisannya dihapus dengan tisu karena tidak ada penghapus.

Di belakangnya terbentang sebuah spanduk berisi tema diskusi dari bulan Juli silam. Di pojok atas spanduk besar itu tertulis "SAKTI" (Serikat Kerakyatan Indonesia) dengan tiga bintang di atasnya. Di sebelah kanannya ada lambang dan logo KSPI. Spanduk serupa dengan warna hitam juga dipajang di tembok belakang, di belakang rumpun pisang tadi.

Menurut Ketua Umum Bara JP Sihol Manulang, peserta pelatihan ini tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga dari Bogor. Mereka berasal dari berbagai profesi. Ada wiraswastawan. Ada dosen yang sedang off mengajar dan sedang menekuni dunia tulis menulis. Ada pula karyawan dan mahasiswa. Mereka semua melebur menjadi satu di bawah saung tersebut mempelajari teknik dan tips menulis secara gratis.

Sabtu itu adalah pekan kedua kegiatan latihan menulis gratis untuk para relawan Jokowi, Gubernur DKI Jakarta. Pertama kali digelar pada Minggu, 18 Agustus 2013. Pada Sabtu, 24 Agustus 2013, ada sesi menulis budaya yang diberikan oleh wartawan dari Harian Sore Sinar Harapan yang juga penulis novel, Sihar Ramses Simatupang. Setelahnya ada sesi bagaimana menulis berita yang diberikan oleh Redaktur Pelaksana Suara Pembaruan Aditya L Djono. Saya sendiri kebagian menyajikan materi menulis dan mengelola blog. Saya hanya membagikan pengalaman mengelola blog ini selama hampir dua tahun terakhir.

Meski gratis, para peserta pelatihan itu sangat serius. Sama seriusnya dengan para pemberi materi yang tidak dibayar. Para peserta serius mencatat dan aktif bertanya serta berdiskusi. Salah seorang peserta bernama Rohma, misalnya, mengaku antusias mengikuti kegiatan ini. Padahal dia adalah seorang dosen di Universitas Islam Jakarta. Tetapi dia selama ini sedang off mengajar karena tinggal di Amerika Serikat. Selama tidak mengajar dia aktif menulis blog dengan berbagai tema di Kompasiana. Bahkan dia menyebut dirinya sebagai blogger. Dia mengikuti pelatihan menulis ini untuk semakin meningkatkan kemampuan menulisnya sambil mengisi waktu sebelum kembali ke Amerika Serikat.

Sebagai kegiatan gratis, para peserta menanggung sendiri makan siang. Menjelang makan, mereka disawer sebesar Rp 15.000 per orang. Sabtu siang itu, ketika saya dan dua pembicara lainnya datang, masih ada sisa tiga bungkus nasi padang. Saya pun ikut melahap nasi padang lauk ayam opor itu.

Selain menggelar pelatihan jurnalistik secara gratis, Bara JP atau yang di facebook bernama Relawan Jokowi Presiden sangat gencar mempromosikan Gubernur DKI Jakarta Jokowi menjadi presiden 2014. Di FB jumlah mereka sudah mencapai lebih dari 155.000. Targetnya hingga akhir tahun ini mencapai 1 juta orang. Gerakan ini pun diperluas ke sejumlah provinsi, bahkan hingga seluruh Indonesia. Gerakan ini berjalan beriringan dengan makin melejitnya popularitas mantan Walikota Solo ini dalam berbagai survei. Popularitas pria kurus ini melampaui tokoh-tokoh yang dalam beberapa pemilu terakhir spesialis calon presiden.

Popularitas Jokowi ini bukan hanya dalam survei. Ketika muncul di tempat-tempat publik, terutama di Jakarta, Jokowi bagai magnet bagi masyarakat. Ketika Jokowi berada di lokasi yang sama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seperti ketika acara Independence Day Run, Minggu 25 Agustus 2013, peserta yang hadir malah lebih menyoraki Jokowi dibanding SBY (bandingkan berita Kompas.com).

Pada malam harinya, Jokowi sebagai penggemar grup musik Metalica, dia datang menonton langsung konser grup musik asal Amerika Serikat itu di Gelora Bung Karno. Kehadiran Jokowi dengan gaya anak metal disambut meriah penonton lainnya. Bahkan ketika dia datang, teriakan-teriakan Jokowi for President menggema di seisi stadion (bandingkan berita Tribunnews.com).

Pelatihan menulis gratis ini adalah bagian kecil saja dari dari upaya mewujudkan Jokowi sebagai capres pada pemilu presiden tahun depan. Mereka diharapkan ikut membuat Jokowi semakin melejit melalui karya-karya jurnalistik mereka, sehingga tahun depan bisa maju sebagai capres dan akhirnya terpilih sebagai pengganti SBY. Tetapi kalaupun Jokowi akhirnya tidak jadi maju sebagai capres, paling tidak para peserta tadi sudah memiliki modal untuk mulai menulis gagasan atau apa saja yang mereka lihat dan saksikan minimal untuk blog mereka masing-masing. Mereka tinggal mengasahnya dengan terus menulis. Sebab, menurut Sihol Manulang, tulisan bisa merobohkan setiap pemerintahan yang lalim. Ya, sering kali ketajaman pena melebihi ketajaman peluru yang dimuntahkan dari bedil para serdadu. (Alex Madji)

Foto-foto oleh Ciarciar

Selasa, 20 Agustus 2013

Lingkungan Busuk

Dalam percakapan Blacberry Messanger (BBM), seorang teman mengaku terkaget-kaget saat Kepala SKK Migas (kini mantan) Rudi Rubiandini tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap dari perusahaan minyak asing di rumahnya. Barang bukti yang disita ketika itu uang sebanyak 700.000 dolar Amerika Serikat dan motor gede merk BMW. Dari tempat lain, masih disita pula ratusan ribu dolar Amerika Serikat.

Teman saya ini pernah menjadi mahasiswa Rudi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Di matanya, dan mungkin mahasiswa ITB lain, ketika masih sebagai dosen perminyakan ITB, Rudi adalah seorang sosok yang cukup credible, tidak neko-neko, dan berkualitas.

Bukan hanya dia. Sejumlah wartawan yang saban hari meliput di bidang energi juga mengaku kaget mendengar penangkapan Rudi. Pasalnya, Rudi cukup dekat dengan wartawan. Ramah, low profile, dan tidak pelit informasi. Dia tipe pejabat yang gampang dan enak ditemui.

Beberapa hari setelah penangkapan tersebut muncul rumor yang beredar luas di grup BBM. Isinya, pengakuan Rudi Rubiandini bahwa dia akhirnya mau menerima suap karena ada tekanan dari partai penguasa. Dia diminta untuk mencari dana dalam jumlah besar untuk kepentingan konvensi partai penguasa.

Rudi sendiri kebingungan bagaimana memenuhi permintaan pihak yang mendudukkannya pada posisi basah dan se-strategis itu. Secara pribadi, dia tidak punya uang sebesar yang diminta. Rumah tinggalnya saja masih dicicil dan belum lunas. Bahkan dia masih kelimpungan mencari dana untuk pengobatan ibunya yang sedang sakit dan dirawat di salah satu rumah sakit di Bandung.

Rumor ini juga beredar di kalangan wartawan hukum. Bahkan di kalangan tersebut, rumornya lebih rinci. Tokoh-tokoh partai penguasa yang kecipratan dana itu disebut lengkap dengan jumlahnya. Hanya saja, media mainstream sangat hati-hati mengangkat rumor seperti ini.

Tulisan ini pun tidak bermaksud menelisik rumor-rumor tersebut karena cukup sulit dikonfirmasi kebenarannya. Kalaupun orang-orang yang disebut itu bisa ditanyai, pasti mereka membantahkan. Sebab ada pameo, tidak ada maling yang mengaku sebagai maling.

Saya hanya ingin mengungkapkan bahwa betapa sebuah lingkungan, baik kerja maupun pergaulan itu sangat mempengaruhi perilaku dan kebiasaan seseorang. Seorang blogger pendidikan, http://akhmadsudrajat.wordpress.com, pernah menulis begini, "Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar. Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya."

Berdasarkan fakta-fakta sederhana yang saya paparkan di permulaan artikel ini, kesimpulan sementara saya adalah Rudi Rubiandini tadinya orang baik. Tetapi dia kemudian rusak oleh budaya politik dan birokrasi yang korup (berdasarkan rumor di atas tadi). Dia dipaksa menjadi maling karena dipalak oleh partai penguasa.

Budaya politik dan birokrasi yang korup ini tidak bisa dipungkiri lagi. Sudah banyak pejabat di pemerintahan dari tingkat pusat sampai daerah dan di legislatif serta pengusaha dijebeloskan ke penjara oleh KPK karena menilep uang rakyat. Masih ada juga pejabat dan mantan pejabat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tetapi belum dipenjarakan. Penyakit korup di kalangan pejabat ini sudah sebegitu akutnya dan sudah menjadi semacam gaya "gaya hidup".

Kondisi yang busuk inilah yang merusak Rudi Rubiandini. Atau kalaupun tadinya Rudi sudah rusak, maka lingkungan seperti itu membuatnya semakin rusak dan busuk. Dibutuhkan keteguhan hati dan kecerdasan otak dan emosional untuk tidak terseret arus lingkungan yang busuk itu. Seharusnya, seseorang yang baik bisa mempengaruhi dan merekayasa sehingga dapat mengubah lingkungan yang busuk itu menjadi lebih baik. Tetapi dalam kasus Rudi Rubiandini, dia gagal menjalankan tugas ini. Yang terjadi justru sebaliknya. Dia terjerembab dalam lingkungan yang sudah busuk tersebut. (Alex Madji)

Sumber foto: politik.kompasiana.com


Selasa, 13 Agustus 2013

Sebuah Siang di Kampung Deret

Panas terik pukul 14.00 WIB membakar tubuh pada Senin, 12 Agustus 2013. Saya menelusuri Kampung Deret di Jalan Tanah Tinggi 1A RT 014/01, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Senen, Jakarta Pusat.

Saya masuk dari RT 013, melewati gang super sempit. Dipadati oleh berbagai perabotan dan warga yang sedang duduk-duduk santai dalam suasana libur lebaran sore itu. Motor diijinkan lewat pada gang sempit yang sudah tertutup berbagai tarpal. Di ujung gang yang sumpek tersebut, ada jalan yang lapang. Sangat kontras dengan ruas gang yang baru saya lewati.

Dua orang anak perempuan usia sekolah dasar sedang asyik bermain bulu tangkis tanpa net di jalanan lebar tersebut. Dua anak lain, laki-laki, sedang bermain mobil-mobilan dengan remote. Sementara lima orang dewasa duduk pada kursi-kursi yang ditempatkan di bawah sebuah pohon yang tidak terlampau rindang. Dua buah mobil, satunya masih anyar, parkir di mulut gang masuk Kampung Deret tersebut dari arah jalan Letjen Soeprapto.

Sayang, ruas jalan itu tidak panjang. Rumah-rumah di sisi kanan (dari arah RT 013) atau sebelah kiri dari mulut gang Jalan Letjen Soeprapto berjejer rapih. Masih baru. Jumlahnya tidak banyak. Hanya 50 unit. Bangunan-bangunan itu ada yang dua lantai. Ada pula yang satu lantai. Yang tanahnya sempit dibangun kembali ke atas, sedangkan yang lahannya lebar dibangun cukup satu lantai. Sebagian besar berwarna hijau muda. Ada juga yang berwarna hijau pekat. Sedangkan interiornya dominan putih. Lantainya sudah berkeramik putih bersih. Satu-satunya bangunan berwarna putih adalah mushola yang terletak di tengah-tengah jejeran rumah-rumah tersebut.

Saya coba masuk ke rumah salah satu warga setempat, Wahyu Muhammad (32). Rumah nomor 5 atau rumah lama bernomor 9 memiliki dua lantai dengan lima kamar tidur. Dua kamar di lantai bawah, tiga kamar di lantai atas. Memasuki rumah itu, bak masuk sebuah hotel bintang tiga. Bersih dan rapih. Beberapa anak kecil terbaring tanpa kasur di depan meja televisi sambil menyaksikan acara sebuah stasiun televisi. Tidak ada barang lain di situ, selain meja dan televisi tersebut. Dapurnya pun lega di luar ruang tamu.

Kompleks itu sungguh indah dipandang dan nyaman baik dari luar maupun di dalam rumah. Belum lagi, persis di samping tembok pembatas dengan rel kereta api, atau di depan rumah-rumah itu ada taman. Rumputnya belum tumbuh benar. Pohon-pohon yang sudah ditanam bertumbuh segar, meski belum besar. Beberapa tanaman merambat pun sudah ditanam. Pada rumah-rumah tadi juga sudah disiapkan tempat untuk tanaman merambat. Terbayang, betapa hijaunya kompleks itu beberapa bulan mendatang. Pemandangan ini tampak kontras dengan tetangga sebelah, yaitu RT 013. Penampilan RT ini kumuh dan penuh sesak.

Ketika berbincang-bincang dengan sekelompok orang dewasa di bawah pohon tadi, suara "lonceng" perlintasan kereta api Senen berbunyi kencang memekakkan telinga. Di tengah, suara keras dan bising itu, Wahyu Muhammad mengaku sangat senang menjadi penghuni Kampung Deret tersebut. Warga lain pun mengamininya. "Kalau dulu sumpek, sekarang lega. Anak-anak bisa bermain di sini, kita bisa duduk-duduk seperti ini," ujar pria yang mengaku bekerja sebagai wiraswasta dalam bidang ekspedisi itu.

Dia mengaku, jalanan menjadi lebih lebar karena rumah-rumah itu dibangun lebih ke belakang dari bangunan lama. “Kalau sebelumnya di atas got, sekarang di belakang got,” imbuhnya sambil melihat ke got yang sebagian belum tertutup itu.

Wahyu juga makin senang karena kampung mereka kini tidak mudah dilalap si jago merah lagi. Pasalnya, seluruh rumah di Kampung Deret itu terbuat dari baja. Kayu hanya untuk kusen dan pintu. Langit-langit rumah pun tidak menggunakan tripleks lagi, tapi dari gipsum. "Kata Jokowi (Gubernur DKI Jakarta), di sini sudah bebas dari kebakaran," kata putra Ketua RT setempat, Muhammad Yahya.

Di bulan Agustus ini, di depan rumah-rumah itu dipajang bendera merah putih. Sedangkan alamat lengkap RT tersebut terpampang di depan mushola yang kata Wayhu dibangun dari sumbangan dari Walikota Jakarta Pusat.

Wahyu bercerita, Kampung Deret ini mulai dibangun pada Mei 2013 dan selesai satu minggu sebelum lebaran 2013. Selama pembangunan, warganya tinggal di gubuk-gubuk yang mereka bangun di samping tembok pembatas rel kereta api. Ada juga yang kontrak di tempat lain. Sedangkan soal biaya, warga setempat mengaku tetap mengeluarkan anggaran. Tetapi jumlahnya sangat kecil. Itupun, agar pembangunan kembali rumah mereka sesuai selera pemilik.

Kampung Deret itu sendiri belum diresmikan. Kedatangan Jokowi pada Kamis, 8 Agustus 2013 lalu, pada hari pertama lebaran hanya untuk halal bihalal. "Tidak tahu kapan ini diresmikan," ucap warga lainnya, seorang perempuan yang sore itu mengenakan daster ungu berbunga.

Tiga bulan lalu, kondisi Kampung Deret di RT 014 ini tidak beda dengan RT 013. Sumpek dan padat. Tetapi kini, situasinya berbeda. Lega dan enak ditempati. Warga dari RT lain pun iri. Inginnya, RT mereka juga dibuat seperti itu. “Tidak tahu nasib mereka. Apakah dibangun setelah lebaran ini atau kapan,” kata Wahyu tentang RT 013 tetangganya.

Kampung Deret di Tanah Tinggi ini memang baru menjadi proyek percontohan. Tetapi bila seluruh kawasan kumuh di wilayah DKI Jakarta ditata seperti ini, suatu saat kota ini akan menjadi lebih bersahabat, beradab, dan manusiawi. Apalagi kalau kampung-kampung deret itu nanti dilengkapi dengan taman, tempat warga berinteraksi satu sama lain. Ini bisa menjadi salah satu solusi mengurangi penyakit sosial warga perkotaan. (Alex Madji)

Keterangan Foto: 1. Rumah-rumah Kampung Deret setelah ditata kembali. 2) Interior rumah Kampung Deret yang bersih, rapih, dan indah. 3). Kondisi RT 013, tetangga Kampung Deret. Kondisi ini juga sama dengan RT 014 sebelum menjelma menjadi Kampung Deret.

Selasa, 06 Agustus 2013

Mudik

Sekarang lagi musim mudik. Sebagian besar warga Jakarta sedang berada di kampung halamannya masing-masing. Berkurangnya warga ibukota ini dalam jumlah yang sangat signifikan menyebabkan Jakarta yang akrab dengan kemacetan lalu lintas menjadi lengang dan enak dilewati.

Tidak sedikit orang yang mengutak-atik kata "mudik" ini di media sosial seperti facebook dan twitter. Ada yang melihatnya secara etimologis. Ullil Abshar Abdalla, misalnya, mengatakan kata mudik berasal dari kata dasar udik yang berarti dusun, desa. Lalu saya cari di Kamus Umum Bahasa Indonesia karya Badudu-Zain terbitan Pustakan Sinar Harapan 1994, kata "mudik" memang merupakan proses dari kata udik yang berarti ke udik, berjalan atau berlayar ke udik, pulang kampung.

Ullil yang tokoh Islam Liberal itu juga memplesetkan kredo filsuf eksistensialis Rene Descartes, cogito ergo sum menjadi "mudiko ergo sum". Hanya mau mengatakan, mudik menjadi alasan keberadaan atau rasion de etre.

Lalu saya mencoba melacak lebih jauh tentang makna mudik. Ensiklopedia online Wikipedia membuat definisi kata mudik sebagai sebuah aktivitas para migran atau pekerja migran kembali ke kampung halamannya. Di Indonesia, kata Wikipedia, menjadi tradisi tahunan yang dilakukan menjelang perayaan idulfitri. Pada titik ini ada kesempatan untuk berkumpul antara mereka yang merantau dengan keluarga yang tinggal di kampung atau sowan dengan orang tua. Tetapi, lanjut Wikipedia, mudik bukan hanya tradisi Indonesia, melainkan tradisi negara-negara Islam lainnya, termasuk Bangladesh.

Wikipedia mungkin lupa bahwa di masyarakat Cina, tradisi mudik ini juga ada. Menjelang tahun baru imlek, warga Cina dari perkotaan kembali ke kampung halamannya untuk merayakan imlek atau tahun baru Cina bersama keluarga mereka. Poin utamanya adalah juga berkumpul dengan keluarga yang sudah lama ditinggalkan. Modelnya pun sama dengan mudik di Indonesia. Seluruh jenis angkutan baik darat, laut, maupun udara penuh sesak oleh para pemudik.

Tetapi tidak sedikit juga yang mudik dengan kendaraan pribadi, baik roda empat maupun roda dua. Ada pula yang mudik dengan roda tiga seperti bajaj. Karena itu, dalam arti tertentu, mudik bukan hanya aktivitas pulang kampung untuk bertemu keluarga atau sowan dengan orang tua, tetapi juga memindahkan kemacetan dari Jakarta ke kampung halaman. Sebab yang berkurang bukan hanya jumlah manusia di ibukota ini, tetapi juga jumlah kendaraan yang berkeliaran. Akhirnya selamat mudik. Salam untuk keluarga di rumah...(Alex Madji)

Sumber foto: www.tribunnews.com

Senin, 29 Juli 2013

Nusantara dalam Secangkir Kopi

Minggu, 28 Juli 2013 siang. Hujan gerimis turun jarang-jarang, sebelum panas terik menghujam kawasan Pasar Segar Graha Bintaro, Tangerang Selatan. Saya mampir di kedai kopi di jejeran ruko alias rumah toko di pasar tersebut. Namanya Graha Kopi yang beralamat lengkap di Pasar segar Graha Bintaro RB 1/10, Pondok Jagung, Tangerang Selatan.

Seorang lelaki mengenakan kemeja jeans biru dipadu celana pendek warna biru tua sedang menggiling kopi pesanan pelanggannya. Di sebuah kursi panjang, seorang pelanggan lain sedang menyeruput kopi panas dalam gelas ukuran 300 cc sambil menyulut kretek.

Nama pria itu, Hadi Lesmono. Dialah pemilik kedai Graha Kopi tersebut. Hadi mengaku bukan ahli kopi. Dia hanya menyebut diri sebagai penyuka kopi. Saking sukanya, dia pun mendirikan kedai tersebut sejak tiga tahun silam. "Saya buat ini bukan untuk cari duit. Kebetulan saja saya penyuka kopi dan mengisi masa pensiun saya," ujarnya sambil menyulut sebatang kretek dan mengukir sebuah potongan kecil kayu untuk dijadikan pengisap rokok.

Sulit disangkal bahwa Hadi bukan ahli kopi. Di kedainya itu, dia memajang kopi dari berbagai daerah seluruh Nusantara ini. Ada Kopi Lampung, Kopi Gayo, Kopi Sidikalang, Kopi Lintong dari daerah Sumatera, Kopi Bajawa Flores, Kopi Kintamani Bali, Kopi Toraja, hingga Kopi Wamena Papua.

Dia pun bisa membedakan cita rasa kopi dari berbagai daerah tersebut. "Setiap daerah memiliki rasa yang berbeda-beda karena memiliki varietas yang berbeda-beda pula. Tetapi kopi Bajawa dan Toraja rasanya hampir sama," tuturnya sambil menunjukkan toples Kopi Toraja dan Bajawa yang dipajang berdampingan.

Semua kopi dalam toples yang dijejer di atas etalasenya sudah digoreng dan siap giling jadi kopi bubuk untuk para pelanggan, baik untuk dibawa pulang maupun untuk dinikmati di tempat itu sambil duduk santai di atas kursi-kursi kayu kokoh yang tersedia di kedai tersebut. Sementara kopi-kopi mentah dalam bungkusan plastik dipajang di sebuah rak kayu.

Hadi bercerita, kopi-kopi itu didapat langsung dari petani kopi di daerah-daerahnya. Dia sendiri pergi ke daerah-daerah itu untuk mendapatkan kopi-kopi berkualitas nomor satu langsung dari petani kopi. Dia tidak mau membeli kopi di pasaran karena tidak ada jaminan kualitas kedaerahan kopi itu sendiri. Kopi yang beredar di pasar sudah bercampur baur. "Kalau ada yang bilang bahwa ini Kopi Papua, Papua bagian mana?" tanyanya retoris.

Selama ini, kopi-kopi berkualitas Indonesia lebih banyak dibawa ke luar negeri, sementara rakyat Indonesia hanya minum robusta yang berkualitas rendah. Kopi-kopi pabrikan yang begitu banyak di super market tidak lebih dari sampah. Karena itu dia bertekad memberikan kopi-kopi berkualitas bagi para pelanggannya. Dia tidak menjual kopi sembarangan atau "kopi sampah". Kopi-kopi berkualitas itu diolah secara kualitas pula.

Di kedainya ini, Hadi memiliki alat pemanggang kopi yang harganya mencapai Rp 100 juta. Setelah digoreng atau dipanggang, kopi-kopi itu dipajang di etalase. Para pelanggannya tinggal memilih jenis-jenis kopi yang lengkap dengan keterangannya pada toples-toples bening dengan berbagai macam harga untuk dibawa pulang.

Black Gayo, misalnya, dibanderol dengan Rp 30.000 per 250 gram, Sidikalang 30.000 per 250 gram, Mocca Robusta Gayo 30.000 per 250 gram, atau Kopi Bajawa dan Toraja yang dijual Rp 70.000 per 250 gram. Kopi-kopi yang dipilih kemudian digiling lalu ditimbang.

Siang itu, saya memesan satu cangkir kopi Toraja ukuran 100 cc. Menurut Hadi, untuk ukuran seperti itu takaran kopi idealnya 12-13 gram. Tak perlu menunggu lama, kopi tubruk panas itu pun datang. Wangi kopinya sungguh menggoda. Bubuk kopi mengapung di atas permukaan cangkir, tetapi setelah diaduk lalu larut dalam air dan mengendap.

Menurut Hadi dan pelanggannya yang siang itu menikmati kopi, sajian kopi yang sebenarnya memang tanpa gula. Hanya dengan begitu, kita bisa merasakan taste kopi dari macam-macam daerah. Kepahitan dan keasaman kopi sungguh terasa. Sedangkan kalau dengan gula, menurut Hadi, itu namanya bukan kopi, tapi minuman kopi.

Tak terasa, kopi Toraja satu cangkir pun habis. Ada rasa asam sedikit, tetapi yang lebih mantap itu pahitnya. Saya lalu membayar Rp 10.000 untuk kopi satu cangkir 100 cc tersebut. Cerita kami pun berakhir. Kalau Anda ingin menikmati kopi dengan macam-macam rasa, silahkan datang ke Graha Kopi. Di sana Anda akan mengetahui dan menikmati Nusantara dalam secangkir kopi. (Alex Madji)

Foto: Hadi Lesmono

Jumat, 26 Juli 2013

"Inikah Namanya Cinta?"

Kali ini saya ingin menulis tentang cinta. Judulnya pun meminjam sebuah lirik lagu. Terinspirasi oleh berita di sebuah situs asing tentang sepasang suami istri yang lahir pada hari dan tahun yang sama serta meninggal pada hari yang hampir bersamaan pula. Lalu apakah ini yang namanya cinta sejati?

Adalah Les Brown dan Helena Brown. Mereka berasal dari California Selatan, Amerika Serikat. Pasangan ini lahir di hari yang sama pada malam tahun baru 1918. Tahun lalu, mereka merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-75.

Putra pasangan ini, Les Brown Jr Kamis (25/7/2013) waktu setempat menceritakan, kedua orang tuanya bertemu pertama kali di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan menikah pada 1937 pada usia 18 tahun. Keputusan menikah muda ini diambil orang mereka karena kalau menunggu kaya, pernikahan itu tidak mungkin akan bisa berjalan. Pasangan ini pindah ke Long Beach pada 1963.

Selama hidupnya, Les Brown Senior berprofesi sebagai seorang fotografer, sedangkan sang istri bekerja sebagai penjual properti. Helena Brown meninggal pada 16 Juli 2013 lalu dalam usia 94 tahun karena kanker perut. Pada hari berikutnya, Les Brown senior meninggal dengan usia yang sama karena penyakit parkinson. Dan, pada Sabtu (27/7/2013), kebaktian pelepasan keduanya dilakukan bersamaan.

Lalu saya mencoba mencari-cari, apakah ini yang namanya cinta sejati? Saya kemudian menemukan di situs ini, http://www.solopos.com/2012/12/26/kenali-12-tanda-tanda-cinta-sejati-361927, tentang 12 tanda cinta sejati. Saya kutip saja untuk anda yang mungkin belum pernah membacanya.

1. Memberi dan menerima cinta. Anda memberikan sepenuh hati dengan hubungan yang dijalani.
2. Kebahagiaan murni
3. Nyeri dan kemarahan. Anda akan sangat terluka ketika kekasih Anda mengganggu Anda, tetapi tindakan mereka tidak pernah membuat Anda marah.
4. Pengorbanan. Anda berkorban untuk kebahagiaan pasangan Anda.
5. Upaya yang tepat. Anda berusaha keras dan membuat upaya untuk meningkatkan hubungan Anda dan pasangan sehingga menjadi istimewa.
6. Anda tidak pernah bisa menyakiti pasangan Anda.
Ketika Anda benar-benar jatuh cinta dengan seseorang, Anda bahkan tidak dapat membayangkan menyakiti mereka, emosional atau fisik.
7. Anda menepati janji. Ketika Anda membuat janji dengan pasangan Anda akan berusaha menepatinya.
8. Kami. Maksudnya adalah dalam hubungan yang sempurna, baiknya memang memiliki ruang pribadi sendiri.
Tetapi pada saat yang sama, jika Anda benar-benar mencintai pasangan Anda, Anda akan melihat mereka sebagai bagian dari hidup Anda.
9. Berbagi beban mereka.
Anda tidak tega melihat penderitaan seseorang yang istimewa. Jika mereka sedang berhadapan dengan beberapa masalah, Anda selalu bersedia untuk menawarkan uluran tangan.
10. Kebanggaan dan kecemburuan
Anda bisa saja bangga saat pasangan mencapai sesuatu. Dan Anda bisa akan sangat cemburu saat pasangan memperhatikan yang lain.
11.Penderitaan. Anda bersedia untuk menderita, hanya untuk melihat pasangan bahagia.
12. Perspektif mereka
Segala sesuatu yang Anda lakukan, Anda tetap berpikir dari sudut pandang pasangan Anda. Dan, anda tidak pernah ingin menyakiti kekasih Anda.
Jika Anda berdua sudah bahagia dalam hubungan, jangan mencoba untuk mengubah apa pun tentang hal itu. Kadang-kadang, cinta tanpa pamrih dan tanpa syarat membutuhkan waktu untuk terwujud. Selama kekasih Anda dan Anda bahagia dan memahami satu sama lain, Anda sudah mengalami jenis cinta yang sempurna!


Les dan Helena Brown sangat mungkin mengalami hal-hal itu. Mereka terus berjuang dan menjaga hubungan mereka hingga maut menjemput keduanya pada hari yang hampir bersamaan. Nah, contoh dari kedua pasangan ini patut diteladani. (Alex Madji)

Ilustrasi diambil dari mandauqolam.wordpress.com

Rabu, 24 Juli 2013

Inilah Bukti Mario Balotelli Katolik

Seorang pembaca blog ini meniggalkan komentar pada salah satu artikel saya. Pembaca dengan akun “simon Larwuy” itu bertanya begini, "kenapa ngga coba cari agamanya Mario Balloteli." Meski hanya satu yang bertanya, saya coba membuat tulisan tentang agama Balotelli guna memuaskan dahaga pembaca lain yang diam.

Sebenarnya sudah pernah sekali saya menulis khusus tentang Mario Balotelli. Pada artikel lain, saya menyinggung juga pria Italia keturunan Gana ini. Tetapi baiklah. Saya melayani permintaan pembaca itu dengan meringkus dua artikel tadi menjadi artikel baru ini .

Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari berbagai sumber, saya memastikan bahwa Mario Balotelli adalah seorang penganut Katolik. Paling tidak ada dua bukti.

Pertama, Balotelli adalah seorang pemain yang masih rajin ke gereja, minimal pada saat natal. Pada natal 2011, misalnya, seperti dilaporkan Manchester Evening News pada 28 Desember 2011, Balotelli mengikuti misa malam natal 24 Desember 2011 di Gereja St Yohanes, High Lane, Chorlton, Manchester, Inggris bersama pacarnya ketika itu Rafaella Fico dan keluarganya. Bukan hanya datang misa. Dia pun memberi kolekte 200 pound untuk gereja tersebut atau sekitar Rp 2,5 juta.

Kehadiran Balotelli di gereja itu langsung menjadi pusat perhatian umat paroki. Mereka pun mengerubutinya dan berlomba-lomba berfoto bersama dengan anggota skuat Tim Nasional (Timnas) Italia ini.

Pastor paroki setempat Romo Patrick McMohan mengatakan, umat paroki sangat senang melihatnya datang ke gereja tersebut, apalagi mendengar kabar bahwa pemain itu memberi kolekte sebesar 200 pound. "Dia duduk di sini sebentar dan berfoto bersama anak-anak. Para pendukung City sangat senang. Sesungguhnya saya tidak terlalu mengenal dia. Tetapi ada umat yang beritahu bahwa ada Mario di sini. Lalu saya tanya, siapa dia?" kata Romo Patrick.

Dia melanjutkan, "Ada begitu banyak umat yang menghadiri misa, tetapi dia sangat baik. Dia bilang, dia sangat senang ada di sini untuk perayaan natal. Kelihatannya ada banyak teman dan keluarganya ada di sekitar dia."

Peristiwa yang sama dilaporkan oleh Metro.co.uk tertanggal 27 Desember 2011. Menurut media ini, Balotelli datang ke gereja tersebut setelah membeli minuman di sebuah pub setempat. Dilaporkan pula bahwa setelah misa natal, Balotelli diajak untuk menghadiri acara anak-anak jalanan, penyandang tuna wisma di gereja tersebut. Tak disangka, Balotelli pun mau datang. Anak-anak sangat senang dengan kehadiran Balotelli untuk berbagi kegembiraan natal bersama mereka.

Kedua, dan ini yang paling baru, Balotelli bersama pemain Timnas Italia lainnya mengunjungi patung Cristo Redentor di Gunung Carvado, Rio de Jeneiro, Brasil, di sela-sela persiapan mereka menjelang Piala Konfederasi 2013 lalu. Foto-foto kunjungan mereka ke gunung yang terletak di belakang Kota Rio de Jeneiro tersebut dimuat luas media massa.

Pada salah satu foto, tampak foto Balotelli yang mengenakan topi bak topi yang dipakai Fidel Castro di Kuba plus kaca mata hitam dan mengikat jaket di pinggangnya sedang berpose bersama rekannya dari AC Milan, Stephan El Shaarawy. Yang paling penting, dia menggantung kalung rosario di luar kausnya. Sangat jelas dan tak terbantahkan. Masih ada kalung emas di dalam kaus mantan pemain Manchester City itu.

Dua hal ini sudah cukup untuk mengatakan bahwa Balotelli adalah seorang penganut Katolik. Apakah dia rajin misa setiap minggu, selain saat natal? Belum ada informasi lanjutan. (Alex Madji)

Keterangan: Mari Balotelli di Gunung Cocovado (Foto diambil dari www.el-nacional.com)

Kamis, 18 Juli 2013

Kematian

Dalam beberapa waktu terakhir ini berita tentang kematian begitu dominan menghiasi media kita. Hidup kita pun bagaikan diteror oleh kematian itu. Sebut saja, gempa berkuatan 6,2 pada skala richter di Aceh Tengah yang menelan korban jiwa puluhan orang.

Belum selesai itu, muncul berita kerusuhan atau lebih tepatnya pemberontakan di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta di Medan. Beberapa jiwa manusia melayang begitu saja dalam peristiwa ini. Penyebabnya, sederhana. Memprotes kekurangan air dan listrik yang padam.

Meskipun kemudian, aksi itu disinyalir sebagai bentuk protes atas peraturan pemerintah (PP) No 99/2012 tentang Remisi. Di dalamnya antara lain mengatur tidak memberi remisi atau pemotongan masa tahanan kepada terpidana korupsi, teroris, dan narkoba. Penjara itu dihuni oleh penjahat narkoba dan teroris. Para tahanan membakar penjara. Sebagian dari mereka kemudian melarikan diri.

Yang lebih sadis lagi, seorang pria lajang berumur 44 tahun dan mengalami gangguan jiwa memutilasi ibu kandungnya di rumah mereka di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Mayat nenek 80 tahun itu dipotong-potong lalu direbus. Mengerikan.

Yang tidak kalah tragisnya adalah peristiwa kematian 18 orang di Nabire, Papua menyusul kerusuhan setelah pertandingan tinju amatir memperebutkan Piala Bupati Nabire pada Minggu (14/7) lalu. Sebuah tontonan olah raga yang tadinya bermaksud menghibur berubah menjadi maut. Beberapa ibu tewas terinjak-injak dalam kejadian tersebut.

Dalam beberapa kasus kematian di atas, kealpaan negara sangat tampak. Kita abaikan kasus kematian akibat bencana alam di Aceh dan peristiwa mutilasi di Benhil, Jakrta Pusat. Peristiwa di Aceh Tengah berada di luar jangkauan manusia. Kasus di Benhil dilakukan oleh orang yang sakit jiwa. Kealpaan (alat) negara sangat tampak dalam peristiwa di Penjara Tanjung Gusta dan peristiwa kematian sia-sia warga di Nabire.

Di Tanjung Gusta, persoalan listrik padam dan kekurangan air ataupun masalah PP 99/2012 hanyalah yang tampak di permukaan. Tetapi ada persoalan laten dan lebih mendasar yang tidak diatasi pemerintah selama ini. Yakni, jumlah penghuni penjara yang melebihi kapasitas. Masalah ini, terjadi di hampir semua penjara di seluruh Indonesia. Para tahanan tumplek dan berjejal di ruang-ruang sempit. Ruang gerak yang sangat terbatas akan melahirkan pemberontakan. Apalagi disertai rasa lapar dan haus.

Sayangnya masalah utama ini tidak pernah diselesaikan secara baik oleh pemerintah. Malah justru dipelihara. Jadi, masalah kekurangan air dan listrik hanya menjadi peletup dari masalah yang lebih besar dan laten itu. Bila masalah substantifnya tidak diatasi segera maka peristiwa kematian di penjara-penjara lain di Indonesia akan segera menjemput.

Hal yang sama terjadi dalam peristiwa Nabire. Kematian sia-sia 18 orang pada kerusuhan pertandingan tinju amatir tersebut, seharusnya bisa dicegah kalau saja aparat kepolisian yang menjadi alat negara bisa lebih peka dan cerdas membaca situasi.

Guna menghindari hilangnya nyawa manusia, mereka seharusnya bisa mengintervensi dan meminta panitia menghentikan kegiatan tersebut. Atau lebih tegas lagi, mereka tidak memberi ijin keramaian pada pertandingan tinju tersebut kalau sejak awal "mencium" ada sesuatu yang tidak beres. Tetapi kelalaian alat negara ini membuat korban manusia tidak berdosa berjatuhan secara sia-sia.

Sudah saatnya negara dan aparatnya berbenah dan berefleksi diri, lebih cepat tanggap dan mengatasi persoalan mulai dari akarnya dan dilakukan secara sistematis. Hentikan kebiasaan menyelesaikan persoalan yang hanya muncul di permukaan dan bersifat sesaat, tanpa menyentuh persoalan paling mendasar. Tanpa itu, maka kematian yang sia-sia akan terus berlangsung di negeri. Padahal tugas negara untuk mencegah dan menghentikan itu. (Alex Madji)

Foto Ilustrasi diambil dari elsunnah.wordpress.com

Rabu, 26 Juni 2013

Menelisik Agama Neymar

Neymar adalah pemain muda Brasil yang paling bersinar di Piala Konfederasi 2013. Aksinya menawan. Olah bolanya indah dan enak ditonton. Dan yang terpenting, selalu mencetak gol dalam tiga pertandingan Grup A. Masing-masing satu gol ke gawang Jepang, Meksiko, dan Italia. Berharap, pada laga semifinal melawan Uruguay pada Kamis (27/6) dini hari WIB juga bisa merobek gawang Fernando Muslera.

Kepiawaiannya di atas lapangan hijau itu mengundang decak kagum banyak orang. Barcelona pun kepincut sehingga cepat-cepat mengikatnya dengan kontrak untuk waktu yang cukup panjang. Nah, kita tunggu aksi-aksi menawannya di Camp Nou bersama pemain terbaik dunia empat kali berturut-turut, Lionel Messi.

Tetapi saya tidak ingin mengulas lebih panjang kiprah pria bernama lengkap Neymar da Silva Santos Junior itu dan bagaimana aksinya bersama Lionel Messi musim mendatang. Saya hanya mau menelisik informasi di luar lapangan sang bintang, terutama terkait agamanya. Kira-kira apa agama Neymar ya?

Beberapa sumber memberi jawaban yang berbeda masalah yang sangat privat ini. www.hollowverse.com memberi informasi bahwa pria 21 tahun kelahiran Sao Paulo dan bertumbuh di Sao Vicente dan Santos itu adalah seorang penganut Katolik. Meskipun, di lapangan dia tidak pernah membuat tanda salib setiap kali setelah mencetak gol atau saat nyaris mencetak gol seperti yang dilakukan Ronaldinho atau Lionel Messi.

Disebutkan, di mulutnya, Neymar mengaku seorang penganut Katolik. Tetapi bukan seseorang yang taat menjalankan agamanya itu. Walaupun dia menjalankan prinsip-prinsip dasar Katolik. Dicontohkan, dia tidak melakukan tindakan aborsi saat gadis berusia 17 tahun dihamilinya. Mantan pemain Santos ini memelihara janin tersebut hingga lahir dan memelihara anaknya itu hingga saat ini.

Bukti lain yang disodorkan situs tersebut soal kekatolikan Neymar adalah saat dia "mengutuk" kebijakan klub Skotlandia, Glasgow Rangers yang tidak membolehkan pemain-pemain Katolik membela klub itu dan fan klub tersebut yang “anti” Katolik. "Saya bukan malaikat, tetapi saya menghormati semua agama. Tetapi kasus ini tidak mencerminkan seluruh rakyat Skotlandia. Skotlandia memiliki masalah karena pendukung Rangers membenci semua hal yang berbau Katolik. Rangers menolak para pemain Katolik selama bertahun-tahun dan mereka didenda UEFA karena meneriakkan kata-kata pelecehan ras. Tidak ada tempat untuk rasisme di dunia sepakbola," tulis situs tersebut mengutip sebuh forum, Talkceltic.net.

Sebuah majalah terkemuka di Brasil, Placar, dalam satu edisinya membuat gambar sampul Neymar yang disalibkan seperti Yesus. Kepala Yesus yang tersalib digantikan oleh wajah Neymar. Majalah ini mau mengeritik soal penampilan Neymar yang melempem bersama Seleccao. Sayang, kritik ini kemudian mendapat protes keras dari Konfederasi Para uskup Brasil atau CNBB.

Tetapi www.modernghana.com mengabarkan bahwa Neymar adalah seorang anggota Gereja Babtis. Media ini mengutip kata-kata Neymar, yang sayangnya tidak disertai sumbernya. "Agama adalah segalanya untuk saya. Tuhan selalu membantu saya. Dialah satu-satunya yang memberikan segalanya untukku. Saya bersyukur kepada-Nya setiap hari. Saya memang tidak punya banyak waktu untuk kebaktian di gereja, tetapi kalau ada kesempatan, saya cepat-cepat ke Gereja Babtis. Saya anggota gereja itu sejak kecil. Saya juga rutin memberi perpuluhan dari apa yang saya dapat," tulis media itu tanpa menyebutkan sumber pada 13 Mei 2013.

Sementara www.wiki.answers.com menjawab Neymar seorang kristen. Ada pula yang iseng menjawab di situs yang sama bahwa Neymar seorang muslim.

Lalu apa agama Neymar? Tidak ada yang terang. Mungkin sepakbola. Dia terlahir dari keluarga sepakbola dan dia hidup dari dan untuk sepakbola. Tidak usah peduli apa agamanya. Nikmati saja permainannya yang indah dan menawan baik bersama Timnas Brasil maupun nanti bersama Barcelona. (Alex Madji)

Foto Neymar ini diambil dari www.bbc.co.uk




Senin, 24 Juni 2013

Kesuksesan yang Bermakna ala Merry Riana

Jumat, 21 Juni 2013 siang di Central Park. Mal besar di kawasan Jakarta Barat. Sebuah acara digelar di tengah himpitan rak-rak buku, Toko Buku Gramedia. Peluncuran buku "Follow @MerryRiana" karya Debbie Widjaja terbitan Gramedia Pustaka Utama.

Baik tokoh yang ditulis dalam buku itu, Merry Riana, maupun sang penulis sendiri hadir. Suami Merry Riana, Alfa, juga datang. Tapi dia berdiri jauh di belakang begitu banyak orang yang ingin mendengar kata-kata motivasi sang motivator perempuan nomor satu di Asia itu, mengenakan kaus hitam bertuliskan "Follow @MerryRiana".

Ini adalah buku keempat tentang Merry Riana baik yang dia tulis sendiri maupun ditulis orang lain. Dan, pada setiap peluncuran buku, Merry Riana yang selalu tampil dengan balutan blus atau jas merah menyala itu menyemangati audiensnya. Khas motivator.

Dia menyuntikkan semangat dan dijawab dengan kata-kata kunci "Pasti Bisa" oleh audiensnya yang mayoritas anak-anak muda. "Saya memberi apresiasi terbesar kepada kalian semua yang sudah baca buku terakhir ini "Follow @MerryRiana"," ucapnya.

Pada bagian lain dia mengungkapkan kebanggannya karena Presiden @SBYudhoyono juga sudah mention di twitternya soal buku tersebut. Kata SBY, buku ini sangat inspiratif. Alumnus SMA St Ursula Jakarta dan Nanyang Technological University Singapura itu pun sudah me-review mention sang presiden.

Menurut Merry Riana, dia tidak sekedar mencapai kesuksesan. Tetapi kesuksesan yang diraih itu harus berdampak dan memberi makna bagi orang lain di sekitarnya. Hanya dengan begitu menjadi kaya atau sukses tidak menjadi hampa. Sebab, kata dia, banyak orang sukses tapi mengalami kehampaan dalam hidupnya dan akhirnya bunuh diri.

Nah, untuk mencapai kesuksesan yang bermakna seperti itu, ada dua jalan yang harus ditempuh. Pertama, “the right direction” atau direksi yang benar. Kedua, “the right strategy” atau strategi yang benar. Kedua hal ini harus berjalan bersamaan dan tidak hanya mengandalkan salah satunya. Tidak meniadakan satu sama lain. Komplementer.

Ada orang hanya memikirkan strategi untuk meraih kesuksesan. Karena itu dia mempelajari berbagai strategi untuk meraihnya. Tetapi jago dan pintar strategi pun kalau tidak disertai dengan “passion” yang benar maka kesuksesan yang dicapai akan menjadi hampa. Maka strategi itu harus dijalankan dengan “direction” yang benar.

"Secara materi kaya, tetapi mengalami kehampaan karena melewati proses direction yang salah," katanya.

Perihal buku "Follow @MerryRiana", Merry mengungkapkan bahwa buku ini berisi cerita tentang seorang mahasiswi yang terperangkap oleh kisah suksesnya. Kisah-kisah itu disampaikan dengan cara bertutur seperti novel. Intinya tetap satu yaitu kisah sukses yang diraih dengan dua strategi tadi; “the right strategy” dan “the right direction”.

Debbie Widjaja sendiri mengungkapkan bahwa hidupnya berubah total ketika bertemu Merry Riana untuk pertama kalinya di tempat yang sama. Sejak itu dia tergila-gila dengan ibu cantik dua anak itu, mem-follow-nya di akun twitter dan melahirkan karya tulis.

Padahal sebelumnya dia tidak terlalu suka dengan para motivator. Menurut gadis cantik ini, mereka hanya pandai memainkan kata-kata indah yang memang membangkitkan motivasi seseorang. Tetapi miskin praktek. Bedanya dengan Merry Riana adalah berkata karena pengalaman hidup dan melakukan apa yang dia katakan itu. Itulah yang mengubah dia dan pada akhirnya melahirkan buah karya tangan ini. Nah, bagi yang mau membaca silahkan membeli di toko-toko buku. (Alex Madji)