Jumat, 10 Juni 2016

Yang Penting Ahok Jadi Gubernur!

Saya dan istri sudah menyerahkan kartu tanda penduduk (KTP) ke Teman Ahok untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dua kali malah. Pertama, pada hari kedua lebaran tahun lalu (2015) di Citraland. Saat itu, dukungan masih tunggal. Ahok seorang.

Kedua, setelah “dikasih masukan” oleh Yusril Ihza Mahendra yang juga berniat maju dalam pilkada DKI Jakarta 2017, maka dukungan untuk Ahok harus dengan pasangannya. Dengan sigap, Ahok memilih anak buahnya, Heru Budi Hartono. Ia menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Saya dan istri pun menyerahkan dukungan untuk pasangan tersebut. Kali ini, formulir diambil di posko Teman Ahok, diisi di rumah, lalu dikembalikan. Tentu saja lengkap dengan foto kopi KTP.

Intinya, saya mau mendukung Ahok. Berpasangan dengan siapa pun dia, saya dukung. Saya ingin DKI Jakarta yang dari hari ke hari semakin tertata dan bermartabat. Enak ditempati dan bersahabat. Tapi dukungan saya itu diberikan murni karena Ahok tidak punya partai politik dan ia tidak ingin disandera parpol.

Tapi perkembangan politik menjelang Pilkada DKI Jakarta ini bergulir begitu cepat. Dalam satu pekan terakhir, PDI Perjuangan memberi isyarat sangat jelas bahwa mereka mau mendukung Ahok. Tapi syaratnya, Ahok harus berpasangan dengan kader si Moncong Putih. Nama Wakil Gubernur saat ini, Djarot Saifulah Hidayat, sang kader, disebut-sebut akan diduetkan kembali. Sebelum signal-signal ini dimunculkan, bergulir rumor bahwa Heru mengundurkan diri dan takkan mendampingi Ahok pada pilkada tahun depan.

Kredit Foto: Temanahok.com

Signal bahwa Ahok akan masuk kandang banteng itu semakin benderang saat dia menghadiri haul Taufiq Kiemas di kediaman Megawati Soekarnoputri, istri Taufiq dan Ketua Umum PDI Perjuangan. Diperkuat lagi dengan pernyataan Ahok bahwa ia adalah orangnya Mega. Padahal sebelumnya, Partai Nasdem dan Hanura sudah lebih dahulu mendukung Ahok tanpa syarat.

Kondisi ini membuat Teman Ahok galau. Mereka masih sangat ingin agar Ahok maju lewat calon Independen. Apalagi syarat untuk itu sudah tercapai. Bahkan target 1 juta dukungan KTP tinggal selangkah lagi tercapai. Sekarang sedang dilakukan hitung mundur menuju satu juta KTP.

Pada saat bersamaan seorang teman saya, melakukan survei kecil-kecilan di media sosial facebook. Pertanyaannya, menurut Anda lebih baik Ahok maju secara independen atau lewat partai politik (koalisi PDI Perjuangan)? Sebagian besar "responden" menjawab, sebaiknya Ahok maju dari calon Independen. Hanya saja, yang buat survei itu adalah seorang warga Bekasi. Hahahahaha.

Terlepas dari itu, bagi saya tujuan mendukung Ahok adalah mengantar mantan Bupati Belitung Timur itu kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta. Karena ia tidak punya parpol maka saya mendukungnya lewat jalur independen. Tapi kalau sekarang ada partai, yang tidak perlu berkoalisi dengan partai lain mengusung Ahok, saya kira itu sangat bagus. Tidak juga berarti bahwa dengan begitu KTP saya menjadi mubazir. Tidak. Dengan didukung partai maka peluang Ahok dijegal, termasuk lewat revisi UU Pilkada bisa terhindarkan.

Dengan kendaraan apa pun Ahok maju pada Pilkada nanti, baik melalui jalur independen maupun lewat partai politik, saya tetap akan memilihnya. Sebab, sejak awal tujuan saya adalah mendukung Ahok menjadi gubernur. Itu saja. Apa pun kendaraannya, yang terpenting Ahok jadi gubernur. Asal bukan Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno, apalagi Ahmad Dani dan Haji Lulung. Jadi, Teman Ahok tak perlu galau dengan dukungan PDI Perjuangan kepada Ahok. Toh Hanura dan Nasdem sudah lebih dulu mendukung. Belum lagi Golkar memperkuat posisi itu.

Justru kalau makin banyak partai mendukung Ahok, maka mereka mau mendengar rakyat. Sebab itulah esensi partai politik. Mendengar dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Bukan mengejar tujuan pribadi pengurus dan para elite-nya. (Alex Madji)

3 komentar: