Jumat, 01 Maret 2013

Ketika Pemain, Wasit, dan Penyelenggara di Bawah Satu Atap

Kali ini saya ingin membuat catatan ringan tentang kompetisi bola voli BSI Proliga 2013. Kebetulan saya sedang meliput pekan ketiga kompetisi ini yang berlangsung di Solo, Jawa Tengah, mulai Jumat, 1 Maret sampai Minggu 3 Maret 2013 di GOR Sritex Arena. Tetapi, saya tidak ingin menulis semacam preview tengang kompetisi tersebut.

Saya hanya mau menulis soal lain di luar lapangan. Begini. Sejak tiba di Solo, Kamis, 28 Februari 2013, rombongan wartawan dan pengurus Progliga dari Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia langsung menuju penginapan di Hotel Ibis.

Teryata yang bermarkas di sini, bukan hanya penyelenggaran turnamen, dalam hal ini PBVSI dan perangkat pertandingan, tetapi juga para wasit dan pemain. Tim-tim seperti Monokwari Valeria Papua Barat, Pertamina, dan beberapa tim lagi menginap di hotel ini.

Sebenarnya tidak ada yang salah. Hanya saja, saya berpikir tentang kemungkinan terjadi "main mata" antara tim, wasit, dan petugas lapangan lainnya saat bertanding. Atau dengan bahasa terang benderangnya, ada potensi pengaturan siapa yang menang dan kalah dalam pertandingan. Bila ini terjadi maka sesungguhnya kompetisi ini berlangsung tidak fair.

Kenapa? jarak antara peserta dan pengadil lapangan terlalu dekat. Dengan jarak yang demikian, bukan tidak mungkin ada lobi-lobi atau pembicaraan di antara mereka baik saat berpapasan di restoran hotel, lobi hotel atau kebetulan pas di lorong-lorong kamar hotel. Lebih buruk lagi kalau tim peserta kompetisi menyuap para hakim lapangan supaya mengambil keputusan yang menguntungkan timnya saat bertanding.

Idealnya, para pemain nginap di tempat yang berbeda dari penyelenggaran kompetisi dan wasit. Bila perlu masing-masing tim memilih markas yang berbeda dari tim lain. Selain untuk menghindari main mata, juga agar tidak saling mengetahui taktik dan strategi oleh lawan.

Atau mungkin memang ada perbedaan dalam dunia bola voli dan sepakbola. Dalam sepakbola, skandal pengaturan skor bukan rahasia lagi. Bahkan pengaturan skor ini dikendalikan oleh sebuah mafia yang bermarkas di Singapura tetapi bekerja di seluruh dunia.

Otoritas Italia, bekerja sama dengan Interpol, sedang memburu pengusaha yang berbasis di Singpura itu yang disebut-sebut sebagai otak pengatur skor di Liga Italia dan liga-liga di Eropa. Bahkan Federasi Sepakbola Dunia atau FIFA sedang menyelidiki kasus pengaturan skor di Thailand pada laga final Piala Thai tahun lalu.

Di Indonesia, gosipnya, pengaturan skor sudah biasa dan sudah berlangsung lama. Hanya saja, belum ada kasus yang terungkap dan ditangani pihak berwajib. Bahkan pertarungan dan perpecahan di PSSI ditengarai sebagai perebutan lapak dan lahan perjudian sepakbola. Pengaturan skor adalah bagian dari perjudian itu. Saya sih berharap FIFA bisa datang ke Indonesia untuk menyelidiki skandal pengaturan skor sepakbola di negeri ini.

Kembali ke bola voli. Skandal pengaturan skor atau apapun namanya di dunia bola voli, bukan tidak mungkin terjadi. Apalagi bila penyelenggara, pengadil di lapangan, dan para pemain berkumpul dan nginap di satu tempat yang sama. Karena itu, hal seperti ini seharusnya dihindari demi menjaga mutu liga, pertandingan, dan sportivitas olahraga. Akhirnya, meski berada dalam satu atap, semoga tidak ada main mata dan pengaturan kalah menang seperti dalam sepakbola. Dan, kompetisi proliga ini berlangsung fair. (Alex Madji)

1 komentar: