Rabu, 19 Mei 2010

Buku

Buku adalah sumber ilmu pengetahun. Siapa pun yang haus akan ilmu pengetahuan (tentang apa saja), dia harus mencari buku. Buku menjadi begitu penting. Dia adalah ibu yang melahirkan pengetahuan.

Meskipun, filsuf kelahiran Skotlandia 1711 Sir David Hume (wafat 1776) mengatakan, sumber pengetahuan adalah pengalaman. Buku, apalagi buku tentang Teologi dan Metafisika, justru merusak dan menghancurkan pengetahuan. Dalam bukunya berjudul An Enquiry Concerning Human Understanding sebagaimana dikutip dosen filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Simon Petrus Lili Tjahjadi dalam buku Filsafat Barat Modern Hume menulis, “Kalau kita memeriksa perpustakaan-perpustakaan kita, betapa besar penghancuran yang mestinya kita lakukan. Raihlah saja salah satu buku tentang apa pun juga, misalnya buku tentang Teologi atau tentang Metafisika skolastik, lalu bertanyalah: apakah buku itu memuat penalaran abstrak mengenai jumlah dan besaran? Tidak. Apakah buku itu memuat penalaran yang berdasarkan pengalaman nyata tentang fakta-fakta dan eksistensi? Tidak. Kalau demikian, campakkan saja buku itu ke dalam apil menyala, sebab buku itu hanya berisi omong kosong dan khayalan belaka.”

Sementara menurut filsuf Jerman Immanuel Kant (1724-1804), sumber pengetahuan adalah rasionalisme atau apa yang ada pada rasio. Bukan pengalaman seperti dibilang Hume. Empirisme (pengalaman) hanya meneguhkan apa yang sudah ada pada rasio, kata Kant.

Perdebatan tingkat tinggi dua filsuf itu tentang sumber pengetahuan, semuanya akan bermuara pada buku. Uraian dan dalil-dalil David Hume tentang pengetahuan semuanya tertuang dalam buku. Begitupun Kant. Jadi apa pun, buku sangat penting untuk memperkaya perspektif dan membuka horizon berpikir yang lebih luas.

Kesadaran itulah yang mendorong saya pada Senin, 17 Mei 2010 mengambil buku-buku yang tidak terpakai lagi oleh SMPK 2 BPK Penambur Jalan Pembangunan III/IA, Gadjah Mada, Jakarta Pusat. Ada 8 dus buku yang sudah tidak terpakai. Seorang diri saya ke sana. Sore harinya saya mengantar buku-buku itu ke Jalan Percetakan Negara, GG Muhirin No 25 Jakarta Pusat.

Selanjutnya buku-buku ini akan disumbangkan untuk sebuah kampung di pedalaman Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Wela. Di sana anak-anak tidak pernah bersentuhan dengan ibu dari ilmu pengetahuan itu. Bukan karena tidak mau dan tidak punya minat baca, tetapi karena keterbatasan ekonomi untuk membeli buku. Bagaimana bisa beli buku, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja susahnya minta ampun.

Buku-buku itu memang disebut buku bekas. Tetapi untuk ilmu pengetahuan tidak ada yang bekas dan basi. Buku-buku David Hume dan Kant dari abad ke-18 saja masih laku dan menjadi harta karun bagi generasi abad ini. Karena itu diharapkan buku-buku itu nantinya mampu merangsang minat baca anak-anak muda dan membuka horizon generasi muda kampung itu dan kampung-kampung sekitarnya. Harapan terjauh adalah lahirnya golden generation di abad mendatang. [Alex Madji]

1 komentar: