Kamis, 10 Januari 2013

Antara Jokowi 2014 dan SBY 2004


Lagi-lagi tentang Joko Widodo atau Jokowi. Sudah banyak artikel tentang Jokowi yang saya tulis di blog ini. Tetapi kali ini saya ingin menulis lagi tentang sosok ini, secara khusus berkaitan dengan pemilu presiden (pilres) 2014. Apalagi, Jokowi mulai disebut-sebut sebagai salah satu calon presiden (capres) pada pesta demokrasi lima tahunan itu.

Sebetulnya, isu Jokowo bakal maju pada pilres nanti sudah muncul sejak pemilihan umum kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta tahun lalu. Tetapi mulai awal 2013 yang disebut-sebut sebagai tahun politik, isu ini kembali berhembus. Bahkan, ibarat tiupan angin, bukan lagi sepoi-sepoi, tetapi sudah mulai kencang.

Beberapa hari lalu, Jokowi terpilih sebagai walikota terbaik nomor tiga di dunia, setelah berhasil memimpin Kota Surakarta selama tujuh tahun. Sesaat setelah itu, media-media online memunculkan berita apresiasi dari berbagai pihak atas keberhasilan mantan penguasa mebel tersebut. Sehari setelahnya, media-media itu mulai menyebut bahwa Jokowi bisa saja akan muncul sebagai salah satu capres 2014.

Kamis, 10 Januari 2013, misalnya, Partai Demokrat (PD) melihat bahwa Jokowi menjadi salah satu capres alternatif. "Dengan sukses dia di DKI dan juga sekarang masih terus berjuang membenahi Jakarta itu kan dia bisa jadi salah satu capres alternatif," kata Wasekjen PD, Saan Mustopa, Kamis (10/1/2013) di Jakarta seperti diberitakan Detik.com.

Ya, Jokowi memiliki kepemimpinan yang khas. Kepempinannya natural. Apa adanya. Tidak dibuat-buat. Apa yang biasa dilakukannya di Solo, diteruskannya di Jakarta. Salah satu kebiasaanya adalah pergi ke kampung-kampung yang di Jakarta kemudian dikenal dengan istilah blusukan. Gaya seperti ini kemudian “ditiru” oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Maka muncullah berita, terutama di media-media sosial, SBY blusukan ke kampung nelayan di Tangerang dan kemudian daerah Jawa Barat.

Ketika membaca berita-berita yang menyebut Jokowi sebagai salah satu capres alternatif dalam pemilu tahun depan, saya teringat cerita teman saya, seorang kader dan pengurus PDI Perjuangan dan berada pada lingkaran dalam Jokowi. Menurut teman ini, Jokowi disudah diultimatum oleh Ketua Umum Partai Moncong Putih itu, Megawati Soekarnoputri, untuk memberesi Jakarta dalam waktu dua tahun.

Hanya saja, sang teman tidak menceritakan kira-kira apa langkah lebih lanjut dari Megawati yang menjadi "pemegang saham" paling besar di PDI Perjuangan tersebut terhadap Jokowi. Tetapi teman ini mengatakan dengan bisik-bisik, Jokowi akan menjadi kuda hitam pada Pilpres 2014 mendatang. "Nanti kita lihat saja Lex," kata sang sahabat.

Apakah PDI Perjuangan akan mengusung Jokowi? Belum ada yang terang bendarang. Karena, hal itu akan sangat ditentukan oleh hasil pemilu legislatif pada April 2014. Tetapi pernyataan sang teman, seolah terkonfirmasi ketika ada pengamat politik, lagi-lagi saya baca di media massa, bahwa Jokowi harus diperhitungkan pada pilres nanti. Apalagi sosok ini sudah menjadi magnet tersendiri dalam peta perpolitikan Indonesia. Disebutkan pula bahwa sosok Jokowi menjadi nilai tambah bagi PDI Perjuangan dan menjadi jualan andalan mereka pada pemilu nanti. Paling tidak hal itu terlihat dari sejumlah hasil pilkada di daerah-daerah. PDI-P di Sulawesi Utara, masih kata teman tadi, ingin memberi gelar adat kepada Jokowi. Hanya saja Jokowi belum punya waktu untuk ke sana. Maklum efek Jokowi di provinsi yang berbatasan dengan Filipina Selatan itu, empat pilkada direbut oleh kader-kader PDI Perjuangan, termasuk di daerah-daerah yang selama ini dikuasai Golkar.

Jokowi sendiri, pada pilkada DKI Jakarta 2012 lalu memang menegaskan bahwa dia tidak akan berhenti di tengah jalan. Dia akan memimpin DKI hingga masa jabatannya berakhir. Tetapi pernyataan itu tetap saja politis. Dalam politik tidak ada yang pasti. Satu-satunya yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri, kata mereka yang senang berfilsafat. Dengan kata lain, bukan tidak mungkin Jokowi akan benar-benar muncul sebagai capres alternatif dan melibas calon-calon lain pada Pilpres 2014 nanti. Kira-kira sama dengan kemunculan SBY pada Pilpres 2014 silam yang semula tidak diperhitungkan, tetapi akhirnya mampu mengalahkan Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjadi calon incumbent. Mari kita menunggu saja seperti apa perkembangan selanjutnya. (Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar