Rabu, 04 April 2012

Ketika Wamen Jadi Preman Pasar


Berita-berita di media sosial menyebutkan bahwa Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana melakukan kekerasan. Dia memukul sipir Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru ketika dia bersama BNN melakukan sidak ke LP tersebut. Ajudan sang menteri pun ikut memukul sipir di LP itu.

Denny Indrayana sendiri membatah berita-berita yang menyebutkan bahwa dia ikut memukul. Tetapi dia membenarkan aksi premanisme tersebut pada sidak (inspeksi mendadak) yang dilakukannya. Meskipun dia enggan mengungkap pelakunya.

Meski demikian, publik terlanjur percaya bahwa Denny ikut terlibat dalam pemukulan tersebut. Bila benar, ini sungguh contoh buruk. Tindakan memukul hanya dilakukan oleh seorang preman di pasar dan jalanan.

Denny Indrayana sudah jelas bukan preman. Dia seorang pejabat publik dan seorang intelektual. Di depan namanya ada gelar profesor dari universitas terkemuka bangsa ini, Universitas Gadjah Mada. Maka aksi Denny itu adalah pelecehan terhadap jabatan yang diembannya dan pelecehan terhadap intelektualitas dan dunia akademis.

Seorang intelektual selalu mengedepankan rasionya dibanding fisik. Senjata utama dia adalah pikirannya. Bukan fisik. Yang mengutamakan fisik adalah buruh bangunan, tetapi mereka pun tidak sebarangan memukul orang. Hanya preman yang lazim menggunakan kekerasan ketika keinginannya tidak terpenuhi. Kalau mereka yang melakukan kekerasan bisa dimaklumi karena kadar rasio mereka jauh lebih rendah dibanding Denny Indrayana.

Karena itu, polisi harus mengusut kasus ini secara tuntas. Bila benar, Denny melakukan pemukulan maka dia diproses secara hukum, apalagi dia adalah pakar hukum yang mengerti hukum dengan sangat baik. Bila bersalah, dia patut diberi hukuman baik pidana maupun administratif misalnya dengan dipecat dari jabatan wakil menteri.

Hukuman seperti ini penting untuk membuktikan bahwa dia yang bertugas sebagai ujung tombak penegakkan hukum mampu menegakkan hukum di negeri ini secara adil dan tidak pandang bulu. Jangan sampai dia hanya ingin menegakkan hukum untuk orang lain, tetapi dia sendiri bebas mengangkangi hukum. Ini kesalahan besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar