Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menerima World Statesman Award atau Penghargaan Negarawan Dunia di Amerika Serikat. Pemberinya, the Appeal of Conscience Foundation (ACF), sebuah yayasan milik seorang rabi Yahudi Amerika Serikat, Arthur Schneier. SBY dinilai berperan besar dalam menjaga dan menciptakan toleransi kehidupan beragama di Indonesia. Karena itu dia pantas menerimanya.
Tetapi Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta Franz Magnis Suseno mengirim surat protes secara terbuka kepada yayasan tersebut. Menurut Magnis, pemberian penghargaan kepada SBY sangat memalukan dan akan memalukan lembaga itu sendiri. Magnis protes karena lembaga itu tidak menanyakan rakyat Indonesia, sebelum mereka menjatuhkan pilihan.
Di mata Magnis, SBY tidak berbuat apa-apa terhadap begitu banyak kasus intoleransi beragama di Indonesia. Ketika banyak gereja ditutup dan dirobohkan, SBY bisu. Ketika jemaat Ahmadiyah dikejar-kejar dan bahkan dibunuh, SBY tak peduli. Saat kelompok syiah dianiaya, SBY kemana? Entalah. Intinya, SBY tidak berbuat apa-apa terhadap begitu banyak kejadian intoleransi di Indonesia, yang menelan korban jiwa sekalipun.
Padahal filosofi dan yang menjadi prinsip dasar yayasan tersebut adalah kebebasan, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM). Mantra organisasi ini adalah "sebuah kejahatan atas nama agama adalah kejahatan melawan agama yang terbesar".
Tetapi kenapa penghargaan itu justru diberikan kepada kepala negara Indonesia yang kekerasan atas nama agamanya sangat marak? Parahnya lagi diberikan kepada orang yang tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan pelanggaran tersebut? Lalu kemana kebebasan, demokrasi, dan HAM yang menjadi prinsip dasar lembaga itu?
Itulah dasar gugatan Magnis yang diikuti banyak orang. Gelombang penolakan di dunia maya sangat dahsyat. Aksi penolakan pemberian penghargaan ini kepada SBY dilakukan dengan mengumpulkan tanda tangan melalui www.change.org. Di berbagai forum diskusi, terutama di dunia maya, topik tersebut marak didiskusikan. Mayoritas mendukung sikap Rm Magnis.
Satu dua orang mendukung SBY menerima penghargaan itu, termasuk para pembantu SBY di Istana seperti para juru bicaranya dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Bahkan, nama yang terakhir ini cenderung melakukan kekerasan verbal dan berbau SARA terhadap Rm Magnis melalui akun twitter-nya.
Di sini, penghargaan itu dianggap "besar" karena tarafnya internasional. Tetapi media-media di Amerika Serikat menilainya sebagai yang biasa saja. Malah, mereka sinis karena diberikan kepada seorang pemimpin negara yang kebebasan beragamanya masih terancam.
Karena itu, patut diduga penghargaan ini memiliki motif dan tujuan lain. Sebab, bagaimana mungkin seorang rabi Yahudi memberikan penghargaan kepada seorang pemimpin sebuah negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel? Sejumlah isu menyebutkan bahwa penghargaan ini diberikan untuk memuluskan langkah dan rencana membangun hubungan diplomatik Indonesia-Israel.
Bila ini yang terjadi, kemana kelompok-kelompok yang selama ini anti Israel di negeri ini? Ataukah mereka sudah melunak dan siap membangun hubungan diplomatik dengan bangsa Yahudi itu seperti yang diinginkan pemimpinnya? Yang pasti Magnis tidak memprotes karena masalah politik ini, tetapi murni karena tidak ada kebebasan kehidupan beragama di tanah ini. (Alex Madji)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar