Rabu, 22 Juni 2011

Etos Kerja


Selasa 21 Juni 2011 kemarin, saya marah besar. Penyebabnya sederhana. Ada seorang calon wartawan yang masih magang di desk saya, ngelunjak. Bayangkan. Dia baru mengirim pesan singkat bahwa dia kesiangan pukul 08.15 WIB, tanpa alasan dan penjelasan yang logis.

Enaknya lagi, dia minta langsung ke TKP alias tempat kejadian perkara (istilah polisi yang diadopsi dunia jurnalistik). Sebagai orang yang bertanggung jawab sementara atas pendidikannya sebagai wartawan, saya sedikit keras dengan kata-kata sedikit pedas. Sebab menurut saya, dan itu yang saya alami ketika tahun-tahun pertama saya menjadi wartawan 10 tahun silam, wartawan baru harus pulang paling akhir dan datang paling pertama di kantor keesokan harinya. Dengan kata lain, bila perlu wartawan baru itu bekerja 24 jam.

Tetapi justru kata-kata sedikit pedas saya itu ditanggapi dengan lebih keras sama dia. Saya kutip saja pesan singkatnya. “Lho kok malah begitu. Aku kan bilang baik2, aku kesiangan. Kok malah dihina. Jangan mentang-mentang anda atasan saya bang bisa menghina.”

Saya lalu menyuruh dia ke kantor sesegera mungkin. Sesampainya di kantor, saya suruh dia duduk di samping meja saya. Saya tanyakan alasan mengapa dia kesiangan. Sebab saya tidak menugaskan dia meliput sampai malam, apalagi sampai dini hari.

Apa yang terjadi? Dia justru melakukan kebohongan. Dia menceritakan bahwa dia meliput acara jumpa pers Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar tentang TKI asal Bekasi Ruyati binti Satubi yang dihukum pancung di Arab Saudi. Menurut dia, acara yang berlangsung Senin (20/6/2011) itu dimulai jam 20.00 WIB. Padahal, faktanya, acara jumpa pers itu sudah berlangsung dari jam 16.00 WIB dan disiarkan secara langsung oleh TVOne dan Metro TV. Konyolnya lagi, berita live kedua televisi, dianggapnya bohong. Sebab menurut dia acara itu baru dimulai pukul 20.00 WIB. Dia pun baru bikin beritanya pada Selasa (21/6/2011) pagi.

Kebohongan demi kebohongan ini membuat saya tambah marah sampai bibir bergetar dan seisi kantor memelototi kami. Saya pun usir kawan itu dan mengatakan bahwa saya tidak akan memberinya tugas lagi selama berada di bawah tanggung jawab saya. Dengan kata lain, saya persona non grata-kan kawan ini.

Setelah itu, anak ini hilang entah ke mana. Dan, Rabu (22/6/2011) tidak menampakkan batang hidungnya lagi di kantor.

Saya berpendapat, setiap karyawan sebuah perusahan, termasuk wartawan, harus memiliki etos kerja. Ini syarat utama bagi semua upaya peningkatan kualitas tenaga kerja atau SDM, baik pada level individual, organisasional, maupun sosial.

Pada kawan itu saya tidak melihat ada etos kerja. Yang ada malah kebohongan dan tipu muslihat. Bila hal seperti ini dipelihara, perusahan tidak akan maju. Asumsi saya, baru masuk saja sudah begitu, apalagi kalau sudah menjadi pegawai tetap. Bisa hancur perusahan.

Kalau ini menjadi sikap dasar, maka perilaku seperti ini akan selalu muncul. Dan, perusahan mana pun pasti tidak mau menampung orang-orang seperti ini. Karena itu tidak ada gunanya mempertahankan orang-orang yang tidak memiliki etos kerja yang baik. [Alex Madji]

1 komentar: