Jumat, 01 Juli 2011

Yuk Makan Siang di Warteg Oriental


Tujuh pria dan seorang perempuan itu duduk mengelilingi sebuah meja panjang. Semuanya mengenakan batik. Tampaknya, mereka karyawan kantor. Mereka tampak asyik menikmati santap siang pada Jumat (1/7/2011) itu.

Di samping mereka, di atas sebuah meja panjang yang lain, berjejer baskom-baskom berisi plastik susu kacang hijau, pisang, tahu goreng, tempe goreng tepung, bakwan, sayur sup, dan sayur toge kacang panjang.

Di ujung paling luar meja panjang itu ada sebuah lemari kaca berisi berbagai menu makanan. Ada telur mata sapi, telur dadar, ayam goreng, tahu, tempe, perkedel, telur asin, beberapa jenis ikan, telor asin, telor balado, orek kentang, dan tempe orek. Ini adalah etalase.

Sementara di sebelah kiri kalau masuk ke dalam, berjejer lima meja dengan bangku-bangku tanggung. Lima meja itu penuh sesak.

Tidak lama berselang, tiga orang perempuan cantik mengenakan stelan batik masuk. Setelah memesan makanan pilihannya, mereka mengambil meja paling depan, dekat dengan pintu masuk. Mereka menikmati santap siangnya hari itu.

Tamu-tamu itu dilayani dengan baik oleh dua orang perempuan, satunya sedang hamil, dan seorang laki-laki. Cekatan mereka.

Begitulah situasi Warteg Oriental di Jalan Sentiong, Kramat Raya, Jakarta Pusat. Di sebut Warteg Oriental, selain karena tata ruang dan tata kelola berbeda dengan warteg (warung tegal yang umumnya dikelola orang Tegal), juga karena warung makan ini dikelola oleh warga asli Sentiong beretnis Tionghoa.

Perbedaan lainnya, Warteg ini lumayan bersih dan membikin orang betah duduk berlama-lama di situ. Duduk sambil lihat televisi 14 inci yang digantungkan di tembok warung tersebut sambil menyeruput secangkir kopi hitam atau kopi susu.

Setiap pembeli yang datang langsung memesan makan terus ambil tempat duduk. Tidak ada daftar menu. Uniknya, para pelayan tadi mencatat menu makanan konsumennya di atas secarik kertas bekas. Tidak ada nama atau nomor meja. Tetapi mereka ingat betul harga seporsi makanan yang di pesan konsumennya yang ditulis di atas secarik kertas itu tadi.

Setiap kali selesai bayar, para pelayan itu lantas mencoret harga menu konsumennya.

Soal rasa, makanan di Warteg Oriental ini lumayan enak dan selalu diperbarui. Setiap jam makan siang, makanan-makanan baru didatangkan dari dapur. Panas dan masih beruap. Harganya pun standar. Tidak terlampau mahal. Seporsi satu porsi nasi dengan ikan kembung, sayur dan gorengan dihargai Rp 12.500. Sementara kalau pakai ayam, seporsi dihargai Rp 13.500. Warteg ini memang diperuntukkan bagi kelompok kelas menengah bawah.

Nah, beberapa tahun lalu Warteg Oriental ini dikelola oleh seorang encik, pemiliknya, seorang etinis Tionghoa. Ibu gemuk itu sangat ramah. Dia suka ngobrol dengan para pengunjungnya dan suka bercerita tentang apa saja, termasuk cerita tentang "keunikan" para pelanggannya.

Saya kaget sekali, ketika Jumat (1/7/2011) siang itu, salah satu pelayan perempunnya yang juga sudah lama bekerja di situ menceritakan bahwa encik itu sudah meninggal karena kanker payudara hampir dua tahun lalu.

Pantasan, beberapa kali sebelum ini, saya makan siang di warteg ini tapi tidak bertemu lagi dengan encik itu. Itu sebabnya saya bertanya ke pembantunya tentang dia pada Jumat (1/7/2011) itu.

Eh, ternyata sudah tiada. Rest in peace encik. Dan, kini Warteg Oriental itu dikelola oleh suaminya yang juga mengelola bengkel di samping warteg tersebut.

Nah pengen coba merasakan menu Warteg Oriental? Datang saja ke Kramat Sentiong, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Setelah itu, Anda sendiri yang menilai. [Alex Madji]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar