Kamis, 04 Agustus 2011

Partai SRI=PIB?


Partai SRI (Serikat Rakyat Independen) resmi mendaftar ke Departemen Hukum dan HAM pada Rabu, 3 Agustus 2011 pukul 14.00 WIB. Partai ini mengusung mantan Menteri Keuangan yang kini menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati sebagai calon presiden pada pemilu 2014.

Sejumlah tokoh pers, cendikiawan, dan lembaga swadaya masyarakat masuk ke partai baru ini. Sebut saja misalnya, Todung Mulya Lubis, Arbi Sanit, Rocky Gerung, Fikri Jufri dan sebagainya. Duduk sebagai ketua umumnya adalah Damianus Taufan.

Orang-orang ini bukanlah orang baru dalam berpartai. Sebagian besar dari nama-nama yang disebutkan di atas pernah menjadi pengurus dan think tank Partai Indonesia Baru (PIB) pimpinan almarhum Sjahrir. Damianus Taufan, misalnya, adalah bekas pengurus PIB. Rocky Gerung disebut-sebut sebagai ideolognya PIB. Meskipun secara struktur tidak duduk dalam partai itu. Dia bersama Chatib Basri duduk di Perhimpunan Indonesia Baru. Sementara Fikri Jufri juga menjadi salah satu tokoh di partai tersebut bersama Sabam Siagian yang pernah menjadi calon anggota DPR mewakili daerah pemilihan Papua pada 2004 lalu, tetapi gagal.

Melihat para aktivis dan pengurus partai itu, maka tidak berlebihan kalau Partai SRI ini adalah “revitalisasi” PIB. Bahkan, saya bisa katakan, Partai SRI adalah “Partai Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia”. Pasalnya, sebagian besar nama yang disebut di atas adalah orang-orang UI. Apalagi tokoh kunci dalam dua partai itu, almarhum Sjahrir, dan Sri Mulyani Indrawati adalah orang FE UI. Dalam bidang akademis, keduanya tidak perlu diragukan lagi. Mereka adalah jagoan ekonomi di republik ini dan diakui dunia.

Tetapi pertanyaan pokoknya kemudian adalah apakah Partai SRI ini bisa sukses pada 2014 dan berhasil mengantar Sri Mulyani ke Medan Merdeka Utara seperti Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)? Ataukan dia mengulangi capaian PIB yang hanya menjadi partai nol koma dan akhirnya tidak berhasil menghantar Sjahrir sebagai calon presiden pada pemilu 2004. Padahal, acara deklarasi Sjahrir sebagai capres dilakukan secara megah di Hotel Indonesia sebelum pemilu?.

Para petinggi partai ini tentu saja optimis. Alasannya, seperti argumen Arbi Sanit, pengamat politik dari UI itu, Sri Mulyani adalah satu-satunya tokoh berkaliber internasional saat ini dan dikenal sebagai tokoh yang tidak mau kompromi. Untuk konteks 2014, dialah satu-satunya tokoh yang mumpuni, setelah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak diijinkan konstitusi mencalonkan diri lagi.

Untuk memperkuat optimisme mereka, patutlah dikutip berita dari sebuah situs yang menyebutkan bahwa pada 2014, Sri Mulyani akan disandingkan dengan Letjen TNI (purn) Agus Widjojo. Diberitakan, pasangan ini sudah didukung Amerika Serikat. Bahkan pasangan ini didisain AS untuk menggantikan SBY pada 2014. Kalau rumor selama ini bahwa semua Presiden Indonesia adalah hasil disain AS benar, maka bukan tidak mungkin Sri Mulyani memang akan menjadi presiden mendatang.

Tetapi lupakan dulu disain AS itu. Kembali ke optimisme para pengurus Partai SRI. Para pengurus Partai SRI boleh saja optimis. Tetapi tanpa kerja keras, optmisme itu harus dikubur dalam-dalam. Lagipula, menurut saya, ketokohan Sri Mulyani saat ini juga belum menonjol amat.

Berbagai survei lembaga survei juga belum pernah menempatkan Sri Mulyani pada deretan teratas tokoh yang bakal muncul sebagai capres pada 2014. Sebaliknya, tokoh-tokoh lama seperti Megawati Soekarnoputri tetap bertengger di nomor teratas berbagai survei itu. Apalagi Sri Mulyani bukanlah tokoh yang sulit “dipotong” oleh lawan-lawan politiknya.

Karena itu, kerja keras baik dalam membangun infrastruktur partai maupun dalam menciptakan ketokohan Sri Mulyani adalah tuntutan mutlak. Sebab Sri Mulyani tidak bisa disamakan dengan SBY pada 2004. Tanpa kerja keras, Partai SRI dan Sri Mulyani hanya akan mengulangi sejarah PIB dan Sjahrir pada 2004 lalu yang diisi oleh orang-orang yang disebutkan di atas tadi. (Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar