Senin, 02 Juli 2012

Ke Portugal, Mimpi yang Jadi Kenyataan


Sabtu 23 Juni 2012. Cuaca hari itu di Warsawa sangat cerah. Tidak ada kegiatan berarti yang saya lakukan, selain menyelesaikan dua tulisan untuk edisi Senin, 25 Juni dan Selasa, 26 Juni 2012. Sebenarnya tulisan ini sudah selesai dari Jumat malam. Sabtu pagi tinggal merapihkan, sebelum dikirim ke Jakarta.

Sabtu sorenya, pada pukul 14.55 waktu Warsawa saya harus terbang ke Lisbon, Portugal untuk mengunjungi adik persis setelah saya, Pater Florianus Jaling SVD. Tiket ke negara Cristiano Ronaldo itu sudah di tangan. Maka dua jam sebelum 14.55, atau pukul 12.55, saya sudah harus berada di Bandar Udara Frederic Chopin Warsawa.

Ternyata ke Bandara ini tidak sulit. Bisa pakai bis siang nomor 148 dari Mangalia 3, alamat hotel saya menginap, dan langsung turun di Terminal A, terminal keberangkatan Internasional. Waktu tiba pertama kali di Warsawa, Rabu, 20 Juni 2012, saya harus membayar 50 zlotych sampai ke hotel tersebut. Padahal dengan tiket satu kali jalan 3,6 zlotych saja sudah bisa sampai di tempat itu.

Dalam bis itu saya bertemu dengan seorang pemuda Rusia yang mengaku bekerja sebagai bar tender, yang datang ke Warsawa untuk menonton pertandingan perempat final antara Portugal versus Ceko yang dimenangkan Portugal 1-0 berkat gol sundulan kepala Cristiano Ronaldo.

Nama pemuda itu Sergei. Anaknya lucu dan gokil habis. Kami ngobrol selama di bis. Dia mau kembali ke negaranya melalui Kopenhagen. Banyak hal yang dia ceritakan mulai fanatismenya terhadap Manchester United sehingga dia mendukung Portugal pada laga tersebut karena ada Nani yang bermain untuk MU sampai persoalan minimnya prestasi sepakbola Rusia karena korupsi. Bahkan dia juga menyerempet ke masalah politik dengan menyebut Presiden Vladimir Putin sebagai Joseph Stalin yang kedua.

Setelah dia Chek in, dia ke tempat saya duduk sambil menunggu loket check in penerbangan ke Portugal di buka. Selang satu kursi dari saya, duduk seorang perempuan Polandia bernama Natalia. Dia pekerja travel agent dan hendak bepergian ke Sisilia Italia. Saya pun tahu nama cewek manis ini, karena dia akhirnya tersenyum saat digoda Sergei. Setelah itu kami bertiga ngobrol ngalor ngidul.

Tiba-tiba loket chek in saya dengan Penerbangan TAP Portugal, semacam Garuda Indonesia, dibuka. Saya bergegas mengantri dan memberitahu Sergei bahwa saya akan kembali. Tunggu di sini, kata saya. Tetapi sampai saya usai check in dan kembali ke tempat duduk tadi, Sergei dan Natalia menghilang. Ya, mungkin mereka sudah masuk ke ruang tunggu. Sergei ke Kopenhagen sebelum ke St Petersburg, Natalia ke Sisilia, dan saya pun masuk ke ruang tunggu untuk terbang ke Lisbon. Kami berpisah.

Saya masuk ruang tunggu di dekat Gate 17. Lama saya menunggu di sana. Jadwal 14.55 yang seharusnya pesawat take off, molor. Penumpang baru boarding pukul 15.00 untuk selanjutnya terbang ke Lisbon.

Penerbangan ke Lisbon memakan waktu 4 jam dan lima menit, seperti penerbangan dari Jakarta ke Biak. Penerbangan sore itu nyaman. Tidak ada guncangan karena cuaca sangat cerah. Di udara lalu lalang pesawat tampak jelas terlihat. Kebetulan saya duduk di jendela, kursi No 14A.

Pesawat dengan nomor penerbangan TP 581 itu diterbangkan tidak terlalu tinggi. Saya lupa ketinggiannya. Sehingga, saya masih bisa melihat daratan Eropa di bawahmya. Kampung, kota, dan tanah-tanah yang masih kosong jelas terlihat. Pemandangan Pegunungan Alpen yang selalu diselimuti salju juga terlihat jelas karena kami terbang tidak jauh dari sana. Indah.

Pesawat dengan pramugari ibu-ibu tua ini akhirnya mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Portugal yang terletak di tengah kota pada pukul 18.00. Waktu Portugal lebih lambat satu jam dari Warsawa. Pesawat itu terbang rendah di atas stadion Sporting Lisbon dan Benfica yang letaknya berdekatan sebelum mendarat.

Meski sudah jam enam, matahari masih terasa terik, seperti baru pukul dua atau tiga sore. Panas langsung menyergap. Tidak ada pemeriksaan paspor dan visa lagi di sini karena saya menggunakan visa schengen yang diberi Kedutaan Besar Polandia di Jakarta. Setelah menunggu satu tas yang dipaksa masuk bagasi, saya keluar bandara. Di sana Flori, adik saya yang misionaris di Portugal dalam 10 tahun terakhir, sudah lama menunggu. Kami lalu berpelukan setelah bertemu terakhir pada liburan musim panas 2011 lalu di Jakarta dan di kampung.

Karena kebiasaan sejak kecil, saya tidak menyapa dia dengan sebutan Pater. Tetapi langsung dengan namanya. Itu terasa lebih intim untuk saya sebagai adik kakak kandung. Saya lalu diajaknya ke parkiran, tempat dia menambatkan mobilnya. Sedan Opel Blazer. Mungil. Ini mobil kongregasinya. Bukan mobil dia sendiri.

Kami berdua lalu meluncur ke biara SVD yang letaknya tidak jauh dari bandara atau hanya 15 menit dengan mobil. Juga tidak jauh dari Stadion Benfica. Sesampai di sana, saya diberi kamar di lantai tiga di biara yang besar itu. Kamarnya persis hotel. Kamarnya cukup luas dengan kamar mandi dalam pakai shower. Hanya kurang bath up.

Hanya duduk sebentar di situ, saya diajak ke kamar makan untuk makan malam, meski matahari masih panas. Di kamar makan, hanya ada satu pastor Portugis yang sudah berumur dan bekerja sebagai profesor di perguruan tinggi. Dia menyiapkan sup, roti, spaghetti plus daging goreng, sayuran segar, dan dua botol anggur; red wine dan white wine. Ketika kami sedang makan, beberapa pastor lain datang, termasuk Pater Antonio yang ikut mentraktir saya selama di Lisbon. Mereka menyambut saya dengan ramah. Sungguh akrab, meskipun mereka berbicara Bahasa Portugis. Tetapi keakraban dan keramahan itu sangat tampak.

Setelah makan malam, saya dan Flori langsung berangkat ke Fatima. Perjalanan ke tempat penampakan Bunda Maria kepada tiga gembala sederhana itu memakan waktu dua jam dengan kecepatan 120 km per jam. Kami tiba di Biara SVD di sana pukul 9.15 malam.

Biara SVD ini sangat besar. Saking besarnya, sebagiannya dijadikan hotel bintang dua. Sebagian kecilnya jadi komunitas SVD. Kamar makannya saja tiga dan besar-besar. Kapelnya juga tiga. Dua kapel kecil dan satu kapel besar tempat umat di sekitarnya ikut misa Hari Minggu.

Malam itu, ada jadwal doa rosario di tempat penampakan Maria. Kami berjalan kaki ke sana. Tidak jauh memang, tetapi cukup ngos-ngosan karena letaknya agak di ketinggian. Udara juga dingin. Kami tiba di sana pada peristiwa rosario ketiga. Saya mengikuti doa itu dengan khusuk bersama ribuan peziarah lainnya sambil menyalakan lilin. Rangkaian doa itu ditutup dengan perarakan patung Bunda Maria keliling lapangan yang sangat laus dari kapel tempat Maria menampakkan untuk kembali lagi ke kapel itu. Setelah doa, kami kembali ke biara dalam suasana hening untuk selanjutnya istirahat malam. Saya dapat kamar sendiri. Begitupun Flori. Sebenanrya bisa satu kamar, tetapi biar tetap menjaga privasi seorang pastor, saya memilih kamar sendiri. (Berlanjut)

Keterangan Foto: Kastil Jorge yang terletak di ketinggian di Kota Lisbon. Dari atas kastil ini, pemandang Kota Lisbon bisa terlihat sangat indah. (Foto: Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar