Senin, 29 Juli 2013

Nusantara dalam Secangkir Kopi

Minggu, 28 Juli 2013 siang. Hujan gerimis turun jarang-jarang, sebelum panas terik menghujam kawasan Pasar Segar Graha Bintaro, Tangerang Selatan. Saya mampir di kedai kopi di jejeran ruko alias rumah toko di pasar tersebut. Namanya Graha Kopi yang beralamat lengkap di Pasar segar Graha Bintaro RB 1/10, Pondok Jagung, Tangerang Selatan.

Seorang lelaki mengenakan kemeja jeans biru dipadu celana pendek warna biru tua sedang menggiling kopi pesanan pelanggannya. Di sebuah kursi panjang, seorang pelanggan lain sedang menyeruput kopi panas dalam gelas ukuran 300 cc sambil menyulut kretek.

Nama pria itu, Hadi Lesmono. Dialah pemilik kedai Graha Kopi tersebut. Hadi mengaku bukan ahli kopi. Dia hanya menyebut diri sebagai penyuka kopi. Saking sukanya, dia pun mendirikan kedai tersebut sejak tiga tahun silam. "Saya buat ini bukan untuk cari duit. Kebetulan saja saya penyuka kopi dan mengisi masa pensiun saya," ujarnya sambil menyulut sebatang kretek dan mengukir sebuah potongan kecil kayu untuk dijadikan pengisap rokok.

Sulit disangkal bahwa Hadi bukan ahli kopi. Di kedainya itu, dia memajang kopi dari berbagai daerah seluruh Nusantara ini. Ada Kopi Lampung, Kopi Gayo, Kopi Sidikalang, Kopi Lintong dari daerah Sumatera, Kopi Bajawa Flores, Kopi Kintamani Bali, Kopi Toraja, hingga Kopi Wamena Papua.

Dia pun bisa membedakan cita rasa kopi dari berbagai daerah tersebut. "Setiap daerah memiliki rasa yang berbeda-beda karena memiliki varietas yang berbeda-beda pula. Tetapi kopi Bajawa dan Toraja rasanya hampir sama," tuturnya sambil menunjukkan toples Kopi Toraja dan Bajawa yang dipajang berdampingan.

Semua kopi dalam toples yang dijejer di atas etalasenya sudah digoreng dan siap giling jadi kopi bubuk untuk para pelanggan, baik untuk dibawa pulang maupun untuk dinikmati di tempat itu sambil duduk santai di atas kursi-kursi kayu kokoh yang tersedia di kedai tersebut. Sementara kopi-kopi mentah dalam bungkusan plastik dipajang di sebuah rak kayu.

Hadi bercerita, kopi-kopi itu didapat langsung dari petani kopi di daerah-daerahnya. Dia sendiri pergi ke daerah-daerah itu untuk mendapatkan kopi-kopi berkualitas nomor satu langsung dari petani kopi. Dia tidak mau membeli kopi di pasaran karena tidak ada jaminan kualitas kedaerahan kopi itu sendiri. Kopi yang beredar di pasar sudah bercampur baur. "Kalau ada yang bilang bahwa ini Kopi Papua, Papua bagian mana?" tanyanya retoris.

Selama ini, kopi-kopi berkualitas Indonesia lebih banyak dibawa ke luar negeri, sementara rakyat Indonesia hanya minum robusta yang berkualitas rendah. Kopi-kopi pabrikan yang begitu banyak di super market tidak lebih dari sampah. Karena itu dia bertekad memberikan kopi-kopi berkualitas bagi para pelanggannya. Dia tidak menjual kopi sembarangan atau "kopi sampah". Kopi-kopi berkualitas itu diolah secara kualitas pula.

Di kedainya ini, Hadi memiliki alat pemanggang kopi yang harganya mencapai Rp 100 juta. Setelah digoreng atau dipanggang, kopi-kopi itu dipajang di etalase. Para pelanggannya tinggal memilih jenis-jenis kopi yang lengkap dengan keterangannya pada toples-toples bening dengan berbagai macam harga untuk dibawa pulang.

Black Gayo, misalnya, dibanderol dengan Rp 30.000 per 250 gram, Sidikalang 30.000 per 250 gram, Mocca Robusta Gayo 30.000 per 250 gram, atau Kopi Bajawa dan Toraja yang dijual Rp 70.000 per 250 gram. Kopi-kopi yang dipilih kemudian digiling lalu ditimbang.

Siang itu, saya memesan satu cangkir kopi Toraja ukuran 100 cc. Menurut Hadi, untuk ukuran seperti itu takaran kopi idealnya 12-13 gram. Tak perlu menunggu lama, kopi tubruk panas itu pun datang. Wangi kopinya sungguh menggoda. Bubuk kopi mengapung di atas permukaan cangkir, tetapi setelah diaduk lalu larut dalam air dan mengendap.

Menurut Hadi dan pelanggannya yang siang itu menikmati kopi, sajian kopi yang sebenarnya memang tanpa gula. Hanya dengan begitu, kita bisa merasakan taste kopi dari macam-macam daerah. Kepahitan dan keasaman kopi sungguh terasa. Sedangkan kalau dengan gula, menurut Hadi, itu namanya bukan kopi, tapi minuman kopi.

Tak terasa, kopi Toraja satu cangkir pun habis. Ada rasa asam sedikit, tetapi yang lebih mantap itu pahitnya. Saya lalu membayar Rp 10.000 untuk kopi satu cangkir 100 cc tersebut. Cerita kami pun berakhir. Kalau Anda ingin menikmati kopi dengan macam-macam rasa, silahkan datang ke Graha Kopi. Di sana Anda akan mengetahui dan menikmati Nusantara dalam secangkir kopi. (Alex Madji)

Foto: Hadi Lesmono

2 komentar: