Minggu, 10 Februari 2013
Mengkudeta Anas, SBY Perlihatkan Wajah Aslinya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mengambil langkah penyelamatan terhadap Partai Demokrat yang oleng dan hampir tenggelam. Pendiri partai berlambang bintang Mercy itu mengambil alih kepengurusan di Dewan Pimpinan Pusat (DPP), menggeser posisi Anas Urbaningrum sebagai ketua umum. Alasannya agar Anas lebih fokus dan konsentrasi pada kasus hukum yang menjeratnya.
Tetapi langkah ini terbilang drastis dan kontraproduktif dengang nama "demokrat" serta slogan yang mereka propagandakan selama ini. Harus dibilang bahwa langkah pengambilalihan oleh SBY itu sama sekali tidak mencerminkan bahwa demokrasi hidup di internal partai itu. Jadi, hanya namanya yang demokrat, tetapi prakteknya sama sekali tidak demokratis.
Sebagai orang yang selalu mempromosikan demokrasi dan membanggakan demokrasi di Indonesia selama menjadi presiden Indonesia, SBY seharusnya mempraktekkan demokrasi itu mulai di internal partai. Sayang sekali, SBY hanya mempromosikan demokrasi ke luar, tetapi di internal partai dia mempraktekkan sebaliknya. Bahkan, cenderung otoritarian.
Dengan cara mengambil alih kendali partai secara keseluruhan dengan mendepak Anas Urbaningrum, bisa dibilang ini adalah praktek otoritarian dalam partai. SBY bisa saja menggunakan alasan bahwa itu dibenarkan oleh AD/ART partai, tetapi tetap saja bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi secara umum dari, oleh, dan untuk rakyat.
Apalagi Anas Urbaningrum tidak diangkat oleh SBY sebagai pemilik dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Anas dipilih melalui sebuah kongres. Kongres itu sendiri pun disebut berlangsung sangat demokratis, meskipun kemudian ada dugaan praktek politik uang dalam pemilihan itu seperti dituduhkan mantan bendahara Muhamadd Nazarudin selama ini.
Karena itu, bila Anas tidak becus memimpin partai, seharusnya SBY mendorong digelarnya kongres luar biasa (KLB) untuk mengganti anas. Ini cara yang lebih elegan dan demokratis dibandingkan menggunakan cara-cara militer yang mengkudeta Anas dari posisinya hanya dengan sebuah pertemuan di kediamannya di Puri Cikeas Indah.
Lebih tidak elegan lagi langkah SBY itu karea Anas belum ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam skandal pembangunan fasilitas olahraga Hambalang di Sentul Bogor. Padahal, kalau SBY sedikit bersabar menunggu keputusan KPK, mungkin langkah SBY itu ada sedikit pembenarannya.
Tetapi apapun, langkah SBY "mengkudeta" Anas sungguh memperlihatkan wajah aslinya sebagai tentara yang bisa melakukan segala cara untuk mencapai tujuan. SBY adalah seorag pensiunan jenderal bintang empat. (Alex Madji)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar