Selasa, 22 Januari 2013

Sensasi Farhat Abbas


Pengacara Farhat Abbas belum lama ini membuat sensasi. Pertama dia berkicau beraroma SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) terhadap Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di akun twitternya. Dia menyebut Ahok "Cina". Kicauan itu muncul setelah mantan Bupati Belitung Timur itu mengatakan bahwa nomor polisi B 2 DKI yang seharusnya dipakai Wakil Gubernur DKI sudah dipakai orang.

Kicauan ini menimbulkan gelombang reaksi antipati terhadapnya. Sampai-sampai Anton Tabah yang berasal dari suku yang sama dengan Ahok ikut-ikutan marah. Di sebuah stasiun televisi, saat keduanya dipertemukan dalam suatu dialog, mereka mau "berantem".

Sensasi kedua adalah ketika dia menyebut dirinya sebagai orang yang layak dan akan maju sebagai calon presiden (capres) pada pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) 2014 mendatang. Bahkan dia mengklaim jauh lebih unggul dari Rhoma Irama yang sudah lebih dulu mendeklarasikan diri bakal maju pada pilpres tahun depan.

Berita ini menyebar luas di media online. Komentar pembaca di bawah berita tersebut pun tidak sedikit. Hampir semua menyebut Farhat Abbas bermimpi di siang bolong. Bahkan ada yang menyebutnya sinting. Ada pula pembaca yang meminta media online untuk tidak lagi memberitakan soal hasrat Farhat Abbas menjadi capres.

Saking tidak senangnya terhadap Farhat Abbas, muncul lelucon di grup blacberry messanger (BBM) yang berbunyi begini, "Untuk mendukung Farhat Abbas yang tengah mencalonkan diri jadi calon presiden, Nia Daniaty berniat merecycle dan merelease lagu lamanya menjadi: “Lekas-lekas Ngaca."

Masih banyak orang seperti Farhat Abbas yang gemar membuat sensasi untuk menarik perhatian publik. Ini bagian dari strategi untuk tetap menghidupkan ingatan publik akan diri mereka. Maklum, sering kali Farhat Abbas menjadi news maker, terutama dalam soak perkawinannya.

Sebenarnya, untuk strategi pemasaran, hal seperti ini penting. Asal, tidak seruduk, apalagi dengan menghina orang atau institusi lain. Juga, strategi itu harus dilakukan sesuai realitas. Strategi pemasaran yang dilakukan secara terukur dan positif pasti akan menghasilkan citra yang postifi. Kalau sebaliknya, hanya akan merusak citra. Atau bahkan, apa yang mereka lakukan dan ucapkan itu hanya untuk sebuah sensasi. Tidak lebih. (Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar