Kamis, 04 Agustus 2011
Kuliahkan Anak dengan Jualan Kue
Ibu di samping ini sungguh luar biasa. Bukan hanya karena dia cantik. Tetapi lebih dari itu adalah perjuangan hidupnya untuk membiayai hidup keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya hingga di bangku kuliah.
Namanya Joice. Ibu asal Manado, Sulawesi Utara ini, hanyalah penjual kue. Ada macam-macam jenis kue dagangannya. Ada panada, pisang goreng, bolu, lontong, pisang kukus, dan bakpiao kacang hijau. Kue-kue itu dijajakannya di tiga tempat. Satu di kawasan kuningan, dan dua lainnya di kawasan Semanggi. Setiap jenis kue dijual dengan Rp 2.000.
Ke tiga tempat itu, dia membawa rata-rata 100-150 biji kue. Sementara kalau suaminya, Raymond, yang jualan, bisa bawa 250-300 biji. Pasalnya, suaminya itu bisa menjual ke lebih banyak tempat. Selain tiga tempat tadi, suaminya bisa jual ke Menara Sampoerna di kawasan Sudirman. Kalau semua laku, pasangan ini mendapat 300-500 ribu sehari. Saat ditanya, berapa keuntungan bersih yang mereka dapat, dengan polos ibu kuning langsat ini mengaku mendapat penghasilan bersih Rp 150-250 ribu per hari.
Kalau dikali bagi, penghasilan mereka bisa mencapai Rp 4-6 juta per bulan. Belum lagi, dia masih mendapat pesanan dari lingkungan gerejanya. Bahkan pesanan dari gereja bukan hanya kue, tetapi juga makanan khas Manado. "Puji Tuhan bisa menguliahkan anak di Manado," ucap ibu yang menyekolahkan dua anaknya di Universitas Adven di Manado.
Tetapi dia kadang mengeluh karena lelah melakoni pekerjaannya ini. Sebab, dia harus bangun subuh untuk bikin kue-kue itu, lalu pagi-pagi pula harus menjual sendiri ke beberapa tempat tadi. Ngider dengan sepeda motor dari kediaman mereka di bilangan Cililitan, Jakarta Timur menuju kawasan Kuningan dan kawasan Semanggi Jakarta Pusat.
Setelah jualan, dia masih harus belanja bahan kue lagi untuk hari berikutnya. Begitu terus setiap hari. “Capek sekali. Kalau suami saya yang jual kan, saya tidak terlalu capek. Setelah saya bikin kue, saya bisa istirahat,” ujar ibu tiga anak ini. Tetapi itulah perjuangan hidup.
Kena PHK
Kegiatan ini sudah dilakoni Joice bersama suaminya selama enam tahun terakhir. Semula, suaminya Raymond adalah pekerja kantoran. Tetapi pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 1999 membuat hidup mereka berubah. Meskipun, setalah PHK itu, Raymond masih mendapat pekerjaan lagi menjadi sopir.
Joice bercerita, usaha kue ini dimulai ketika teman-teman Raymond bosan dengan gorengan di dekat tempat kerja mereka. Dia lalu menyuruh Joice untuk membikin kue lalu dibawanya ke kantor. Bagai gayung bersambut. Teman-teman sopir Raymond menilai, kue bikinan Joice itu enak. Keesokan harinya dia diminta bawa lagi. Makin lama jumlah kue yang dibawa Raymond makin banyak.
Cerita tentang kue itu kemudian menyebar dari mulut ke mulut. Sampai akhirnya dia memilih untuk menekuni jualan kue dan berhenti dari pekerjaannya sebagai sopir. Raymond melakoni profesi itu dengan tekun dan setia.
Dia datangi bekas kantornya dan menawarkan sejumlah kantor lain, mula-mula ke komunitas sopir. Lama-lama karyawan kantor juga ikut menikmati kue dagangan pasangan ini.
Joice bertutur, beberapa hari terakhir ini Raymond kembali menjadi sopir. Tapi kali ini menjadi sopir keluarganya. Itulah sebabnya, Joice sendiri yang jalan dari kantor ke kantor mejajakan kue dagangannya. “Nggak enak. Keluarga sendiri,” ucapnya.
Kerja keras pasangan ini sungguh luar biasa. Mereka tidak kenal lelah. Tidak malu. Hasilnya pun diraih. Mereka bisa menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Inilah model perjuangan seorang rakyat jelata. (Alex Madji)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar