Rabu, 06 Maret 2013

Etika Sepakbola

Yang punya etika bukan hanya politik atau pers atau dunia medis. Dunia sepakbola juga punya etikanya tersendiri. Apa itu? Ah, saya tidak ingin mengurainya panjang lebar. Tetapi saya hanya ingin menunjukkan sejumlah fakta yang memperlihatkan bahwa etika itu berjalan dalam sepakbola. Tetapi bukan dalam sepakbola di sini, melainkan di luar sana.

Pertama, dan ini yang paling segar. Pada laga leg kedua babak 16 besar Liga Champions di Old Trafford antara Manchester United versus Real Madrid, Rabu, 6 Maret 2013 dini hari WB, Cristiano Ronaldo mencetak satu dari dua gol kemenangan Madrid. Tetapi Ronaldo tidak melakukan selebrasi. Bukan karena dia galau seperti pernah dialaminya di Santiago Bernabeu. Tetapi lebih karena tidak ingin menyakiti pendukung klub yang pernah dibelanya sebelum hengkang ke Madrid.

Setelah mencetak gol, dia berjalan ke belakang gawang David De Gea sambil mengangkat kedua tangannya seolah ingin meminta maaf kepada para pendukung klub itu. Gara-gara golnya ini, MU tersingkir dari Liga Champions musim ini.

Hal yang sama dilakukan saat mencetak gol penyama kedudukan ke gawang MU pada leg pertama di Santiago Bernabeu dua pekan sebelumnya. Dia juga tidak merayakan gol tersebut. Beda sekali bila Ronaldo selesai mencetak gol ke gawang Barcelona, misalnya. Selebrasinya kadang mengjengkelkan pendukung "El Barca". Sambil lari ke pinggir lapangan, kedua tangannya menenangkan publik sambil berkata, "calm, calm." Atau, sambil lari ke pinggir lapangan dia menepuk-nepuk dadanya.

Kedua, di Liga Utama Inggris musim ini, ketika Shaun Wright Phillips mencetak gol kemenangan Queens Park Rangers ke gawang Chelsea di Stamford Bridge. Dan, itulah satu-satunya gol pada pertandingan tersebut dan kemenangan itu menjadi sangat bersejarah karena mengakhiri rekor tidak pernah menang selama 35 tahun di Stamford Bridge. Phillips adalah mantan pemain Chelsea. Setelah mencetak gol ke gawang bekas timnya, dia tidak melakukan selebrasi. Dia hanya tertunduk sambil menunggu teman-temannya mengerubutinya untuk merayakan gol itu.

Beda dengan apa yang pernah dilakukan Emmanuel Adebayor saat pemain Togo ini membela Manchester City. Ketika melawan Arsenal di Emirates, Adebayor yang pernah membela Arsenal mencetak gol ke gawang bekas klubnya tersebut. Lantas dia melakukan selebrasi yang membuat panas pendukung Arsenal. Apa yang terjadi? Adebayor dicaci maki dan menjadi musuh bersama. Bukan hanya itu, Adebayor didenda.

Jadi, saya hanya mau katakan, menjalankan etika itu sangat penting dalam profesi apa saja. Dalam politik ada etikanya. Dalam dunia pers, ada kode etiknya. Dunia kedokteran apa lagi. Tetapi tidak jarang, terutama di dunia politik, etika politik sering ditabrak dan diseruduk. Akibatnya, politik kita kacau balu dan terbelit-beli tidak karuan. Pesannya, patuhlah pada etika profesi masing-masing. (Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar