Selasa, 18 Desember 2012

Paradoksal Kehidupan


Setiap hari saya melewati Jalan Pos Pengumben, Jakarta Barat. Setiap hari pula saya melihat seorang bapak tua menarik gerobaknya di antara himpitan kendaraan di pagi yang padat dan "muacet". Selalu bergerak ke arah Jalan Panjang. Dia tidak seorang diri. Selalu ditemani anak lelakinya. Kadang si bocah itu duduk manis di dalam gerobak tak beratap. Kadang mengikuti ayahnya di belakang gerobak yang sering kali masih kosong.

Sang bapak badannya ringkih. Setiap hari mengenakan kaus kaki, tanpa alas sandal, apalagi sepatu. Beberapa kali dia duduk di pinggir jalan untuk melepas lelah. Selalu bermandi peluh. Kadang menyeret kakinya sendiri pun susah. Entah dia "berkantor" di mana.

Ingin sekali bercakap dengan bapak ini bersama anaknya. Tetapi saya selalu merasa dikejar waktu pada pagi hari. Sehingga keinginan itu tak pernah terwujud. Pernah berharap menjumpainya pada sore hari ketika pulang kantor karena waktu agak longgar, tetapi selalu gagal.

Rabu, 19 Desember 2012, saya kembali berjumpa dengannya. Saya meminggirkan motor sebentar, lalu saya potret dia dengan kamera saku. Gambarnya saya pajang di sini. Tampak sekali dia lelah.

Apapun yang dia lakukan setiap hari bersama anaknya itu, si bapak ini sedang berjuang mempertahankan dan mengisi kehidupannya. Dengan segala keterbatasannya dia berjuang untuk tetap hidup, meski dengan cara yang menurut kita sangat sulit. Tetapi itulah hidup. Hidup ini memang sebuah perjuangan.

Tetapi sungguh tidak adil, ketika menemukan bahwa segelintir orang (pejabat) berfoyah-foya dan pesta pora di atas penderitaan orang-orang seperti ini. Pajak atau anggaran negara yang seharusnya diperuntukkan bagi orang-orang seperti ini, masih ditilep juga untuk menggenduti dirinya sendiri dan keluarga serta kroni-kroninya.

Mudah-mudahan para pejabat yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan lebih mengutamakan orang-orang seperti bapak tadi yang tersebar luas di seluruh Indonesia daripada mementingkan diri mereka sendiri. Tanpa menilep urang rakyat, sesungguhnya para pejabat negara itu sudah bisa hidup layak dan mewah.

Hai para aparat negara janganlah maruk. Tugas kalian adalah mensejahterakan/melayani orang-orang seperti bapak tadi. Untuk itulah kalian digaji oleh uang rakyat. Dan, bukan untuk mencuri uang rakyat, seperti yang marak terjadi saat ini. (Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar