Jumat, 02 November 2012

Mengalahkan Egoisme


Sabtu, 3 November 2012 suasana yang saya alami adalah pernikahan. Sebenarnya suasana ini sudah berlangsung dalam beberapa hari ini. Karena itu, kali ini saya menulis saja tentang pernikahan, sambil menunggu topik yang lebih menarik lagi untuk ditulis di blog ini. Tetapi tulisan ini bukan nasihat, tetapi lebih sebuah pengalaman, baik pengalaman orang maupun pengalaman sendiri.

Begini, Sabtu 3 November 2012 ini seorang saudara saya melangsungkan pernikahan. Ini babak baru dalam kehidupan di mana dia akan tinggal dengan orang yang berjenis kelamin lain dalam satu rumah. Bukan hanya itu, dia akan tinggal dengan orang yang berbeda karakter dan memiliki latar belakang budaya dan tradisi yang berbeda pula.

Belum lama ini saya mendapat curhat alias curahan hati dari seorang teman lawas yang menceritakan bahwa dia sudah berpisah dari pasangannya. Usia pernikahan mereka masih sangat muda. Belum sampai 10 tahun. Tetapi mereka sudah berpisah. Masalahnya sepele. Tetapi gara-gara masalah sepele itu, kehidupan rumah tangga pun menjadi tidak akur. Padahal, masalah-masalah itu pasti bisa diselesaikan, kalau saja keduanya mau saling pengertian.

Sayangnya, teman saya ini tidak ingin untuk memulihkan hubungan dengan pasangannya itu. Dia menuntut pasangannya berubah dari cara hidup dan cara pandang, yang menurutnya, tidak bagus. Sementara dia sendiri tidak mau berubah dari tuntutan yang sampaikan pasangannya.

Teman lain lagi bercurhat tentang seringnya dia berantem dengan pasangan hidupnya di rumah. Masalahnya juga sepele. Teman saya ini hal-hal sepele itu sebagai masalah, bahkan masalah yang serius. Sementara pasangannya menilai itu bukan masalah. Tetapi, gara-gara itu mereka harus melakukan aksi mogok bicara untuk beberapa hari. Untunglah, kemudian mereka mau melakukan gencatan senjata dan kemudian sama-sama mendayung lagi bahtera rumah tangga mereka.

Dari curhat dua teman tadi, maka persoalan pokok yang akan dihadapi oleh pasangan baru menikah adalah egoisme. Egoisme adalah sikap dimana seseorang tidak memikirkan dan mengindahkan yang lain (pasangannya), tetapi hanya mementingkan diri sendiri. Sikap ini banyak menimbulkan persoalan dalam masa-masa awal kehidupan rumah tangga.

Hari pertama setelah nikah pasti mereka akan sama-sama kaget. Dari biasa berada sendiri-sendiri, kini harus berdua. Dari kebiasaan tinggal sendiri di kos, kini harus hidup berdua dalam satu rumah. Kalau dalam kehidupan sendiri, kita adalah tuan dan raja atas diri kita sendiri dan mau pergi kemana saja, kita bebas. Tidak perlu ijin atau sekedar memberi tahu kepada siapa pun. Tetapi setelah hidup berdua, kita sudah diawasi dan mengawasi. Kemana pun kita pergi, selalu memberitahu. Begitupun sebaliknya. Ini hal-hal kecil tetapi tak jarang bikin hari-hari indah sesudah pernikahan menjadi tidak enak.

Karena itu, egoisme harus diredam demi hidup bersama yang baik dan harmonis. Selain itu keterbukaan juga penting untuk mencapai kesepahaman dan saling pengertian di antara pasangan masing-masing. Meski kecil, menjalankannya tidak mudah. Tetapi kutipan ini penting diperhatikan, "Barang siapa setia dalam perkara-perkara kecil, dia akan setia juga dalam perkara-perkara besar." (Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar