Selasa, 04 Oktober 2011
Kantor Pindah Lagi, Semangat Tetap Tinggi
Sejak diakuisisi Grup Lippo, Suara Pembaruan sudah dua kali pindah kantor. Pertama, pada 9 Februari 2010, “Koran Sore dari Cawang” ini pindah dari Jalan Dewi Sartika 136-D, Jakarta Timur ke Aryaduata Suites, kawasan Semanggi, Jakarta Selatan.
Di sana, koran penerus Sinar Harapan yang dibreidel penguasa Orde Baru Soeharto ini, menempati dua lantai sebuah gedung paling depan di kawasan bisnis Semanggi, persis di belakang Atma Jaya Jakarta. Lantai satu dipakai untuk ruang-ruang rapat, sedangkan redaksi berada di lantai dua. Sementara unit-unit lain menyatu dengan unit bisnis dan sales Globe Media Group.
Kedua, setelah lebih dari 1,5 tahun di sana, Suara Pembaruan kembali hijrah. Kali ini, Sabtu 1 Oktober 2011, ke Gedung Citra Graha di Jalan Gatot Subroto, persis di samping Balai Kartini. Di sini, redaksi menempati sebuah ruangan di lantai 11, sementara unit-unit lain ngendon di lantai sembilan. Resminya, sebagai buruh Suara Pembaruan, saya baru masuk kantor baru itu pada Senin 3 Oktober 2011 pagi pukul 08.00 WIB.
Uniknya di gedung baru ini, redaksi Suara Pembaruan berada dalam satu ruangan dengan redaksi The Jakarta Globe dan Investor Daily. Dalam ruangan yang tidak seberapa luasnya itu, awak redaksi ketiga media massa itu bersumpek ria. Jarak antara meja begitu rapat. Bahkan gang pun sempit.
Lebih unik lagi, tidak ada pengelompokan Suara Pembaruan sendiri, The Jakarta Globe Sendiri, dan Investor Daily sendiri. Semua dilebur. Mereka dikelompokan berdasarkan desk. Misalnya, Desk Politik dari ketiga media itu disatukan. Begitupun ekonomi, portal, dan sebagainya.
Karena The Jakarta Globe adalah koran berbahasa Inggris, maka tidak heran kalau di ruang redaksi ketiga media ini banyak bule.
Nah, Pemimpin Redaksi Suara Pembaruan dan Investor Daily Primus Dorimulu dalam rapat redaksi pertama di ruang rapat yang sempit pada Senin, 3 Oktober 2011 siang mengatakan, penyatuan ini adalah yang pertama di Indonesia. Bahkan di dunia, penyatuan ruang redaksi dari beberapa media massa dalam satu grup jarang terjadi. “Di Amerika Serikat mungkin hanya Bloomberg yang melakukan seperti ini,” ujarnya.
Tetapi, cara seperti ini kemungkinan besar akan ditiru oleh berbagai korporasi media masssa di Indonesia. Pasalnya dengan cara seperti ini, ego sektoral masing-masing media luluh. Selain itu, kordinasi menjadi lebih mudah. Dan, ini yang penting, demi efisiensi. Banyak hal yang bisa dihemat dengan penyatuan seperti ini. Mulai dari biaya listrik, air, cleaning service, sewa gedung, dan masih banyak lagi.
Sebagai tempat baru, tentu saja suasananya juga baru. Maka menyesuaikan diri dengan suasana baru itu mutlak penting. Maklum masing-masing media memiliki gaya, latar belakang, dan kultur berbeda-beda.
Bagi saya, ini adalah ziarah baru dalam karier sebagai wartawan Suara Pembaruan. Meskipun secara administratif, saya dan beberapa teman lain sudah berada di bawah PT Jakarta Globe Media. Bukan lagi PT Media Interaksi Utama, penerbit Suara Pembaruan. Tetapi, kebanggaan sebagai wartawan Suara Pembaruan belum bisa dilepas, walau gaji tidak seberapa.
Yah, semoga di tempat baru ini ada semangat baru untuk bekerja dan mengabdi. Atau paling tidak semangat untuk bekerja tetap tinggi. Dan, semoga buah dan puncak dari pengabdian dan kerja keras itu adakah kesejahteraan hidup yang layak. Mari menunggu. (Alex Madji)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
nice info
BalasHapus