Senin, 17 September 2012

Ini Betul-betul Penyelenggaraan Tuhan


Julias Jera Rema atau dikenal dengan inisial JJR bukan orang terkenal. Bukan seorang pengusaha, apalagi politisi. Dia orang biasa, seorang kuli tinta di sebuah surat khabar ekonomi ibu kota. Tetapi kisah hidupnya mengagumkan.

Dia terselamatkan dari maut yang hampir merenggutnya akibat sakit yang dideritanya. Saya tidak pernah mengira bahwa pria yang selalu tampil gagah dengan kacamata hitam itu mengidap penyakit kronis. Badannya cukup atletis. Selalu ceria dan penuh canda tawa setiap kali bertemu.

Belakangan baru saya tahu, ternyata dia hanya hidup dengan satu ginjal, setelah menjalani operasi ginjal pada 2007. Lima tahun berselang, JJR belum terlalu mengalami persoalan dengan kesehatannya. Sampai pada Mei 2012, terpaksa dirawat di Rumah Sakit Siloam Karet, Semanggi, Jakarta, lagi-lagi karena masalah ginjal yang tersisa satu itu.

Di rumah sakit tersebut, ternyata ditemukan penyakit lain yaitu jantungnya melemah. Bagai sudah terjatuh, tertimpa tangga pula. Itulah yang dialami JJR. Belum beres soal ginjalnya, pihak rumah sakit mengusulkan agar dilakukan pemasangan balon pada jantungnya. Dan, satu-satunya cara untuk itu adalah operasi atau istilah dia “dibelek”. Setelah agak membaik, JJR memutuskan tinggalkan rumah sakit itu, dengan menyisakan persoalan besar.

Tetapi di rumah, kondisi JJR bukannya membaik. Malah memburuk. Seluruh badannya bengkak-bengkak. "Badan saya hancur, dari muka sampai kaki. Bengkak semua," tuturnya dalam perjumpaan di sebuah pojokan Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta Timur, Jumat, 14 September 2012 petang.

Maka Juni 2012, dia kembali masuk rumah sakit. Kali ini ke Rumah Sakit St Carolus di Jalan Salemba, Jakarta Pusat. Keadaannya parah. Untuk sampai ke rumah sakit itu saja dengan susah payah. Sempoyongan. Sangat lemah. Dia harus beberapa kali menghimpun kekuatan untuk melanjutkan perjalanan.

Sesampai di sana, Dokter memfonis, ginjalnya secara teoritis sudah off alias tidak berfungsi. "Beruntung saya masih hidup. Betul-betul mukjizat Tuhan. Ginjal yang sudah off itu bisa on kembali," ceritanya bersemangat.

Tidak hanya itu. Fungsi jantungnya sangat-sangat lemah. Ada angkanya dalam persentase, tetapi JJR minta tidak ditulis. Yang pasti, menurut pengakuan dokter yang menerimanya, dia adalah pasien dengan fungsi jantung terlemah yang penah diterima rumah sakit tersebut. Bahkan, dengan fungsi jantung yang hanya sekian persen itu, dia seharusnya sudah menghadap Tuhan.

"Tetapi betul-betul rahmat Tuhan bahwa saya misah bisa hidup hingga saat ini. Hari demi hari saya menjalani perawatan di rumah sakit. Dokter melakukan penindakan atas diri saya. Berbagai macam obat harus saya minum, sampai akhirnya kondisi sedikit membaik," ceritanya lebih lanjut.

Dr Heri Soewarno
Meski mengalami perubahan, jantung pria yang sore itu mengenakan kemeja putih lengan panjang yang digulung hingga siku tetap bermasalah. Rumah Sakit St Carolus menawarkan solusi sama seperti yang keluarkan RS Siloam sebelumnya, harus menjalani operasi pemasangan balon pada jantungnya. Atau, JJR harus minum sekian banyak obat sambil melakukan pengobatan alternatif dengan akupuntur. JJR membayangkan tubuhnya dibelek, sambil juga memikirkan biaya operasi yang sangat mahal. "Ngeri ngero," ujarnya dengan gaya yang khas.

Karena takut dioperasi, JJR memilih minum obat yang sangat banyak itu dengan risiko bahwa ginjalnya juga akan terkena dampak dari obat-obat tersebut. Selain itu dia memilih pengobatan alternatif yaitu dengan cara akupuntur.

Untuk pengobatan yang terakhir ini, dia bertemu Dr Heri Soewarno yang berpraktek di bilangan Menteng Jakarta Pusat. Dokter ini adalah seorang ahli “chi” dan akupuntur. JJR menjalani pengobatan tusuk jarum untuk menyentuh komponen terkecil dalam tubuhnya. Menurut dokter ini, ternyata bagian terkecil dalam tubuh manusia bukan sel, tetapi atom. Di atas atom ada molekul, baru sel. Atom-atom dalam tubuh JJR didibangunkan dan memberi efek positif pada molekul dan akhirnya pada sel, dan ternyata sukses.

Setelah sekitar 12 kali menjalani pengobatan akupuntur dengan biaya Rp 250.000 sampai Rp 300.000 sekali datang, fungsi jantung JJR mengalami peningkatan hingga mencapai hampir 100 persen dari kondisi ketika masuk rumah sakit. Saat ini fungsi jantungnya berada di atas 40 persen, tetapi masih di bawah 50 persen. Sedangkan denyut jantungnya sudah masuk kategori normal.

Total dana yang sudah dikeluarkan JJR untuk merawat sakitnya ini tidak sedikit. Sudah mencapai Rp 60 sampai 70 juta. Tetapi dia tidak peduli dengan uang sebanyak itu. Bagi dia yang terpenting kondisinya membaik.

Selain menjalani pengobatan medis, JJR mulai rutin meditasi. Tempat yang paling bagus untuk ini adalah pertapaan Rm Yohanes Indrakusuma Ocarm di Cikanyere, Cipanas, Jawa Barat. Hampir dua kali sebulan dia mengikuti meditasi di pertapaan ordo CSE itu. Itupun tergantung jadwal di pertapaan tersebut. Meditasi dipilih sebagai bagian dari proses penyembuhan dari dalam diri.

Semua itu dijalani JJR hanya demi kesehatannya. Dia begitu penuh harapan. Segala bentuk pengobatan itu akhirnya membuahkan hasil. Fungsi jantungnya terus membaik berkat sentuhan Dr Heri Soewarno, meditasi yang dijalaninnya serta berbagai obat yang diminumnya. Lebih dari itu, JJR menyadari bahwa kehidupan yang sedang dijalaninya saat ini betul-betul hanya karunia Tuhan. Kini JJR bisa kembali ceria. Bepergian ke mana-mana dan berbagi cerita dengan penuh gelak tawanya yang khas. Penampilan fisiknya pun seolah-olah tidak sedang mengalami sakit berat. Kaca mata hitam tidak pernah lepas, entah di kepala atau di antara kancing bajunya. (Alex Madji)

Foto: Julius Jera Rema atau JJR dalam kondisinya paling akhir. (Foto: Alex Madji)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar