Kehidupan masyarakat kota metropolitan identik dengan kesibukan. Sibuk bekerja, sosialita, berorganisasi, dan berbagai macam kesibukan lainnya. Saking sibuknya, banyak urusan/pekerjaan rumah tangga tidak tertangani. Sebut misalnya, urus anak, cuci pakaian, bahkan untuk urusan paling privat sekalipun seperti mandi. Hal-hal seperti ini kemudian diserahkan kepada orang/pihak lain.
Ini adalah peluang bisnis. Karena itu jangan heran kalau bisnis rumah cuci, penitipan anak, dan tempat-tempat “permandian” bertumbuh subur di pojok-pojok ibu kota.
Yang lagi booming saat ini adalah bisnis cuci kiloan, bukan hanya di Jakarta, tetapi juga di Yogyakarta . Di Jalan Raya Kebon Jeruk, Jakarta Barat, misalnya, ada sebuah rumah cuci yang sangat ramai. Orang keluar masuk untuk mengantar pakaian kotor dan mengambil cucian di rumah cuci yang berukuruan 4x4 meter persegi itu. Ruangan bercat warna warni dan enak dipandang itu penuh dengan tumpukan pakaian dalam bungkusan plastik.
Ada tiga orang perempuan yang bekerja di situ. Tadinya hanya dua orang. Keduanya bekerja secara bergantian. Seragamnya hitam putih. Kemeja putih dan celana hitam. Seorang berjilbab sedangkan yang lain tidak. Mereka bertugas mengimput data pakaian kotor ke dalam komputer. Belakangan ditambah seorang perempuan lagi yang bertugas memasukkan nomor ke dalam pakaian-pakaian yang hendak dicuci.
Pakaian yang masuk ditimbang terlebih dahulu. Setelah itu dilihat dan di-input ke dalam komputer. Besaran dan jenis pakaian tinggal disesuaikan dengan data-data yang sudah tersedia dalam komputer. Semuanya akan terhitung secara otomatis. Dua perempuan tadi tinggal memasukkan jumlah kilogramnya lalu komputer akan menghitung sendiri total yang harus dibayar pelanggan. Begitupun item per item pakaian akan dijumlah sendiri komputer. Harga per kilogramnya Rp 7.000. Hasil cucian bisa diambil setelah 24 jam. Segala macam barang bisa dicuci di situ. Mulai dari sepatu, sandal, jacket, bed cover, hingga pakaian dalam. Konsumen bisa memilih dari tiga jenis parfum yang disediakan sebagai pewangi pakaiannya.
Salah satu dari perempuan tadi bercerita, karyawan yang berkerja di tempat usaha cuci pakaian itu sebanyak enam orang. Mereka berdua bertugas di front desk. Mereka bertugas menerima pakaian kotor dan mengembalikan yang bersih. Sedangkan sisanya adalah petugas cuci. Pakaian-pakaian itu sendiri dicuci di salah satu rumah di komplek Kodam, tidak jauh dari show room kecil itu. Mereka menggunakan beberapa mesin cuci langsung kering. Tidak perlu dijemur. Penggunaan mesin cuci seperti ini cukup membantu di tengah cuaca yang tidak menentu.
Setiap hari mereka menerima 100 kilogram pakaian. Kadang-kadang kurang, kadang-kadang lebih. Tapi rata-rata 100 kilogram per hari. Dengan demikian, pendapatan rumah cuci itu sehari rata-rata Rp 700.000. Dalam sebulan pendapatan rumah cuci itu mencapai Rp 21.700.000 (31xRp 700.000).
Sementara kedua perempuan tadi dan teman-temannya diberi upah dengan standar minimum. Pengeluaran besar lainnya adalah sewa show room, bayar listrik, air (kalau pakai pam) plus sejumlah pengeluaran kecil-kecil lainnya.
Melihat penghasilan seperti itu, bisnis rumah cuci cukup menjanjikan di tengah kehidupan warga kota metropolis yang makin ingin instan dan tidak mau repot dengan urusan tetek bengek rumah tangga. [Alex Madji]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar