Minggu, 08 Juli 2012

Segelas Bir di Rua Augusta


Senin, 25 Juni 2012. Saya diajak Flori keliling Kota Lisbon. Kali ini naik kendaraan umum. Pagi-pagi sebelum sarapan, Flori pergi beli tiket seharga 18 euro di stasiun metro dekat biara. Tiket ini bisa dipakai untuk naik kendaraan umum apa saja seperti bis dan metro (kereta bawah tanah) untuk masa berlaku 24 jam.Kami jalan kaki dari rumah SVD ke depan jalan yang dilalui bis.

Belum lama menunggu, tiba-tiba bis datang. Kami naik dan turun di bundaran, semacam Bundaran Hotel Indonesianya Jakarta. Di situ ada tugu. Tetapi tidak ada air mancur. Di bundaran itu, ada angkutan pariwisata bernama Red Line. Flori beli tiket bis terbuka dua tingkat di beberapa gadis cantik di sana.Setiap turis yang naik bis itu dibagikan peta jalur-jalur yang dilewati bis tersebut dilengkapi juga dengan ear phone sehingga kita mendengar penjelasan tentang tempat-tempat yang dilewati.

Tinggal pilih bahasa yang tersedia di situ. Yang pasti tidak ada Bahasa Indonesia. Ada Inggris, Portugis, Spanyol, Jerman dan beberapa lagi.Kami turun dari bis ini di kawasan Kota Tua di bibir Sungai Tejo. Sungai ini sangat besar dan membelah Kota Lisbon. Saking luasnya sungai ini, sampai-sampai dibangun dua jembatan untuk menghubungkan dua bagian Lisbon. Satu jembatan lebih pendek dan satu lagi jembatan panjang hingga 16 kilo meter. Di jembatan yang lebih pendek, fungsinya banyak.

Paling tidak, bagian paling atas untuk mobil dan di bawahnya rel kereta api. Setelah lelah, kami duduk-duduk di Rua Augusta. Dalam sejarah, jalan ini adalah pintu masuk ke Lisbon jaman dahulu kala. Hasil-hasil perdagangan dari berbagai negara dulu masuk ke portugis melalu pintu gerbang yang tinggi dan megah itu. Di depannya, ada lapangan terbuka yang luas. Dulunya tempat itu adalah pasar untuk memperjualbelikan barang-barang yang dibawa dari berbagai negara tersebut, mungkin termasuk dari Indonesia. Kini Rua Augusta menjadi salah satu pusat keramaian di kawasan Kota Tua Lisbon. Gangnya luas. Bersih dan rapih. Di sisi kiri kanan ada toko-toko dan restoran. Beberapa restoran mendirikan tenda di tengah gang itu. Tidak sekdikit turis yang duduk di meja-meja yang tersedia di situ untuk melepas lelah dengan menyeruput jus atau segelas bir yang dingin.

Siang itu, nyaris tidak ada kursi yang kosong.Siang itupun kami duduk di salah satu meja. Kami pesan satu gelas bir yan ukuran kecil dan satu gelas jus yang semuanya habis 5 euro. Setelah lelah sedikit terusir dan peluh mulai kering, maklum hari itu Lisbon sangat panas, kami mampir makan siang di restoran cina di kawasan tersebut. Buffe. Ambil sendiri dan makan sampai kenyang. Yang pasti di sini ada nasi dan B2 dan ayam goreng. Tinggal pilih.Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan, menyusur gang-gang kota tua yang beralaskan batu-batu lempeng ukuruan kecil mengkilat yang tertata rapi. Jalan-jalannya tidak beraspal. Sebagai penggantinya adalah batu-batu lempeng berukuran kecil tadi.

Kami menaiki bukit mengunjungi Gereja Santo Antonius yang di Indonesia dikenal sebagai Santo Antonius dari Padua. Tapi di Portugal disebut St Antonius dari Lisboa. Di bawah gereja ada situs di mana Antonius lahir. Kami ke sana dan berdoa sejenak di tempat itu. Paus Yohanes Paulus II yang kini sudah jadi Beato juga pernah berdoa di ruang bawah tanah ini. Hanya ada satu tempat berlutut di sana. Gereja tersebut adalah bangunan kuno yang indah.

Di belakangnya, masih pada tanjakan yang sama, ada Gereja Katedral Lisbon. Gereja ini megah dan bagian belakangnya masih renovasi. Ceritanya, dalam gempa bumi dahsyat pada abad ke-17, hanya bagian belakang dari gereja ini yang runtuh. Sedangkan yang lain masih utuh. Memang, secara fisik gereja itu sangat kokoh, kuat dan tentu saja indah.Kami terus menyusuri bukit itu sampai ngos-ngosan hingga ke Kastil Jorge. Tidak seperti kastil di Warsawa, kastil ini tinggal puing-puingnya. Meskipun pada bagian tertentu dibuat restoran yang tentu saja harganya mahal dan hanya mereka yang ingin merasakan kemewahan makan di kastil yang datang ke situ dan berdompet tebal.

Kata Flori, di tempat itu juga sering di selenggarakan pernikahan. Pernikahan Kastil. Woowww, romantis sekali.Dari atas kastil yang terletak di puncak bukit, kita bisa melihat seluruh Lisbon, termasuk patung Kristus Penyelamat yang menyerupai patung Cristo Redentor di Rio de Jeneiro, Brasil (tempat ini juga sudah saya kunjungi) di seberang Sungai Tejo.Setelah puas menelenjangi Kota Tua Lisbon, kami ke kawasan rekreasi modern yang terletak di belakang Mal Vasco Da Gama. Lokasi ini juga terletak di bibir Sungai Tejo. Kami ke sini naik Metro. Setelah puas melihat dan menikamti teriknya matahari yang menyengat, kami kembali ke biara.

Tanpa sadar sepatu saya jebol, selain karena jalan kaki seharian di Lisbon, juga karena jalan kaki selama dua hari di Warsawa.Karena saya tidak bawa uang, kami kembali ke biara untuk kemudian keluar lagi beli sepatu sekalian makan malam. Malam harinya, jam 19, kami diajak makan malam oleh Pater Antonio SVD, anggota komunitas biara SVD Lisbon. Dia traktir kami di Mal Colombo yang tidak jauh dari biara sebenarnya.

Sebelum kembali ke biara itu tadi, kami sempat mampir di situ untuk beli sesuatu.Setelah makan steak campur nasi (saya dan Flori) dan steak plus kentang untuk Pater Antonio yang menghabiskan 78 euro untuk bertiga, kami masih melanjutkan makan es krim di bagian lain mal itu. Setelah itu kami cari sepatu. Astaga, Pater Antonio membelikan saya sepatu Timberland untuk menggantikan sepatu Geox saya yang jebol tadi.

Saya pun langsung pakai sepatu tersebut saat itu juga, sementara sepatu yang sudah jebol dimasukkan ke dus untuk selanjutnua dibuang ke tempat sampah di biara SVD Lisbon.Dari situ, kami mengunjungi paroki SVD di Lisbon. Sebuah gereja kecil dan sederhana. Di dalamnya ada Salib San Damiano di belakang altar yang terkenal di kalangan Fransiskan. Di tempat itu juga saya bertemu teman-temannya Flori dan berkunjung ke rumah salah satu keluarga yang sudah menganggap Flori bagian dari keluarga mereka dan letaknya tidak jauh dari gereja tersebut.Keluarga ini sangat ramah.

Meski saya tidak mengerti bahasa mereka, tetapi saya disambut dengan cipiki cipika dan masuk sampai lantai atas rumah mereka yang mungil. Bahkan mereka ingin agar saya lebih lama di Lisbon. Yah, inginnya sih begitu. Mereka minta nanti datang lagi bawa serta anak-anak dan istri. Tadinya, keluarga ini yang mentraktir kami makan malam, tetapi dibatalkan karena menerima ajakan Pater Antonio.Setelah bertemu mereka, kami kembali ke biara jam 10 malam. Biara sudah senyap. Hanya ada satu pastor yang masih lihat tivi, tetapi ketika kami masuk malah tivi yang nonton dia. Yang lain belum pulang, dan ada yang sudah tidur. Kami bertiga lalu lihat tivi di lantai satu sambil minum bir botol kecil. Setelah mata mulai kantuk, kami masuk kamar, karena keesokan harinya saya harus kembali ke Warsawa dan setengah tujuh harus ke Bandara Lisbon yang hanya 15 menit pakai mobil.

Selasa, 26 Juni 2012, saya diantar Flori dan Pater Antonio ke Bandara dengan sedan VW Pater Antonio. Setelah check in, kami ngopi-ngopi dulu. Lagi-lagi dibayar Pater Antonio. Kami lalu berpisah di situ. Saya masuk ruang tunggu untuk terbang ke Warsawa pukul 09.00, sedangkan Pater Antonio dan Flori ke Portugal Utara.Terima kasih Flori dan Pater Antonio serta para biarawan SVD di Lisbon, Fatima, dan Almorova yang telah menerima saya dengan hangat selama berada di negeru Cristiano Ronaldo itu. (Alex Madji)

Keterangan foto: Inilah Rua Augusta, salah satu pusat keramaian di Kota Tua Lisbon. Zaman dulu, ini adalah pintu masuk segala barang dagang dari luar negeri ke Portugis. (Foto: Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar