Jumat, 22 Juli 2011

Pentingnya PRT


Seminggu lagi, masa puasa tiba. Satu atau dua minggu terakhir masa puasa, orang-orang pada mudik, termasuk para pembantu rumah tangga (PRT). Pulangnya para “pelayan” ini menyisakan persoalan besar bagi hampir sumua rumah tangga di ibukota, yaitu tidak ada yang mengurus rumah dan anak-anak. Ini adalah masalah rutin setiap tahun ketika musim mudik tiba.

Sebenarnya, masalah pembantu ini hampir muncul setiap hari. Tidak hanya pada musim mudik. Suatu hari, saat makan siang di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, saya mendengar percakapan sekelompok ibu di meja sebelah tentang pembantu-pembantu mereka.

Ibu yang satu menceritakan tentang pembantunya yang hendak pulang kampung dengan berbagai alasan. Orang tua sakitlah, anak sakitlah. Teman di sampingnya menyarankan agar permintaan itu jangan dikabulkan. Sebab begitu dia pulang, pasti tidak akan balik lagi.

Sementara ibu yang lain lagi bercerita bahwa pembantunya sering pinjam uang untuk membayar utang. Saking seringnya, cerita ibu itu, sampai dia tidak mau memberi pinjaman lagi.

Beberapa minggu kemudian, tepatnya pertengahan Juli 2011 ini, kami mengalami persoalan serupa. Dua pembantu kami, Nanik dan Juju, pulang kampung karena kebetulan kami juga berlibur di kampung halaman. Nanik kembali tepat waktu. Sebelum kami sampai di rumah, dia sudah tiba duluan dan membereskan rumah. Sementara Juju molor hingga seminggu. Alasannya, ponakannya khitanan dan pestanya berlangsung dua hari dua malam. Luar biasa.

Masalahnya, beberapa hari setelah kembali dari kampung, istri saya bertugas keluar negeri. Dua putra kami hanya diurus Nanik sendiri. Belum lagi, mengurus rumah mulai mamasak, mencuci, strika, dan urusan tetek bengek lainnya.

Untuk menghindari beban kerja yang tinggi dan karena takut pembantu ini stress lalu terjadi apa-apa dengan anak saya, terpaksa anak sulung kami dititipkan di rumah saudara yang tidak jauh dari rumah. Setiap pulang kerja, saya jemput kembali. Untung masih punya saudara. Tak terbayang kalau tidak ada saudara yang berdekatan rumah.

Selama Juju tidak ada, betapa mengurus rumah dan anak sambil bekerja itu cukup menyita waktu dan tenaga. Itupun masih ada satu pembantu. Bagaimana kalau dua-duanya tidak ada. Bebannya pasti lebih berat.

Beban berat itulah yang ada di depan mata ketika musim mudik 2011 tiba. Para pembantu pulang kampung dan urusan rumah tangga dan mengurus anak-anak dikembalikan kepada majikan masing-masing. Tebanyang repotnya para orang tua di ibukota satu atau dua minggu sebelum dan sesudah lebaran ini. Cuci pakaian sendiri. Cebok anak sendiri. Ngepel rumah sendiri. Cuci strika mungkin diserahkan ke jasa cuci kiloan yang menjamur di mana-mana. Serta pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya.

Ketika pekerjaan-pekerjaan itu dilakoni sendiri barulah merasakan betapa pentingnya kehadiran dan peran PRT. Makanya, saya heran ada majikan yang memperlakukan mereka secara kasar. Kami yang memperlakukan pembantu secara baik, bahkan kadang-kadang mereka menjadi seperti majikan, tetap dibikin repot. Dirasakan atau tidak, peran pembantu di ibukota ini sangat penting. Karena itu perlakukan mereka secara baik. [Alex Madji]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar