Rabu, 20 Juli 2011

Aids Masuk Kampung


Ini catatan tentang aids masuk kampung. HIV/AIDS, biasanya identik dengan kehidupan kota metropolitan karena kehidupan seks bebasnya yang sudah menjadi lumrah.

Tetapi menjadi luar biasa ketika HIV/AIDS tiba-tiba ada di sebuah kampung nun jauh di pedalaman, jauh dari kota metropolitan yang akrab dengan free seks.

Ceritanya begini. Di Wela, sebuah kampung yang terletak di perbatasan Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur (NTT), ada sebuah keluarga muda yang yang terdiri dari suami, istri dan dua orang anak terinfeksi HIV/AIDS. Tahunya, ketika tahun lalu, sang sumai hendak mendonorkan darahnya untuk adik putrinya yang mengalami sakit.

Setelah darahnya dicek, dokter Rumah Sakit St Rafael Cancar mengatakan, pria itu terinveksi HIV/AIDS. Oleh sebab itu darahnya tidak jadi didonorkan untuk adiknya. Kemudian adiknya yang mengalami pembengkakan perut karena kista akut itu akhirnya meninggal dunia.

Selasa 12 Juli 2011 lalu, istrinya meninggal dunia di kampung halamannya di Rimang, Pateng, Manggarai Barat. Jenasahnya kemudian diantarkan ke Wela dan dimakamkan di sana pada hari itu juga. Semua orang kampung mengetahui bahwa perempuan itu juga mengidap penyakit HIV/AIDS. Sebab, badannya sangat kurus kering dan menghitam.

Diceritakan, ketika perempuan itu meninggal, semua pintu rumah orang di kampungnya ditutup rapat dan enggan melayat karena takut terjangkit virus maut tersebut. Di Wela pun setali tiga uang. Ketika jenasahnya tiba, tidak banyak orang yang melayat. Kebetulan juga saat jenasah tiba, hujan lebat mengguyur kampung di atas gunung itu.

Sebelumnya, salah satu anaknya meninggal dunia, kemungkinan karena HIV/AIDS. Masih ada satu anaknya yang untuk sementara masih segar.

Sedangkan suaminya yang divonis dokter terkena AIDS saat ini kondisinya kritis. Badannya kurus kering dan warna kulitnya hitam legam. Orang bilang, mayat hidup. Padahal dulu, ketika masih muda, pria ini gagah, putih, dan ganteng. Tetapi kini, tinggal menunggu hari untuk juga pergi selamanya.

Karena itu, saat pembicaraan pesta kenduri untuk istrinya, keluarganya meminta untuk tidak dibicarakan saat itu. Maksudnya tunggu dikendurikan sekalian bersama suaminya yang kondisinya memprihatinkan itu.

Mendengar cerita kematian itu, saya lalu berbincang-bincang dengan sejumlah orang di Kampung Wela yang belum ada dalam peta Indonesia, seperti dengan Sekretaris Desa Pius Kalim dan mantan Kepala Desa setempat Paskalis Jemandu.

Mereka menceritakan bahwa sebelum menikah dengan perempuan itu, pria asal Kampung Wela yang divonis AIDS tadi pernah menikah dengan gadis dari kampung tetangga, Golowelu. Hanya saja perkawinan mereka seumur jagung, lalu bercerai. Saat itu kondisi sang pria masih segar. Bahkan, kondisi mantan istrinya itu hingga kini masih segar bugar.

Kondisi pria yang pernah merantau ke Makassar itu menurun sejak nikah lagi dengan perempuan dari Rimang Pateng tersebut. Kondisi perempuan itu sendiri sejak dibawa lari dari Rimang ke Wela beberapa tahun lalu tidak terlalu segar dan tidak sedap dipandang, sebagaiamana kesaksian sejumlah orang kampung.

Dari sejumlah kesaksian tadi, mereka, termasuk saya menyimpulkan bahwa yang pertama mengidap HIV/AIDS adalah sang istri. Suami tertular dari dia. Sebab kalau sang suami yang pertama mengidap penyakit ganas yang hingga kini belum ada obatnya itu, maka istri pertamanya tentu saja terinfeksi HIV/AIDS juga. Faktanya, hingga saat ini istri pertamanya itu masih segar bugar. Meskipun, harus dibuktikan dengan pemeriksaan medis.

Apalagi, saat masih gadis, perempuan ini bekerja sebagai sales promotion girl atau istilah setempat "makan gaji" di sejumlah toko di Ruteng dan Labuan Bajo. Kemungkinan, penyakit ganas itu didaptnya selama "peziarahannya" di Ruteng dan Labuan Bajo.

Terlepas dari itu, yang pasti kampung di pedalaman sekalipun kini tidak luput dari penyebaran penyakit ganas seperti ini. Ini tentu saja cerita buruk. Karena itu harus ada upaya pencegahan agar penyakit seperti ini, dan juga narkoba, tidak meluas.

Tanpa upaya sistematis dari pemerintah maka ini akan menjadi endemi baru setelah penyakit-penyakit tradisional daerah pedalaman seperti malaria, muntaber dan sebagainya.

HIV/AIDS bukanlah penyakit kas kampung, tetapi penyakit kota besar yang masuk ke kampung. [Alex Madji]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar