Rabu, 19 Oktober 2011
Reshuffle, Vox Populi Vox Dei?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya merombak Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Reshuffle itu diumumkan pada Selasa, 18 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB di Istana Merdeka Jakarta, tepat seperti diumumkan Juru Bicara Kepresiden Julian Aldrin Pasha sebelumnya.
Tetapi pengumuman reshuffle itu tidak mengejutkan publik. Bahkan, ditanggap sinis. Dialog-dialog televisi oleh para cerdik pandai memperlihatkan hal itu. Dalam dialog di sebuah televisi misalnya, seorang pengamat ekonomi mengeritik pernyataan SBY yang menyebut Mari Eka Pangestu berhasil di Kementerian Perdagangan. Terutama dalam memajukan ekonomi kreatif. Itu sebabnya dia dipindahkan ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Menurut sang pengamat, tidak ada keberhasilan yang dicatat mantan peneliti CSIS ini. Yang ada justru sebaliknya. Kegagalan. Karena itu sang pengmat bingung dan tidak mengerti dengan klaim keberhasilan Mari Elka Pangestu oleh SBY.
Bukan hanya mereka. Reaksi rakyat jelata sama dan sebangun. Pada status Facebook (FB) mereka dan percakapan di grup Blackberry Messanger (BBM) mengungkapkan hal itu.
Imam Suhartadi dalam status FB-nya, misalnya, menulis, “Optimiskah anda terhadap hasil reshuffle kali ini akan membawa perubahan besar dan signifikan?...saya pesimis bung...saya jadi rindu sosok JK...I miss u Pak JK..”
Fian Padju lain lagi. Dalam Bahasa Inggris dia menulis, “after 7 years he still upset of the right ministry on the right department...do we have the right president?” Statusnya ini dikomentari 11 kali.
Sementara seseorang yang menggunakan nama akun Sang Pencinta Filsafat mencatat, “Reshuffle Kabinet: Menteri kelautan & perikanan: Nelayan; Menteri Perhubungan : Sopir, Pilot, Nahkoda, Masinis ; Menteri Perdagangan : Yang dagang di pasar ; Menteri Pariwisata : Gaet & agen travel ; Menpora : Para Atlet ; Menakertrans : dari TKW/TKI & Buruh ; Menkumham : Aktivis & LSM, dsb. Gitu aja koq repot sampai angkat wakil menteri segala. Pak Beye....Pak Beye....!!!
Tiga status FB itu mau mengungkapkan pesimisme yang tinggi di kalangan masyarakat bahwa kabinet baru ini tidak akan membawa banyak perubahan. Karena orang-orang yang dipilih SBY bukanlah orang yang tepat pada posisinya masing-masing.
Pesimisme Imam itu dipertajam oleh Fian Padju. Bahkan dengan sangat tajam Fian menilai bahwa sudah tujuh tahun SBY berkuasa, tetapi dia gagal menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat di kabinet. Atau, jangan-jangan, - tanya Fian – Presiden ini bukan orang yang tepat untuk pimpin Indonesia. Sebuah keraguan yang mendalam.
Sedangkan Sang Pencinta Filsafat dengan sangat sederhana menjawab Fian bahwa seharusnya orang tepat duduk dalam kabinet adalah mereka yang sehari-hari menggeluti masalah yang menjadi tugas dan tanggung jawab kementerian yang bersangkutan. Dia mencontohkan, Menteri Kelautan dan Perikanan seharusnya dipimpin oleh seorang nelayan. Menteri Pemuda dan Olah Raga harus diisi seorang atlet. Menteri Perdagangan diisi oleh pedagang di pasar. Menteri Perhubungan harus diisi oleh seorang pilot atau sopir atau masinis. Ini penting karena mereka mengetahui persoalan riil yang dihadapi di lapangan.
Tetapi SBY tentu punya alasan dan pertimbangan sendiri. Mungkinkan dia mendengar suara rakyat seperti Imam, Fian dan si Sang Pencinta Filsafat? Hanya SBY yang tahu. Tetapi ada pepatah latin mengatakan, vox populi vox Dei. Artinya, suara rakyat harus didengar karena suara mereka adalah suara Tuhan. (Alex Madji)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar