Di sebuah grup Blackberry Messanger (BBM) alumni sebuah sekolah di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur, ramai didiskusikan tentang para calon gubernur dan wakil gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT). Tetapi dari beberapa calon yang maju pada pemilukada (pemilihan umum kepala daerah) itu, yang paling banyak dibicarakan grup itu adalah Christian Rotok dan Benny K Harman. Beberapa orang anggota grup mendukung Christian Rotok yang saat ini menjabat sebagai Bupati Manggarai. Beberapa lainnya lagi mendukung Benny K Harman yang adalah anggota DPR dari NTT. Kebetulan kedua orang ini sama-sama berasal dari Manggarai.
Saya sendiri tidak mendukung siapa-siapa karena tahu diri bahwa tidak mungkin saya akan memberikan suara pada pesta demokrasi tersebut. Lebih dari itu, saya ini sebenarnya apolitik. Karena itu, saya lebih menikmati saja diskusi, perdebatan, dan bahkan serangan para pendukung masing-masing kedua calon di grup BBM itu.
Tetapi, ada pernyataan yang cukup menggelitik dari seorang anggota grup itu, terutama tentang kekayaan Benny K Harman yang dilansir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK mengumumkan bahwa jumlah harga kekayaan mantan Ketua Komisi III DPR itu sejumlah Rp 28 miliar.
Angka ini cukup mencengangkan. Paling tidak untuk anggota grup yang belajar tentang ekonomi hingga ke Australia dan kini bekerja pada sebuah perusahan asing di Jakarta itu tadi. Intinya, si teman yang terkenal lucu itu mempertanyakan jumlah kekayaan Benny K Harman. Terutama karena jumlah itu meningkat sangat signifikan hanya dalam tempo dua tahun.
Menurut hitung-hitungan dia, hampir tidak ada perusahan yang bisa mencapai keuntungan yang sesignifikan itu dalam waktu yang begitu singkat. Apalagi, hingga saat ini, Benny K Harman tidak dikenal sebagai pengusaha. Dia hanya dikenal sebagai pengacara yang memiliki kantor pengacara sendiri, sebelum masuk ke DPR sejak pemilu 2004 silam. Kalaupun dia seorang pengusaha, harus ditanyakan bagaimana cara dia mencapai “keuntungan” sebesar itu dalam waktu dua tahun.
Menurut teman tadi, sumber penghasilan hanya dikategorikan dalam dua hal yaitu legal dan ilelag. Maka harta kekayaan sebanyak itu harus diperiksa dengan benar dan transparan apakah diperoleh dengan cara-cara legal atau tidak legal.
Apalagi, pada saat bersamaan nama Benny K Harman disebut-sebut beberapa kali oleh mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin baik dalam persidangan di KPK maupun saat ditanya wartawan. Benny disebutnya terima uang proyek ini dan itu. Belum lagi, Benny dipanggil dan diperiksa sebagai saksi oleh KPK dalam kasus pengadaan simulator SIM yang menjerat petinggi Polri, Djoko Susilo.
Fakta-fakta ini membuat pikiran si teman tadi, yang paham hitung-hitungan ekonomi, makin liar. Hanya saja, dia tidak sampai pada kesimpulan apakah kekayaan Benny K Harman itu diperoleh secara legal atau ilegal.
Teman lainnya juga mengeritik jumlah kekayaan Christian Rotok yang menurut laporann KPK tidak sebesar Benny K Harman. Rotok dinilai tidak jujur dalam menyampaikan laporan kekayaannya kepada KPK. Sebab menurut mereka, harta kekayaan Rotok jauh lebih besar dari yang disampaikan KPK itu. Hanya saja, mereka tidak menyertai bukti bahwa harta kekayaan Rotok memang lebih banyak dari yang diumumkan KPK itu.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa KPK seharusnya menelusuri laporan kekayaan para calon pejabat publik itu secara benar dan teliti. Bahkan, seperti kata teman saya tadi, KPK harus menyelidiki apakah kekayaan itu didapat secara legal atau tidak. Bukan hanya mengumumkan besarannya. Ini akan sangat membantu masyarakat supaya mereka memilih pemimpin yang benar-benar bersih, bukan pemimpin yang berbakat mencuri uang rakyat. (Alex Madji)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar