Jumat, 24 Juni 2016

Serang Teman Ahok, Senjata Makan Tuan

Selasa 21 Juni 2016 malam, pada sebuah acara televisi, politisi PDI Perjuangan Junimart Girsang mengungkapkan bawah “akan ada berita besar dari internal Teman Ahok pada pukul 13.00 WIB Rabu, 22 Juni 2016.” Menyusul pernyataan ini, Rabu pagi, seorang kenalan saya lalu bertanya berita besar apakah yang akan muncul siang itu di facebook.

Lalu pada Rabu, 22 Juni 2016 siang datanglah berita di media online hasil konferensi pers mantan Teman Ahok di sebuah kafe di Jakarta Pusat. Tiga di antaranya adalah Paulus Romindo, Dodi Hendaryadi, dan Richard Sukarno. Mereka menyebut bahwa Teman Ahok melakukan banyak manipulasi dalam mengumpulkan kartu tanda penduduk (KTP) dukungan untuk Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Banyak tuduhan dari kelompok ini terhadap Teman Ahok. Baca saja beritanya di sini.

Setelah berita ini muncul di media online, di media sosial muncul beragam reaksi. Umumnya menyerang balik mantan teman Ahok tersebut. Kelompok mantan teman Ahok ini dicap sebagai orang bayaran pihak tertentu. Media sosial kemudian membongkar latar belakang mereka.

Ternyata, mereka ini adalah anggota kelompok organisasi masyarakat bentukan dan dipimpin politisi PDI Perjuangan. Simak saja informasi teman facebook saya ini dengan akun Hery Lesek: Ia menulis begini (saya kutip apa adanya):

"Lagi-lagi, POSPERA; ........... Dari kemaren malam, 21 Juni hingga pagi ini 22 Juni 2016 ketua DPW Pospera Alex Sondang Hutagalung menghubungi sejumlah relawan temanahok yang juga anggota Pospera. Alex memaksa sejumlah orang yang dihubunginya itu tersebut untuk keluar dari relawan temanahok dengan iming-iming uang THR. bahkan sebagian diantaranya dipaksa untuk hadir di acara preskon di Cikini tadi pagi jam 10.00. mereka diminta untuk memberi keterangan agar menjatuhkan proses pengumpulan KTP temanahok yang sudah mencapai angka 1 juta tersebut.

akhirnya hanya lima orang saja yang bersedia mengikuti ajakan Alex, yaitu Paulus Romindo, Dodi Hendrayadi, Richard Sukarno, Dela yang juga merupakan anak dari Richard Sukarno, dan Khusnul Nurul. Dodi dan Richard sudah dikeluarkan dari keanggotaan relawan Temanahok per februari 2016 itu terjadi menjelang proses pengumpulan KTP baru (Ahok - Heru). mereka dikeluarkan karena berbuat curang dengan menggandakan KTP dan juga KTP bodong yang secara jelas sudah diatur dalam peraturan sebagai anggota relawan temanahok.

Kejadian ini sangat kental kaitannya dengan ancaman yang pernah dilontarkan oleh Adian Napitupulu (Ketua Pospera) bahwa akan ada gesekan antara relawan temanahok dengan relawan Jokowi. Pospera juga sangat kental kaitannya dengan PDIP, dimana Adian merupakan anggota DPR dari PDIP. PDIP semakin kental terasa perannya karena pada acara ILC 21 Juni 2016, Junimart Girsang mengatakan bahwa 14 jam lagi temanahok akan mendapatkan serangan lagi yang kemudian pas waktunya dengan acara konfrensi pers dari eks-temanahok di Cikini.

Catatan tambahan :
•cerita ini disampaikan oleh salah satu relawan yang dipaksa oleh Alex untuk keluar dari relawan temanahok.
•Peran Alex selama di Pospera adalah sebagai pembagi dana jika Pospera akan melakukan aktivitas lapangan.
•Richard ini pekerjaannya adalah sebagai Debt Collector
•Semua yang dikeluarkan ini sudah pernah kena surat peringatan karena berbuat curang demi mendapatkan uang transportasi. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Amalia bahwa jika relawan hanya mengejar uang, maka tidak akan bisa bertahan karena memang perjuangan relawan temanahok bukan demi mengejar keuntungan, tetapi merupakan panggilan jiwa.”

Akun lain menampilkan foto Richard Sukarno yang diambil dari akun facebook-nya. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak dengan kaus merah berlogo PDI Perjuangan di dalamnya. Lalu disimpulkan bahwa ternyata orang ini adalah kader partai moncong putih.

Sentimen yang muncul di media sosial dan media online adalah bahwa penggembosan terhadap Teman Ahok ini dilakukan oleh kader PDI Perjuangan. Mungkin mereka kecewa karena Ahok tidak juga tunduk meski sudah diseruduk. Sementara partai pemenang pemilu 2014 itu sudah kalah langkah dari dari Nasdem, Hanura, dan Golkar yang memilih mendukung Ahok tanpa syarat. Makanya belakangan, kelompok ini sibuk mengklarifikasi seperti ini atau yang dilakukan Ardian Napitupulu ini.

Mungkin PDI Perjuangan ingin mengusung Ahok, tapi syaratnya harus meninggalkan kelompok independen. Dengan keluar dari kelompok independen ada ruang bagi mereka untuk nego dengan Ahok. Sementara posisi mantan bupati Belitung Timur itu sudah di atas angin. Dengan satu juga KTP yang sudah berhasil dikumpulkan Teman Ahok, ia bisa maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017 tanpa harus lewat partai politik. Bergaining position Ahok sangat tinggi.

Untuk menjatuhkan Ahok, tampaknya sulit. Berbagai kasus, mulai dari kasus reklamasi pantai utara Jakarta sampai Sumber Waras belum juga mampu merubuhkannya. Sekarang mereka mencoba menyerang lewat kelompok Teman Ahok. Sayangnya, serangan ini justru melahirkan serangan balik yang merugikan PDI Perjuangan alias senjata makan tuan. Minimal, itu yang terbaca di media sosial. (Alex Madji)

Jumat, 10 Juni 2016

Yang Penting Ahok Jadi Gubernur!

Saya dan istri sudah menyerahkan kartu tanda penduduk (KTP) ke Teman Ahok untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dua kali malah. Pertama, pada hari kedua lebaran tahun lalu (2015) di Citraland. Saat itu, dukungan masih tunggal. Ahok seorang.

Kedua, setelah “dikasih masukan” oleh Yusril Ihza Mahendra yang juga berniat maju dalam pilkada DKI Jakarta 2017, maka dukungan untuk Ahok harus dengan pasangannya. Dengan sigap, Ahok memilih anak buahnya, Heru Budi Hartono. Ia menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Saya dan istri pun menyerahkan dukungan untuk pasangan tersebut. Kali ini, formulir diambil di posko Teman Ahok, diisi di rumah, lalu dikembalikan. Tentu saja lengkap dengan foto kopi KTP.

Intinya, saya mau mendukung Ahok. Berpasangan dengan siapa pun dia, saya dukung. Saya ingin DKI Jakarta yang dari hari ke hari semakin tertata dan bermartabat. Enak ditempati dan bersahabat. Tapi dukungan saya itu diberikan murni karena Ahok tidak punya partai politik dan ia tidak ingin disandera parpol.

Tapi perkembangan politik menjelang Pilkada DKI Jakarta ini bergulir begitu cepat. Dalam satu pekan terakhir, PDI Perjuangan memberi isyarat sangat jelas bahwa mereka mau mendukung Ahok. Tapi syaratnya, Ahok harus berpasangan dengan kader si Moncong Putih. Nama Wakil Gubernur saat ini, Djarot Saifulah Hidayat, sang kader, disebut-sebut akan diduetkan kembali. Sebelum signal-signal ini dimunculkan, bergulir rumor bahwa Heru mengundurkan diri dan takkan mendampingi Ahok pada pilkada tahun depan.

Kredit Foto: Temanahok.com

Signal bahwa Ahok akan masuk kandang banteng itu semakin benderang saat dia menghadiri haul Taufiq Kiemas di kediaman Megawati Soekarnoputri, istri Taufiq dan Ketua Umum PDI Perjuangan. Diperkuat lagi dengan pernyataan Ahok bahwa ia adalah orangnya Mega. Padahal sebelumnya, Partai Nasdem dan Hanura sudah lebih dahulu mendukung Ahok tanpa syarat.

Kondisi ini membuat Teman Ahok galau. Mereka masih sangat ingin agar Ahok maju lewat calon Independen. Apalagi syarat untuk itu sudah tercapai. Bahkan target 1 juta dukungan KTP tinggal selangkah lagi tercapai. Sekarang sedang dilakukan hitung mundur menuju satu juta KTP.

Pada saat bersamaan seorang teman saya, melakukan survei kecil-kecilan di media sosial facebook. Pertanyaannya, menurut Anda lebih baik Ahok maju secara independen atau lewat partai politik (koalisi PDI Perjuangan)? Sebagian besar "responden" menjawab, sebaiknya Ahok maju dari calon Independen. Hanya saja, yang buat survei itu adalah seorang warga Bekasi. Hahahahaha.

Terlepas dari itu, bagi saya tujuan mendukung Ahok adalah mengantar mantan Bupati Belitung Timur itu kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta. Karena ia tidak punya parpol maka saya mendukungnya lewat jalur independen. Tapi kalau sekarang ada partai, yang tidak perlu berkoalisi dengan partai lain mengusung Ahok, saya kira itu sangat bagus. Tidak juga berarti bahwa dengan begitu KTP saya menjadi mubazir. Tidak. Dengan didukung partai maka peluang Ahok dijegal, termasuk lewat revisi UU Pilkada bisa terhindarkan.

Dengan kendaraan apa pun Ahok maju pada Pilkada nanti, baik melalui jalur independen maupun lewat partai politik, saya tetap akan memilihnya. Sebab, sejak awal tujuan saya adalah mendukung Ahok menjadi gubernur. Itu saja. Apa pun kendaraannya, yang terpenting Ahok jadi gubernur. Asal bukan Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno, apalagi Ahmad Dani dan Haji Lulung. Jadi, Teman Ahok tak perlu galau dengan dukungan PDI Perjuangan kepada Ahok. Toh Hanura dan Nasdem sudah lebih dulu mendukung. Belum lagi Golkar memperkuat posisi itu.

Justru kalau makin banyak partai mendukung Ahok, maka mereka mau mendengar rakyat. Sebab itulah esensi partai politik. Mendengar dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Bukan mengejar tujuan pribadi pengurus dan para elite-nya. (Alex Madji)