Sabtu, 04 Februari 2012

Setan Itu Ada


Rabu, 2 Februari 2012, seorang teman membuat status seperti ini di dinding Facebooknya. "Terima kasih Tuhan. Siang ini pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Setan itu ada dan hanya kekuatan doa bisa melawannya. Baru pertama kali dalam hidup saya menyaksikan pengusiran setan."

Setelah saya telepon, ternyata pembantunya bernama Cici kerasukan setan. Diceritakan, Cici tiba-tiba pingsan dan berbicara dengan roh halus. Roh halus itu menagih janji Cici untuk disunting. Tetapi Cici menolak. Sebab dia merasa tidak pernah berbuat janji dengan mereka. Sementara roh halus itu memaksanya untuk menjawab "ya" atas pinangan mereka.

Cici meronta-ronta menolak tawaran tersebut. Tubuhnya yang kecil tiba-tiba memiliki tenaga berlipat dan membutuhkan beberapa orang memegangnya.

Dia sempat sadar. Tetapi seketika itu juga kambuh. Sejumlah pendoa keluar masuk untuk mengusir roh halus itu. Setelah didoakan, dia normal. Tetapi setelah para pendoa itu pergi, dia kambuh lagi. Begitu seterusnya hingga pada Sabtu, 4 Februari diantar ke rumah orang tuanya di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Mendengar cerita dia, saya teringat akan peristiwa serupa yang menimpa adik sepupu saya yang tinggal dengan kami empat tahun silam. Ketika itu, kami masih tinggal di Kota Deltamas Cikarang. Namanya Yulin. Selama hampir 10 hari saya tinggalkan dia sendiri di rumah karena saya tugas keluar kota. Sementara istri saya yang sedang hamil mengungsi ke rumah adiknya di Kebun Jeruk supaya lebih dekat ke tempat kerja.

Sepulang dari luar kota, kami ke Cikarang. Jam 7 pagi, kami sudah sampai di rumah. Kami ketuk-ketuk pintu, tetapi tak ada sahutan. Setelah lama baru dia buka. Matanya agak kuning. Tidak ada kecurigaan apapun bahwa ada sesuatu yang aneh dengannya. Lalu saya menyuruhnya goreng tempe untuk sarapan. Dia kerjakan apa yang saya minta. Tetapi ketika tempe masih di penggorengan dan api kompor masih menyala, dia lalu pergi ke depan rumah. Berdiri. Menatap jauh ke depan.

Saya lalu hampiri. Tiba-tiba dia berujar, "Banyak sekali orang di depan itu yang meminta saya pergi dengan mereka. Semuanya mengenakan pakaian putih. Mereka ajak saya pergi."

Dengan serta merta saya bentak. Sebab tidak ada satu orang pun di taman luas di depan rumah. Security perumahan juga masih berada di pos. Jalan di depan klaster kami juga sepi dari lalu lalang orang. Setelah itu dia teriak-teriak sendiri dan meronta-ronta ingin pergi dengan orang-orang yang dilihatnya itu. Tenaga saya tidak cukup mengekangnya. Dia ingin pergi. Dia suruh saya minggir. Tatapannya menakutkan. Tanpa kedipan.

Bahkan ketika adik laki-laki saya datang, tenaga kami berdua pun kalah. Dia jauh lebih kuat dari kami. Setelah lama meronta, dia lemas dan tak sadarkan diri. Tetapi matanya masih terbuka dan berkedip. Lalu saya antar ke sebuah rumah sakit di Jababeka, Cikarang. Kata dokter di situ, anak ini masih sadar. Dia lalu disuntik obat tidur, supaya beristirahat. Sang dokter merekomendasikan untuk konsultasi ke psikiater. Takutnya, ada persoalan psikis yang menimpanya.

Lalu, saya bawa dia kembali ke rumah. Sepanjang hari itu dia tidur. Sore harinya dia sadar. Saya hanya suruh dia minum obat yang dikasih dokter tadi. Tetapi malam harinya, kambuh lagi. Peristiwa itu terjadi hampir selama seminggu. Terakhir, dalam teriakannya, ada begitu banyak orang termasuk yang tua-tua datang menjemputnya. Semua berpakaian putih. Disebutkan di antaranya adalah kakeknya yang sudah lama meninggal.

Singkat cerita, dia kemudian bisa sembuh karena didoakan oleh seorang pendoa asal Ambon di kawasan Cikarang. Dia pulalah yang menyembuhkan Yulin ketika peristiwa yang sama dia alami saat tinggal dengan orang lain di Lippo Cikarang sebelum tinggal dengan kami. Ketika dia sembuh, saya coba bertanya tentang apa yang dia lihat itu. Tetapi dia malah kaget. "Memang ada apa dengan saya," ujarnya balik bertanya.

Begitu sadar, saya lalu membelikan tiket bis untuk dipulangkan ke kampung. Untung saat itu ada orang sedaerah yang pulang pada saat bersamaan. Yulin kemudian sampai di rumah dalam keadaan sehat walafiat. Tanpa gangguan si roh halus lagi.

Sebenarnya, ini bukan pengalaman perama saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri orang yang kerasukan setan. Dua belas tahun silam, Juni 2000, saya mendampingi sekelompok mudika Paroki Kelapa Gading berkemah di Sukabumi, di sebuah kawasan hutan. Pada malam terakhir dari tiga hari acara berkemah itu, diadakan api unggun. Setelah acara doa, saya pergi tidur beralaskan tikar plastik dalam suhu yang sangat dingin. Menggigil.

Belum lama saya tertidur, tiba-tiba dibangunkan seorang mudika. Katanya, ada teman mereka yang kerasukan setan. Saya lalu bangun, tetapi bingung mau buat apa dengan perempuan cantik yang kerasukan setan itu. Anak itu berbicara dalam bahasa yang tidak kami pahami. Salah seorang temannya mengatakan bahwa dia berbicara dalam Bahasa Tionghoa. Tetapi, masih menurut temannya itu, bahasa itu adalah Tionghoa Kek. Dia sendiri tidak mengerti dengan bahasa tersebut.

Tidak lama berselang, dia pindah menggunakan Bahasa Belanda. Tidak satu orang pun yang mengerti bahasa penjajah ini. Sementara teman-teman mudikanya mendoakan dia, sambil menekan sekuat-kuat jempol kakinya. Tetapi tidak juga mempan. Malahan, roh itu berpindah ke teman lelakinya yang ikut membantu menyembuhkan cewek tadi. Roh yang masuk ke teman laki-lakinya itu juga menggunakan Bahasa Belanda.

Roh itu akhirnya bisa diusir oleh warga sekitar lokasi perkemahan itu. Seorang bapak meminta mudika membiarkan dia berdoa dengan cara dia sendiri. Kami pun mengamini. Dia berjuang sendiri dan akhirnya mereka sembuh.

Acara yang tadinya cerita, riang, dan suka cita seketika berubah menjadi kemurungan dan kesedihan. Sedikit ketakutan. Akhirnya malam itu, para mudika tidak berani tidur. Mereka bercakap sampai pagi hingga mentari bersinar.

Itulah pengalaman pertama saya melihat orang kerasukan setan. Dari tiga pengalaan itu, seperti teman yang saya ceritakan di awal tadi, saya pun mengakui bahwa roh halus atau setan itu ada. Karena setan ada maka ada juga ritus pengusiran setan dalam Gereja Katolik Roma yang disebut eksorsisme.

Sumber foto: http://katolisitas.org/5698/eksorsisme-pengalaman-yang-tak-terlupakan

2 komentar:

  1. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus pun mengakui bahwa setan itu ada. Tetapi Yesus sudah berhasil mengalahkan setan. Manusia diberikan pilihan: memilih mengikuti setan atau Tuhan. Kalau memilih Tuhan maka setan akan kalah. Namun setan itu tidak pernah kehilangan akal, pasti akan selalu mengganggu mereka yang memilih jalan Tuhan.

    Terima kasih atas sharingnya Bp Carrol.

    BalasHapus