Senin, 29 Oktober 2012
Mimpi "TIJ" di Tengah Maraknya Media Online
Pertumbuhan media online di Indonesia makin subur. Setelah sekian banyak media online muncul, Satu lagi media online "The Indonesian Journalist" (TIJ) meluncur ke publik Indonesia bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2012. Karena itu, tema yang diangkat redaksinya untuk edisi perdana ini adalah Sumpah Pemuda.
Sejumlah wartawan senior dari berbagai media ikut bicara soal topik ini. Pemimpin Redaksi Suara Pembaruan dan Investor Daily Primus Dorimulu menulis "Jika Saya Presiden". Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Trias Kuncahyono menulis tentang "Zaman Edan dan Gerakan Mahasiswa". Sementara wartawan senior Mayong Suryolaksono menulis tentang "Nasionalisme Hanya Pepesan Kosong".
Masih ada beberapa pemimpin media online lainnya yang menulis di situ dengan judul tulisan yang bervariasi dan menguliti Sumpah Pemuda. Selain mereka, ada juga pengamat dan analis, tokoh agama, dan aktivis gerakan, seperti Direktur Eksekutif KPPD yang juga pakar dan pengamat Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, tokoh agama seperti KH Maman Imanulhaq, dan Noviandy Ginting, Ketua Presidium GMNI periode 2011-2013.
Narasumber utama untuk media baru ini adalah wartawan karena memang dia dibidani oleh para jurnalis. Bukan hanya itu. Arah media ini adalah dari, oleh, dan untuk jurnalis. Hal itu tergambar oleh tulisan sang Pemimpin Umum AM Putut Prabantoro yang mengklaim bahwa "Situs opini ini memang merupakan yang pertama di Indonesia dengan menitikberatkan wartawan sebagai narasumber. Rekan-rekan wartawan yang bergabung dalam TIJ melihat bahwa banyak rekan wartawan bahkan wartawan senior yang memiliki pemikiran baik dan mengagumkan untuk Indonesia. Namun sayang, mereka tidak memiliki ruang di medianya masing-masing karena terikat pada aturan kode etik jurnalisme dalam berkarya."
Putut melanjutkan, "Kami memulai dengan cara yang sederhana dan berharap bahwa yang sederhana ini akan mengubah cara pandang, berpikir dan bertindak bangsa ini dalam melihat dirinya. Tak perlu bertanya lagi, apakah kita peru berubah atau tidak. Yang perlu ditanyakan seberapa cepat kita berubah. Kecepatan perubahan ini akan menentukan ketahanan diri bangsa Indonesia untuk tetap berdiri tegak di tengah-tengah persaingan nilai-nilai global."
"Tanpa harus menggurui, apa yang dimuat dalam The Indonesian Journalist.com hanyalah sumbangsih kecil dari para kuli berita yang merasa prihatin akan masa depan negara, bangsa dan masyarakatnya yang tanpa tersadar sudah masuk dalam persaingan sengit Amerika dan Cina," tulis Putut lebih lanjut.
Ditutupnya, "Kami ingin bangsa dan negara ini mampu berdiri tegak dengan kekuatan sendiri di antara negara-negara lain dan pada akhirnya mampu menyejahterakan rakyatnya seperti yang dimaksudkan sila kelima Pancasila. Seperti peribahasa latin yang mengatakan, Quique Aliis Cavit, non Cavet Ipse Sibi - Siapa yang Suka Mengurusi Urusan Orang Lain, berarti Tidak Mampu Mengurus Dirinya Sendiri."
Meski menggunakan nama berbahasa Inggris, media ini semuanya ditulis dalam Bahasa Ingdonesia. Model huruf pada tulisan "The Indonesian Journalist" dengan tagline "jurnalisme tedas" juga mirip dengan "The New York Times", tetapi media ini tetaplah media berbahasa Indonesia. TIJ memiliki 13 kategori utama yaitu Merdeka, Kota Nusantara, Ekonomi, Politik Hukum, Humaniora, Pantura, Inspirasi, Perempuan, Jejak, Kesehatan, Lingkungan, Galeri, dan Resensi.
Pada kemunculan pertamanya ini, TIJ belum berbadan hukum. Paling tidak di laman Meja Redaksi, belum tertera badan hukum yang menerbitkan TIJ seperti CV atau PT. Sumber di dalam TIJ sendiri menyebutkan bahwa badan hukum ini dalam bentuk perseroan terbatas sedang dalam proses pengurusan dan baru akan rampung dalam waktu tiga bulan.
Di "Meja Redaksi" hanya tertulis awak redaksi dengan pemimpin Redaksi Algooth Putranto, mantan wartawan Bisnis Indonesia, Wakil Pemimpin Redaksinya Alexander Mering dan Redaktur Pelaksana Tunggul. Belum ada/belum tertulis awak redaksi seperti di media-media online lainnya atau media cetak. Sementara Putut Prabantoro bertindak sebagai pemimpin umum.
Sebagai media baru, TIJ memang masih perlu banyak pembenahan baik dari sudut isi maupun tampilan agar lebih menarik, lebih memikat, dan merangsang pembaca untuk kembali dan kembali lagi setelah kunjungan perdana. Meski demikian, tidak ada kata lain selain kata Salut dan bravo atas penerbitan TIJ dengan satu harapan semoga bisa bertahan dalam persaingan media online yang menjamur dalam mewujudkan mimpi-mimpi besarnya. (Alex Madji)
Foto: Alex Madji
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar