Kamis, 26 Januari 2012

Demokrasi ala Demokrat


Nasib Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di ujung tanduk. Posisinya sebagai Ketua Umum Partai sudah dibahas dalam rapat Dewan Pembina di kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Puri Cikeas, Selasa, 24 Januari 2012 malam. Hasilnya, nasib Anas diserahkan kepada SBY.

Apa apa dengan Anas? Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini terlilit masalah dugaan korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games Palembang dengan tersangka Muhammad Nazaruddin dan pembangunan pusat olahraga Hambalang di Sentul, Bogor, tidak jauh dari kediaman SBY.

Nama Anas disebut sebagai salah satu orang yang menerima duit haram itu. Bukan hanya dia. Nama Sekretaris Dewan Pembina Andi Mallarangeng yang kini menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga juga disebut.

Tetapi dibandingkan Andi, tudingan terhadap Anas jauh lebih kencang. Bahkan, Anas disebut-sebut memanfaatkan uang dari berbagai proyek itu untuk menyuap peserta kongres Partai Demokrat sehingga terpilih sebagai ketua umum pada kongres partai itu di Bandung dua tahun silam.

Tetapi Anas belum terbukti bersalah. Dia belum diperiksa terkait kasus baik yang dituduhkan Nazaruddin maupun saksi Yulianis yang menyebut ada aliran dana untuk mantan Ketua Umum PB HMI itu. Tetapi nasib dia sebagai Ketua Umum partai sudah dibahas Dewan Pembina.

Memang belum jelas benar bahwa Anas akan dipecat. Tetapi kalaupun akan dipecat, mekanisme apa yang dipakai untuk melengserkannya? Apakah Dewan Pembina bisa memecat seorang ketua umum yang terpilih secara demokratis, terlepas dari aksi suap menyuap, dalam sebuah kongres?

Saya tidak paham benar aturan internal partai yang lahir pada era reformasi itu. Tetapi logika sederhana orang awam mengatakan, kalau Anas mau dilengserkan, tempuhlah jalur yang demokratis. Dengan kata lain, lengserlah Anas dengan forum setingkat kongres. Menurut saya ini cara yang demokratis.

Bila SBY serta merta memecat Anas, tanpa kongres, itu bukan contoh bagus bagi demokrasi yang dia gembar gemborkan selama ini. Demokrasi jangan hanya dipraktekkan pada tataran negara, tetapi mulai dari partai politik. Partai politik yang ademokratis dan menguasai negara hanya akan menjadikan negara itu tiran dan otoriter. Bila ini terjadi maka Indonesia akan kembali ke Orde Baru atau bahkan lebih jauh dari itu. Dan, SBY tidak beda dari Soeharto.

Lebih dari itu, penyingkiran Anas tanpa jalur Kongres hanya akan memperkuat dugaan orang selama ini bahwa Anas memang menjadi korban persaingan politik internal Partai Demokrat. Anas yang tidak ikut berdarah-darah mendirikan partai ini belum diterima betul oleh mereka yang mendirikan partai sejak awal, termasuk oleh keluarga Cikeas.

Sebab kalau memang partai itu mau membersihkan kadernya, seharusnya nasib Andi Mallarangeng juga dibahas. Tetapi bagaimana Andi dibahas sementara dia ikut dalam rapat Dewan Pembina tersebut. Andi juga seharusnya dicopot dari Menteri Pemuda dan Olahraga dan dengan rela menghadapi pemeriksaan dugaan korupsi yang terungkap dalam persidangan Nazaruddin bersama Anas Urbaningrum. Mari kita tunggu langkah selanjutnya. (Alex Madji)

Foto: http://www.taushiyah.com/?p=256

2 komentar:

  1. semakin kian rumit jadinya permasalahannya y,boz
    andai saja banyak kadet partai yg sedikit ngerti tentang niat baik berpolitik pasti nyaman jadinya................hehehhe
    salam hangat dari blue

    BalasHapus
  2. @Bluethunderheart: Makasih ya sudah komen. Begitulah, sahwat politik para kader partai birut itu membuat situasinya jadi runyam

    BalasHapus