Selasa, 22 November 2011

Berharap Banyak pada Rahmad Darmawan


Ini lagi-lagi catatan tentang sepakbola. Tentang hasil laga final cabang olah raga paling popular di dunia pada SEA Games ke-26 antara Indonesia versus Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senin, 21 November 2011. Pada laga itu, Indonesia kalah melalui adu tendangan penalti 3-4 setelah bermain imbang 1-1 selama 120 menit.

Indonesia unggul lebih dulu melalui gol tandukan bek Gunawan Dwi Cahyo pada menit ke-6 menyambut bola hasil sepak pojok Okto Maniani. Gunawan Dwi Cahyo yang berdiri bebas di dekat tiang gawang jauh langsung menyundul bola ke gawang Malaysia dan gol. Kedudukan 1-0.

Setelah gol itu, ritme permainan justru dikuasai Malaysia. Mereka mengandalkan umpan-upan atas yang akurat plus sentuhan dari kaki ke kaki yang bagus, meski berlangsung dalam tempo yang agak lamban. Sementara para pemain tim Garuda Muda mengandalkan umpan-umpan menyusur tanah disertai kesalahan sendiri yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Penguasaan bola yang dominan oleh Malaysia pasca gol cepat Indonesia itu, akhirnya membuahkan hasil. Pada menit ke-33, Malaysia berhasil menyamakan kedudukan melalui sundulan bek Omar Asraruddin. Gol ini terbilang unik. Omar harus menjatuhkan dirinya untuk menyundul bola di dalam kotak penalti menyambut umpan kapten tim Bachtiar Badrul. Bola itu melintas di antara dua bek Indonesia dan menyusur tanah ke pojok kanan gawang Indonesia dan tidak terjangkau Kurnia Mega. Kedudukan 1-1 bertahan hingga menit ke-120.

Sebenarnya dua kali Indonesia menjebol gawang Malaysia. Satu melalui Titus Bonay (Tibo) dan satu lagi melaui pemain pengganti Ferdinand Sinaga. Tetapi dua gol itu dibatalkan wasit karena pemain Indonesia terperangkap off side sebelumnya. Ferdinand Sinaga, misalnya, sudah berlari ke pinggir lapangan untuk merayakan golnya. Tetapi hakim garis mengangkat bendera membatalkan gol itu karena Okto Maniani yang menyambut bola umpan dari sayap kanan pertahanan Malaysia dengan kepalanya terlebih dahulu terperangkap off side.

Anti Klimaks
Penampilan Indonesia pada partai final ini, menurut saya, tidak seatraktif ketika mereka mengalahkan Vietnam 2-0 di semifinal. Pressing football dengan permainan cepat tidak terlalu tampak. Kemungkinan karena para pemain lelah. Sebab mereka hanya istirahat satu hari sebelum tampil di laga final.

Pada semifinal, permainan pressing football Tibo dan kawan-kawan sangat memukau. Ini yang membuat Vietnam keteteran. Pada laga final, para pemain Indonesia justru terperangkap dalam strategi dan taktik permainan Malaysia yang ingin mengurangi tempo. Strategi dan taktik Malaysia ini berhasil, paling tidak pada babak pertama.

Keberhasilan taktik Malaysia lainnya adalah mereka bisa mengunci Patrich Wanggai. Dia tidak diberi ruang tembak sedikit pun. Penjagaan begitu ketat membuat pemain ini mati gaya. Tidak ada aksi-aksi berbahaya yang dilakukan pemain Persidafon ini. Hanya satu kali dia melakukan tembakan kaki kirinya dari dalam kotak penalti. Tetapi bola tendangan itu melebar di luar jaring. Hanya Titus Bonay yang sering kali terlepas dari penjagaan ketat para pemain belakang Malaysia berkat keberaniannya bertarung dan berduel dengan pemain lawan dan beberapa kali mengancam gawang lawan. Akibat kengototannya dalam bermain, beberapa kali juga dia dijatuhkan pemain lawan.

Sementara dari sudut kebugaran, baik Indonesia maupun Malaysia, kualitasnya sama. Malahan kelihatannya, Indonesia lebih bagus. Sebab pada 15 menit terakhir waktu normal dan masa perpanjangan waktu, stamina para pemain Malaysia kedodoran. Indonesia mengepung pertahanan Singa Malaya. Hanya saja, anak-anak asuh Rahmad Darmawan tidak mampu memanfaatkan kelelahan fisik para pemain Malaysia itu. Mereka juga kesulitan membongkar pertahanan Harimau Malaya.

Akibatnya, peraih emas SEA Games 2011 cabang sepakbola harus ditentukan melalui adu tendangan penalti. Faktor mental, ketenangan, dan akurasi tendangan ke gawang sangat menentukan. Bagi tim Indonesia, ironis bahwa justru Gunawan Dwi Cahyo termasuk yang gagal memasukkan bola ke gawang. Ferdinand Sinaga juga gagal mengeksekusi tendangan 12 pas. Arah tendangan keduanya sama, ke sisi kanan gawang. Tendangan menyusur tanah Gunawan membentur tiang gawang. Sementara tendangan kaki kiri Ferdinand Sinaga yang sangat lemah dengan mudah dikuasai kiper Malaysia. Di pihak Malaysia, hanya satu orang yang gagal mengeksekusi tendangan penalti. Mereka akhirnya menang 4-3. Pelatih kepala tim nasional U-23 Indonesia Rahmad Darmawan mengakui, tim Malaysia lebih siap untuk adu tendangan penalti.

Meski demikian, kekalahan Indonesia pada laga final ini terbilang cukup terhormat. Meskipun faktanya, Indonesia tetap kalah dan pencinta sepakbola yang begitu besar di negeri ini kecewa. Apalagi kalah dari musuh bebuyutan Malaysia di kandang sendiri pula. Menjadi juara umum SEA Games menjadi kurang afdol karena tidak dilengkapi dengan emas dari cabang sepakbola.

Terlepas dari itu, penampilan anak-anak asuh Rahmad Darmawan selama turnamen ini cukup menjanjikan masa depan sepakbola Indonesia yang lebih baik dan patut diacungi jempol. Hanya saja, yang perlu diperhatikan serius adalah pembentukan mental bermain dan mental juara, ketenangan saat bermain dan tidak cepat puas. Para pemain Indonesia patut mencontohi para pemain Malaysia yang kelihatan sekali memiliki mental juara.

Nah, mari kita berharap banyak kepada Rahmad Darmawan. Mudah-mudahan dia bisa membawa sepakbola negara ini berkembang pesat. Tanamkan mental juara pada setiap pemain. Para pemain juga harus ditempa untuk memiliki mental bertarung demi kebanggaan dan harga diri bangsa. (Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar