Senin, 10 September 2012

Antara Jokowi dan Foke


Malam terus merayap, Jumat, 7 September 2012. Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta Pusat padat dengan kendaraan, roda dua dan empat. Nyaris tak bergerak. Kepadatan itu mengular sejak dari Jalan Thamrin. Sebagai pengendara sepeda motor, saya mencoba selap selip di antara mobil-mobil itu.

Tiba-tiba segerombolan pengayuh sepeda mencuri perhatian saya. Mereka melintas tak terhenti di pinggir paling kiri jembatan Dukuh Atas. Mereka memakai kemeja kotak-kotak merah biru tua. Kemeja seperti ini kerap dipakai pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pasangan calon gubernur DKI Jakarta yang akan bertarung dengan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) pada putaran kedua, 20 September mendatang.

Begitu mendapat sedikit celah, saya langsung masuk ke rombongan sepeda itu. Saya mendekati salah seorang pemuda itu. Sambil berjalan pelan di sampingnya, saya mengajak dia ngobrol. Tetapi karena waktunya sangat sempit, saya tidak sempat bertanya namanya.

Menurut dia, jumlah peserta gowes malam itu sebnayak 20 orang. Semua mengenakan kemeja kotak-kotak. Gayanya pun kompak. Seluruh kancingnya terbuka. Ada pula yang membiarkan beberapa kancing bagian atas terbuka. Mereka berangkat dari wilayah Jakarta Pusat menuju Jakarta Selatan, cerita pemuda itu tersengal dan bermandi peluh.

Di Dukuh atas, mereka disambut dengan teriakan oleh para pejalan kaki yang menuju Stasiun Dukuh dan mereka yang sedang menunggu bis kota. "Jokowi," teriak mereka sambil menunjuk simbol anak metal (ibu jari, jari manis, dan jari kelingking berdiri sedangkan jari tengah dan jari manis mengatup ke dalam). Para pemuda itu menyambut salam itu dengan simbol yang sama, sambil terus menggowes di antara padatnya lalu lintas malam itu.

Aksi mereka ini memang menarik perhatian. Hanya saja, belum pasti apakah mereka sedang berkampanye untuk Jokowi-Ahok di tengah kemacetan dan keramaian lalu lintas atau tidak. Hanya satu hal yang pasti, ya itu tadi: aksi itu menarik perhatian, termasuk untuk saya yang apolitis ini.

Sementara di sudut lain Jakarta, pada malam yang sama, ada sebuah acara halal bihalal tingkat RW. Seorang saudara yang menjadi warga di RW 07, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat diundang mengikuti halal bihalal tersebut. Sebagai warga yang baik, dia pun hadir.

Tetapi dia kaget, ketika dalam acara halal bihalal itu ada pengurus Partai Demokrat yang datang. Lebih kaget lagi, karena ternyata acara halal bihalal tersebut mempunyai tujuan politik. Kemasannya saja yang yang halal bihalal, tapi muatannya politik. Dalam halal bihalal ini, warga diberikan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), tetapi dengan syarat, harus memilih Foke.

Saya kutip saja isi bunyi BBM (Blackberry Message)-nya, "Tempat saya di RW 07 Rawasari ada kampanye pilih Fauzi Bowo. Kami sbg warga diundang halal bihalal idul fitri. Yang datang Tauifk dari Demokrat. Malah Nyuruh warga pilih Fauzi Bowo. Trus kasih Jamkesmas tp syaratnya milih Foke. Taufikurahman dari Demokrat yang kampanye."

Jokowi dan Foke memang dua figur yang berbeda. Kapasitas dan kapabilitas mereka juga berbeda dalam memimpin Solo dan Jakarta. Mereka juga punya cara yang berbeda dalam upaya memenangkan pilkada DKI Jakarta. (tim) Jokowi membuat sesuatu yang lebih menarik. Sedangkan (tim) Foke fulgar dan tersan kalap. Jokowi dengan bergowes ria, sementara Foke dengan pemaksaan untuk memilih dia dengan iming-iming Jamkesmas. Yah, mudah-mudahan rakyat DKI tetap menggunakan hati nuraninya dalam memilih nanti. (Alex Madji)

Foto diambil dari Google.com

2 komentar:

  1. gw heran sm cara kampanyenya Foke, koq kliatannya maksa gitu.

    "warga diberikan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), tetapi dengan syarat, harus memilih Foke"

    ini jelas pelanggaran!

    Jamkesmas itu HAK RAKYAT!

    Kalo begini bukannya rakyat malah tambah ilfil ma Foke???

    BalasHapus
    Balasan
    1. couponzana, terima kasih ya atas komennya. Menurut saya, pasangan Foke-Nara sudah panik. Segala macam cara pun mereka lakukan. Ini ciri-ciri orang panik yang takut kehilangan kekuasaan.

      Hapus