Senin, 31 Desember 2012

Jadi Bloger dan Harapan Menguangkan Blog


Akhir tahun 2012 tinggal hitungan jam. Di penghujung tahun ini, saya ingin membuat catatan akhir tahun. Tetapi bukan seperti yang dibuat media-media main stream atau media-media arus utama yang membuat catatan yang serius nan rumit tentang berbagai persoalan bangsa ini. Saya hanya ingin sedikit mengevaluasi blog ini selama 2012 sambil membuat resolusi untuk 2013.

Pada 2012, pertumbuhan blog ini sangat pesat. Pengukurnya adalah jumlah halaman yang ditayang atau page view. Menurut data blogspot saat artikel ini diupload, jumlah halaman yang ditayang dari blog ini sudah mencapai 122.326 dengan jumlah pemirsa hampir 100.000. Hingga tutup tahun, angka ini pasti akan terus bertambah. Untuk saya yang baru belajar "ngeblog", angka ini cukup fantastis.

Angka itu tidak dicapai dengan mudah. Pada akhir tahun lalu, pada catatan akhir tahun seperti ini, saya bertekad untuk secara rutin meng-update-nya. Mula-mula meng-update sekali dalam dua hari. Kemudian tiba-tiba di tengah jalan muncul tekad untuk mengisi setiap hari. Tekad ini berjalan, tetapi terkadang mentok di gagasan. Sering ketiadaan ide untuk dituangkan. Akibatnya, paling tidak tekad akhir tahun lalu itu terwujud dengan minimal update sekali dalam dua hari. Konsistensi dalam meng-update itulah yang melahirkan angka pageview seperti di atas.

Sejak akhir tahun lalu itu pula, saya belum berani menyebut diri sebagai seorang bloger. Saya harus menunggu angka page view 100.000 sebelum mendeklarasikan diri sebagai seorang bloger. Kini, angka yang saya nanti-nantikan itu datang, bahkan terlampaui. Maka kini saya berani menyebut diri sebagai seorang bloger. Tetapi saya seorang bloger yang belum memiliki spesialisasi. Sebab blog ini masih sangat bersifat umum. Meskipun, lebih banyak mengulas tentang agama para public figur dari berbagai profesi, terutama para pemain sepakbola. Artikel-artikel seperti inilah yang banyak dilihat peselancar mesin pencari.

Apa yang dicapai selama 2012 ini belumlah memuaskan. Dan, memang tidak boleh puas. Perlu ada peningkatan kualitas isi pada 2013 mendatang. Selain, tentu saja, terus meng-update secara rutin, minimal sekali dalam dua hari. Bila perlu setiap hari. Selain itu, misi dan visi blog ini perlu dipertajam agar kemudian semakin jelas spesialisasinya. Itu resolusi pertama untuk 2013.

Resolusi kedua, blog ini harus menghasilkan uang. Ini tentu tidak gampang, tetapi juga bukan mustahil. Tidak ada yang mustahil di bawah muka bumi ini. Apalagi sudah banyak orang yang sukses menjadi kaya dari pekerjaan "ngeblog". Untuk itu, saya harus bekerja keras mencari cara bagaimana supaya blog ini bisa menghasilkan uang. Selain itu harus belajar banyak dari berbagai referensi melalui buku maupun internet untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Tidak penting berapa angkanya. Yang terpenting ada uang yang dihasilkan dari kegiatan bloging seperti ini. Meskipun itu hanya Rp 1. Saya tidak mau bikin resolusi banyak-banyak. Menjalankan dua hal di atas sudah sangat bagus.

Akhirnya, semoga Alam semesta bisa mendengar dan merestui resolusi saya ini dan akhir tahun 2013, saya akan kembali melaporkan hasil dari resolusi tersebut. Mohon doa dan dukungannya agar tujuan ini tercapai. (Alex Madji)

Jumat, 28 Desember 2012

Keistimewaan Dagadu Yogyakarta


Kalau Bali punya Joger, Yogyakarta memiliki Dagadu. Masing-masing menjadi bagian dari wisata di dua kota pariwisata tersebut. Setiap orang yang ke Bali, pasti menyempatkan diri mampir di Joger untuk membeli suvenir kaus khas Joger yang mendeklarasikan diri sebagai pabrik kata-kata. Begitupun kalau ke Yogyakarta. Orang-orang pasti menyempatkan diri ke Dagadu untuk mendapatkan suvenir kaus Dagadu yang asli.

Senin, 24 Desember 2012 lalu kami ke Toko Dagadu yang terletak di Jalan Pakuningrat, Yogyakarta. Menurut salah satu sales promotion girl (SPG) di toko itu, Titi, inilah toko utama semua barang merek Dagadu di Yogyakarta. Masih ada tiga toko lainnya, tetapi semuanya ada di dalam mal di kawasan Malioboro dengan ukuran lebih kecil. Sedangkan rumah produksinya, kata Titi, ada di Bantul.

Dibandingkan ketiga toko lainnya itu, dan sebagai yang utama, toko Dagadu di Pakuningrat paling ramai dan paling besar. Dia menjadi tujuan utama bagi siapa saja yang memburu kaus atau produk-produk Dagadu.

Toko ini terletak di kompleks perumahan tua. Kiri-kanan dan di depannya masih sebagai tempat hunian. Toko Dagadu itu pun masih serupa sebuah hunian. Bukan toko. Bekas-bekas kamarnya masih sangat jelas. Baik kamar tidur maupun ruang tamu. Toko ini terdiri dari beberapa kamar. Dan di setiap kamar ada berbagai jenis barang yang dijual. Semuanya produk atau merek Dagadu. Selain kaus sebagai produk utama, toko ini juga menjual produk-produk dagadu lainnya seperti tas (baik kecil maupun ransel), sandal, buku catatan atau notes, kartu, gantungan kunci, dan mug.

Dari sudut penataan kaus, tempat ini terkesan lega, tidak sumpek, dan rapih. Kaus-kaus ditata bagus dalam rak-rak besi. Kaus-kaus dalam berbagai ukuran dan warna dalam kemasan plastik disusun seperti buku di rak-rak perpustakaan. Hanya ada beberapa yang digantung pada tempat di depan rak-rak itu sebagai sampel.

Selain itu, ada juga kaus yang dibungkus dalam sebuah gulungan kertas bulat warna merah dan diberi sumbu tali. Di luarnya ditulis mercon. Ya, memang menyerupai mercon besar atau petasan. Kaus-kaus ini ditempatkan pada dinding bundar pada ruangan paling belakang yang juga menjadi pusat keramaian toko itu.


Dagadu menjadi salah satu dari keistimewaan Yogyakarta karena dia hanya berada di sana. Sama seperti Joger yang menjadi keistimewaaan Bali. Berbeda dengan Joger yang memproduksi untaian kata yang lucu, usil, geli dan mengundang orang tertawa, Dagadu lebih banyak membuat plesetan. Inilah keistimewaan Dagadu. Misalnya, YouTube diplesetkan menjadi Yog Tugu. Atau lagu "topi saya bundar" diplesetkan menjadi "kopi saya bundar" dan masih banyak lagi plesetan lainnya.

Keistimewaan lainnya, semua SPG di toko ini adalah para mahasiswa dan mahasiswi yang masih kuliah dengan jumlah lebih dari 80 orang. Mereka bekerja dalam tiga shift, dan memilih shift kerja sesuai jadwal kuliah masing-masing dengan jam kerja 4,5 jam per hari. Titi sendiri, misalnya, adalah mahasiswi Akutansi Universitas Gajah Mada yang masuk shift pagi pada Senin 24 Desember 2012 itu. Rekannya, Ani, adalah mahasiswi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Keistimewaan berikutnya adalah mereka hanya digaji Rp 400.000 per bulan. Untuk ukuran seorang mahasiswi, jumlah ini lumayan, sambil menunggu kiriman dari orang tua. Apakah ini di bawah upah minimum regional? Tentu saja ya. Tetapi kan jam kerja mereka juga tidak hanya setengah dari ketentuan pemerintah.

Keistimewaan yang lainnya lagi adalah mereka dipasang target penjualan. Setiap shift dipasang target penjualan Rp 10,5 juta per hari pada hari-hari biasa dan Rp 50 juta per hari pada akhir pekan dan pada hari-hari libur. Artinya, penghasilan toko itu sehari Rp 31,5 juta pada hari biasa dan Rp Rp 150 juta pada per hari akhir pekan dan musim liburan. Lalu berapa penghasilan sebulan toko itu? Ya, tinggal kali sendiri saja....Di atas Rp 1 miliar.

Itulah beberapa keistimewaaan Dagadu versi Ciarciar berdasarkan wawancara dengan beberapa SPG di Toko Dagadu di Jalan Pakuningrat, Yogyakarta. Nah, Anda punya pendapat lain? Silahkan ditambah pada kolom komentar di bawah artikel ini. (Alex Madji)

Keterangan foto: Situasi toko dagadu di Jalan Pakuningrat Yogyakarta oleh Alex Madji

Kamis, 27 Desember 2012

Pungli Itu Dilakukan Aparat Negara


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara, suatu ketika saat saya masih meliput di Istana Presiden beberapa tahun silam, pernah mengeluhkan soal adanya pungutan liar (pungli) di sepanjang jalur pantai utara (Pantura) Jawa.

"Kalau saya bisa nyamar, saya mau naik truk lewat Pantura untuk memastikan benar tidaknya informasi soal pungli di Pantura," demikian kata SBY ketika itu.

Ketika saya melintasi Pantura pada Kamis, 20 Desember 2012 lau, saya tiba-tiba teringat kata-kata Sang Presiden. Apalagi ketika menyaksikan aksi sejumlah oknum berpakaian seragam pegawai negeri sipil (PNS) di Pasar Cikampek.

Hari itu masih pagi. Baru pukul 10.00 WIB. Kami harus melintasi Pasar Cikampek, setelah Simpang Jomin ditutup sehingga semua mobil yang melewati Pantura harus merasakan kemacetan akibat kehirukpikuan di Pasar Cikampek.

Di tengah suasana kemacetan tersebut, ada tiga orang petugas dari Dinas LLAJR atau Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Rraya. Dua di antaranya sudah berumur. Kulitnya menghitam dibakar matahari dan tampak keriput. Satunya lagi masih lebih muda. Semuanya mengenakan seragam biru langit yang membuat mereka gagah.

Sayangnya, mereka bukannya mengurai kemacetan, tetapi justru memungut "pajak" dari kendaraan-kendaraan umum yang melintas. Puntutan itu sudah pasti liar alias pungli.

Persis di depan saya, ada sebuah truk molen. Saya menyaksikan seorang dari tiga petugas LLAJR tadi mengulurkan tangan ke kaca samping sopir truk molen tersebut. Sejurus kemudian, tangannya turun sambil menggenggam dan memasukkan ke saku celananya. Lumayan, dia mendapat Rp 10.000 dari truk itu.

Belum sempat saya beranjak jauh, dari kaca spion, seorang petugas lain sedang memungut "pajak" di bis yang berselang satu mobil di belakang saya. Sayang, angkanya tidak bisa saya lihat karena cukup jauh.

Selepas Cikampek, memang tidak ada lagi petugas berseragam seperti itu yang melakukan pemungutan pajak secara liar. Tetapi mereka yang meminta-minta dengan kedok pembangunan masjid cukup banyak. Bahkan ini terjadi hingga Indramayu. Jumlahnya pun tidak sedikit dan juga melibatkan kaum perempuan.

Kelompok-kelompok ini memiliki trik yang lain. Mereka sengaja memisahkan jalan dengan drum-drum agar laju kendaraan melambat. Sementara beberapa orang menyodorkan jaring kecilnya ke arah pintu mobil. Ada yang memberi pas di jaring, ada pula yang melempar sekenanya sambil jalan. Hal seperti ini juga banyak terjadi di Jakarta dengan model dan trik yang sama. Hanya saja saya tidak tahu, apakah ini termasuk pungli atau tidak.

Kalau pungli, seharusnya petugas yang berwenang menertibkan mereka paling tidak supaya jalanan tidak macet.

Sementara untuk petugas berseragam tadi, atasanya harus mengambil sikap tegas, misalnya dengan memberi sanksi terhadap anak buahnya yang nakal di lapangan. Repotnya kalau "pajak" itu disetor lagi ke atas, sehingga para pimpinan sulit mengambil tindakan atas anak buahnya yang bandel.

Padahal aksi mereka itulah yang membuat ekonomi bangsan ini berbiaya tinggi dan sangat merugikan konsumen. Sebab beban biaya-biaya tak terduga seperti itu oleh produsen dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga barang yang mahal.

Tetapi sampai kapankah aparat seperti ini bisa dibersihkan? Apakah tunggu sampai SBY lihat sendiri di Pantura? (Alex Madji)

Selasa, 25 Desember 2012

Merasakan Suasana Natal yang Lain


Kami sekeluarga merayakan Natal 2012 di Yogyakarta. Ini natal pertama saya di kota tersebut. Sebagai yang pertama, saya menyambutnya dengan sangat antusias. Berharap, ada sebuah suasana yang berbeda dari natal-natal sebelumnya.

Karena itu, penantian tibanya tanggal 24 Desember semakin tidak sabar. Sungguh-sungguh adventus. Begitu 24 Desember datang, kami segera bergegas ke Gereja St Antonius Padua Kota Baru untuk mengikuti misa pukul 17.00 WIB. Agar dapat tempat duduk di gereja, kami pun berangkat jam 15.00 WIB dari rumah yang terletak di Jalan Godean, tepatnya di Gamping.

Tetapi karena dalam beberapa hari terakhir Yogyakarta "muacetnya e pol" maka kami baru tiba di gereja Kota Baru pukul 16.00 WIB lewat. Bahkan hampir pukul 16.30 WIB. Beruntung, masih banyak tempat duduk di luar gedung gereja. Di dalam gereja sendiri semua kursi sudah terisi.

Ketika jam lima sore hampir tiba, semua kursi yang tersedia di dalam dan luar gerja, di bawah tenda-tenda, penuh terisi. Bahkan kursi cadangan yang ditupuk di pinggir gang di bawah tenda-tenda itu pun habis. Umat yang tak terhitung jumlahnya membeludak hingga di luar tenda di jalan-jalan sekitar Gereja.

Dan, misa Malam Natal pun tiba. Saya sedikit terganggu karena harus mengurus Carrol, putra saya yang pertama, yang tiba-tiba minta pup. Saya harus meliuk-liuk di antar begitu banyaknya orang untuk bisa sampai ke toilet. Sesampai di toilet yang handa dua itu pun ngantri. Pada saat antri itu, rombongan putra/putri atltar dan pastor lewat di belakang kami. Seperti yang saya duga, prosesi awal misa tidak bisa saya ikuti dari awal, atau ya diikuti dari dalam toilet sambil menyaksikan Carrol "ngeden".

Setelah semuanya kelar, saya balik ke tempat duduk. Untunglah, prosesi pembukaan belum sampai setengahnya. Karena niatnya memang merasakan suasana natal yang baru, saya pun mencoba khusuk mengikuti misa ini.

Dan inilah yang paling mengesankan saya. Ketika lagu Malam Kudus didendangkan, ada suasana yang magis. Bulu kuduk terasa berdiri. Mungkin karena lagu Malam Kudus ini sendiri memang menciptakan suasana yang lain dan membuat natal itu menjadi indah. Meskipun, mulai khotbah hingga misa selesai, Carrol terlelap dalam pangkuan. Tetapi saya mencoba tetap mengikuti misa dengan baik.

Walaupun khotbah pastor pada misa itu tidak terbilang luar biasa. Dalam khotbahnya, sang pastor yang sudah sangat senior mengungkapkan bahwa natal adalah perayaan kegembiraan dan perayaan cinta kasih. Pernyataan cinta bisa diwujudkan lewat macam-macam medium mulai dari cara yang paling tradisional sampai yang paling modern.

Nah, mungkin itu sebabnya, hiasan natal di dalam gereja itu syarat dengan simbol-simbol media dunia maya seperti facebook, google, twitter, blogger, blackberry, dan sebagainya. Hiasan-hiasan itu membuat gereja ini terkesan tidak tradisional dan bersahabat dengan dunia maya. Kata sang pastor, kata-kata I Love U, tidak lagi diucapkan secara langsung, tetapi melalui pesan BBM, email atau dengan model medium tercanggih sekalipun.

Beda dengan Allah. Dia tidak mengungkapkan "I Love U"-Nya dengan media-media itu, tetapi dengan menghadirkan diriNya sendiri dalam diri Yesus Kristus. Meski ada risiko Dia ditolak, tetapi Dia tetap mengirim PutraNya Yesus Kristus.

Selebihnya, misa natal berjalan seperti biasa. Dan, saya mencoba mengikuti perayaan ini dengan baik untuk merasakan suasana natal yang lain hingga akhir misa, suasana natal Yogyakarta. Akhirnya, selamat merayakan natal bagi Anda yang merayakannya. Silahkan ada menuangkan pengalaman natal Anda pada blog Anda masing-masing. (Alex Madji)

Foto Gereja Kota Baru Yogyakarta (Alex Madji)

Rabu, 19 Desember 2012

Membayangkan

Saya tiba-tiba membayangkan perjalanan jauh ke Yogyakarta pada Kamis, 20 Desember 2011 menggunakan kendaraan pribadi. Membayangkan macet yang begitu panjang di sepanjang Pantai Utara (Pantura) atau di jalur Selatan. Membayangkan pegelnya kaki karena terus menginjak kopling. Juga membayangkan cuapeknya begitu tiba di Yogyakarta.

Begitu tiba di Yogyakarta, lalu membayangkan enaknya dipijet di tempat pijet tradisional atau pijit refleksi untuk mengusir pegal-pegal dan kecapekan setelah menempuh perjalanan jauh sepanjang hari. Pada saat bersamaan membayangkan enaknya makan gudeg di kota gudeg itu, bukan di tempat lain.

Di atas itu semua, saya lalu membayangkan indahnya merayakan natal dengan orang-orang tercinta. Membayangkan keceriaan dan kegembiraan natal bersama keluarga. Bagi saya, ini adalah natal pertama di Yogyakarta, setelah selama bertahun-tahun selalu merayakan natal di Jakarta. Suasana natal yang berbeda ini mudah-mudahan memberi warna tersendiri pada natal tahun ini. Karena itu, membayangkan yang terakhir ini membuat saya bersemangat untuk menempuh perjalanan jauh besok itu.

Rencananya kami akan berangkat Kamis pagi-pagi buta untuk menghindari kemacetan tol dalam kota. Sebab kalau berangkat jam enam pagi, maka harus berebutan dengan mereka yang juga berlomba-lomba ingin tiba di kantor lebih cepat dan menghindari three in one di jalan-jalan protokol ibukota. Karena itu kami memutuskan untuk berangkat paling lambat jam 05.00 WIB. Pada saat ini, anak-anak pasti masih tidur. Tetapi kami akan angkat mereka dan memandikannya di rest area atau pas mampir sarapan di daerah Cikampek.

Kami tidak akan terburu-buru. Akan berusaha menikmati perjalanan panjang ini sambil melihat fakta yang terjadi sepanjang Pantura untuk kemudian saya tuliskan di blog ini. Rencananya, saya akan mencoba menulis fakta pungutan liar (pungli) di sepanjang Pantura, seperti dikeluhkan banyak orang selama ini. Atau apapun yang akan kami alami dan lihat besok akan saya tuangkan di blog ini, termasuk jalan Pantura yang terus diperbaiki sepanjang tahun, tetapi juga tidak pernah selesai.

Karena itu, selamat menunggu laporan perjalanan kami dalam edisi selanjutnya di Blog ini dan semmoga perjalanan kami besok lancar sehingga tetap menyajikan tulisan-tulisan ringan di blog ini bagi Anda. (Alex Madji)

Selasa, 18 Desember 2012

Paradoksal Kehidupan


Setiap hari saya melewati Jalan Pos Pengumben, Jakarta Barat. Setiap hari pula saya melihat seorang bapak tua menarik gerobaknya di antara himpitan kendaraan di pagi yang padat dan "muacet". Selalu bergerak ke arah Jalan Panjang. Dia tidak seorang diri. Selalu ditemani anak lelakinya. Kadang si bocah itu duduk manis di dalam gerobak tak beratap. Kadang mengikuti ayahnya di belakang gerobak yang sering kali masih kosong.

Sang bapak badannya ringkih. Setiap hari mengenakan kaus kaki, tanpa alas sandal, apalagi sepatu. Beberapa kali dia duduk di pinggir jalan untuk melepas lelah. Selalu bermandi peluh. Kadang menyeret kakinya sendiri pun susah. Entah dia "berkantor" di mana.

Ingin sekali bercakap dengan bapak ini bersama anaknya. Tetapi saya selalu merasa dikejar waktu pada pagi hari. Sehingga keinginan itu tak pernah terwujud. Pernah berharap menjumpainya pada sore hari ketika pulang kantor karena waktu agak longgar, tetapi selalu gagal.

Rabu, 19 Desember 2012, saya kembali berjumpa dengannya. Saya meminggirkan motor sebentar, lalu saya potret dia dengan kamera saku. Gambarnya saya pajang di sini. Tampak sekali dia lelah.

Apapun yang dia lakukan setiap hari bersama anaknya itu, si bapak ini sedang berjuang mempertahankan dan mengisi kehidupannya. Dengan segala keterbatasannya dia berjuang untuk tetap hidup, meski dengan cara yang menurut kita sangat sulit. Tetapi itulah hidup. Hidup ini memang sebuah perjuangan.

Tetapi sungguh tidak adil, ketika menemukan bahwa segelintir orang (pejabat) berfoyah-foya dan pesta pora di atas penderitaan orang-orang seperti ini. Pajak atau anggaran negara yang seharusnya diperuntukkan bagi orang-orang seperti ini, masih ditilep juga untuk menggenduti dirinya sendiri dan keluarga serta kroni-kroninya.

Mudah-mudahan para pejabat yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan lebih mengutamakan orang-orang seperti bapak tadi yang tersebar luas di seluruh Indonesia daripada mementingkan diri mereka sendiri. Tanpa menilep urang rakyat, sesungguhnya para pejabat negara itu sudah bisa hidup layak dan mewah.

Hai para aparat negara janganlah maruk. Tugas kalian adalah mensejahterakan/melayani orang-orang seperti bapak tadi. Untuk itulah kalian digaji oleh uang rakyat. Dan, bukan untuk mencuri uang rakyat, seperti yang marak terjadi saat ini. (Alex Madji)

Senin, 17 Desember 2012

Pongki Pun Terjun ke Dunia Media Massa


Pongki Barata bukan hanya seorang musikus. Tetapi dia adalah seorang musikus yang sukses. Dia pernah sukses bersama Jikustik. Kemudian dia ikut membentuk grup band "The Dance Company" yang berawakan Pongki, Nugie, Baim, dan Aryo Wahab. Grup ini pun kemudian sukses dan mendapat tempat tersendiri di pasar musik Indonesia.

Kini pria alumnus Universitas Sanata Darma Yogyakarta itu mulai merambah dunia jurnalistik. Dia mendirikan website berita musik www.kamarmusik.com. Dia ikut menulis dan meng-upload sendiri berita-beritanya.

Sebagai pendatang baru, penampilan website ini lumayan bagus dan segmented sekali. Dia fokus pada musik. Sebagai website musik, kategori-kategori atau rubrikasinya semua berkaitan dengan seni dan musik. Selain kategori berita, ada juga behind the music, CD Review, In the Studio, Local Act, video of the Month, For Sale, Calender, dan Topik Musik.

Berita-beritanya juga lumayan diupdate setiap hari. Tak terkecuali hari libur. Sabtu, 15 Desember 2012 lalu, misalnya, website ini mengupdate empat berita, termasuk tentang istri Pongki sendiri, Sophie Navita di bawah judul "Sophie Navita, Jadi Host Anugerah Planet Muzik 2012 di Singapore". Juga tentang grupnya sendiri "The Dance Company" yang beranggotakan Baim, Nugie, Pongki, dan Aryo Wahab dengan judul berita "The Dance Company Best Rock Group Smartone Nagaswara Music Awards 2012".

Hanya saja peringkat website ini di Alexa.com per 17 Desember 2012 pukul 07.32 WIB masih di posisi 43.347 di Indonesia dan 2.777.137 di dunia. Angka ini bisa naik turun, tergantung keseringan Pongki dan timnya mengupload artikel-artikel ke websitenya.

Ya, pada zaman kemajuan teknologi seperti ini dan keterbukaan informasi seperti sekarang ini, siapa pun bisa membikin media. Jangankan Pongki yang publik figur itu. Orang yang tidak dikenal sebagai siapa-siapa pun bisa mendirikan media online. Sebab mendirikan media online tidak perlu modal besar. Dengan modal Rp 125.000 untuk sewa hosting, sebuah media online sudah bisa jalan, meski dengan kapasitas terbatas.

Namun demikian, agar media itu bisa sukses, modal tetap menjadi faktor paling utama. Tanpa modal media online itu sulit dikembangkan. Dan saya kira, dengan sumber daya yang ada padanya, Pongki bisa mengembangkan media onlinenya itu ke arah yang lebih baik. Paling tidak dia sudah menunjukkan sentuhan tangan dinginnya di dunia musik.

Dia sudah sukses di dunia musik. Diharapkan kesuksesan itu juga akan menular ke dunia media yang sedang digelutinya. Apalagi segmennya tetap berkaitan dengan dunia yang digeluti Pongki yaitu dunia musik. Artinya, passion pada musik akan membawa berkah bagi Pongki. Akhirnya, selamat ya Pongki, semoga sukses menjadi pengusaha media di Indonesia menyaingin penguasa media papan atas negeri ini yang sangat hegemonik. (Alex Madji)

Foto: Pongki Barata diambil dari Rolling Stone



Jumat, 14 Desember 2012

Pakai Twitter, Paus Latah?


Paus Benediktus XVI resmi menggunakan twitter minggu lalu dengan nama akun @Pontifex. Tidak tanggung-tanggung. Sri Paus berkicau dalam delapan bahasa antara lain, Inggris, Spanyol, Portugis, Arab,Jerman, dan Italia. Tetapi akun-akun itu tidak dioperasikan sendiri oleh Paus yang teolog besar itu. Dan, seperti biasa, apa yang dilakukan Sri Paus pasti menjadi berita-berita utama media-media besar dunia dan tentunya menghebohkan.

Aktivitas Sri Paus di twitter ini sebenarnya menimbulkan pro dan kontra. Sebagian orang menilai, Paus tidak layak terjun ke twitter karena media seperti ini dimanfaatkan banyak orang untuk "menyombongkan" diri. Dikhawatirkan, kekudusan Paus sebagai wakil Tuhan di dunia akan ternoda dengan aktivitas di dunia mikroblog ini.

Tetapi yang lain lagi menyambut gembira. "Wou, benar? Selamat datang Bapa Suci. Saya bersyukur bisa mendapat berkatmu. Follow dia," tulis seseorang dalam akunnya @alexaSaclao seperti dikutip CNN.com. Yang lain lagi, @wimremes menulis, "@Pontifex selamat datang. Senang, akhirnya bisa berdiskusi secara terbuka dengan Anda mengenai perkawinan gay, kontrol kelahiran dan kesamaan jender." Bahkan ada pula yang menilai Paus Benediktus XVI ini sebagai seorang Paus yang cool dengan tampil di twitter.

Sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik seluruh dunia, akun Sri Paus langsung di-follow oleh lebih dari satu juta orang. Sebagai pendatang baru di media sosial mikroblog, itu fantastis. Meskipun, jumlah ini masih kalah dari followers Dalai Lama yang mencapai di atas 4,5 juta orang. Tetapi harus diingat bahwa pengikut akun Paus terus bertambah lebih dari 5.000 orang per jam. Puluhan ribu pengikutnya ikut me-retweet kicauan Sri Paus.

Para pengikut ini berasal dari berbagai belahan dunia, termasuk dari Timur Tengah, lebih-lebih Arab Saudi. Paus pun memberi pesan dan berkat kepada mereka yang tinggal di wilayah itu, terutama bagi mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di wilayah dimana gereja-gereja dinyatakan ilegal.

Sesaat setelah akun twitternya dibuat, Paus langsung berkicau, "Teman-teman yang baik, saya sangat senang bisa berkomunikasi dengan Anda melalui Twitter. Terima kasih atas tanggapannya. Saya memberkati Anda semua dari dalam lubuk hati saya." Disebutkan bahwa kata-kata ini diketik sendiri oleh Paus Benediktus XVI.

Paus kemudian mendapat begitu banyak pertanyaan dari para followersnya. Tetapi jawaban pertama Paus diberikan atas pertanyaan ini. "Bagaimana kita bisa menghayati iman kita dengan lebih baik dalam kehidupan harian kita?" Dan inilah jawaban pertamanya, "Dengan berbicara kepada Yesus dalam doa, mendengar apa yang Dia sampaikan dalam Injil dan menceri-Nya dalam mereka yang membutuhkan."

Terkadang, banyak orang iseng melontarkan pertanyaan-pertanyan "gila" kepada Sri Paus. Saya kutip saja beberapa kicauan pada Jumat, 14 Desember 2012. "@Godless Atheist: @Pontifex gunakan apple? Tidakah dia membaca tentang Adam dan Hawa?
@Andy Levi: @Pontifex apakah saya bisa bicara dengan Anda tentang isu-isu paypal?
@danguterman: @Pontifex Kenapa Allah membiarkan hal-hal seperti Holocoust atau Twitter ke Surga?
@Celebjuice (Celebrity Juice): "...Apakah @Pontifex Katolik?"

Lalu mengapa Sri Paus mau masuk ke dunia maya seperti ini? Apakah biar dinilai tidak gagap teknologi? Atau sekadar latah karena mayoritas penduduk bumi ini termasuk Dalai Lama dan Barack Obama menggunakan Twitter? Bila menyimak pernyataan juru bicara Vatikan Romo Federico Lombardi SJ, jawabannya adalah bahwa Paus tidak menggunakan twitter hanya untuk latah alias ikut arus.

Federico Lombardi menegaskan, Paus terjun di Twitter karena menyadari begitu banyak informasi dan suara yang ada di sana. "Kami ingin hadir dan memperkenal pesan yang positif dan religius di sana," kata Lombardi seperti dikutip The Guardian.

Jadi, twitter menjadi medium pewartaan. Teknolgi makin canggih, maka pewartaan juga harus mengikuti kecanggihan teknologi. Lebih dari itu, terjun ke twitter ini memperlihatkan bahwa Paus yang terkenal dengan kaku ini tidak anti teknologi. Akhirnya, selamat berkicau ria Bapa Suci. (Alex Madji)


Rabu, 12 Desember 2012

Kiamat Itu Bualan Belaka


"Kiamat" adalah kosa kata yang heboh jauh sebelum tahun 2012 ini datang. Semakin heboh ketika tanggal yang disebut-sebut sebagai hari kiamat semakin dekat. Disebutkan bahwa hari kiamat itu akan terjadi pada 21 Desember 2012, atau tinggal 9 hari lagi. Karena itulah, maka saya menulisnya di blog ini.

Tanggal 21 Desember 2012 itu didapat dari hitung-hitungan penanggalan Bangsa Maya di Meksiko. Penanggalan suku ini dimulai pada tahun 3.114 sebelum masehi. Mereka memiliki periode waktu 394 tahun yang dikenal dengan sebutan Baktuns. Nah, menurut penanggalan Bangsa Maya, Baktun ke-13 akan berakhir pada Jumat, 21 Desember 2012 mendatang.

Peramal Prancis dari abad ke-16, Nostradamus, juga mengungkapkan bahwa hari kiamat akan terjadi pada 21 Desember 2012. Nostradamus yang lahir di Boulougne, Perancis pada 1503 dan meninggal 1566 dalam umur 62 tahun meramal bahwa sebuah planet X atau disebut Nibiru akan menghantam laut Mediterania. Dan saat ini posisi planet X itu sejajar dengan venus dan siap menghantam bumi.

Disebutkan, pada 21 Desember 2012 nanti, sumbu bumi akan semakin miring, lalu perlahan-lahan bencana besar melanda. Gempa memecah belah bumi, mulai dari bagian bumi barat, dari Benua Amerika terus meluas hingga belahan bumi Timur, Jepang, dan kawasan Asia lainnya.

Ramalan-ramalan ini mendunia. Bukan hanya di Indonesia. Tak ayal, hal seperti ini membuat banyak orang cemas dan khawatir lalu mulai menghitung hari-hari sisa keberadaannya di muka bumi ini. Orang yang tidak kuat, bukan tidak mungkin mengalami stres dan melakukan aksi bunuh diri sebelum hari kiamat tiba.

Tidak Benar
Mungkin sadar akan kekhawatiran ini maka Vatikan pun angkat bicara. Vatikan menegaskan bahwa tidak akan terjadi kiamat pada 21 Desember 2012. Menurut Pastor Jose Funes, Direktur Observatori Vatikan dalam artikelnya di koran resmi Vatikan L'Ossevatore Romano, hitung-hitungan berdasarkan penanggalan Suku Bangsa Maya yang beredar di internet dan menyebutkan kiamat akan terjadi pada 21 Desember 2012, "sama sekali tidak layak didiskusikan" karena hanya isapan jempol belaka.

Para ahli juga berpendapat begitu. Para ahli sejarah, misalnya - berdasarkah hasil kajian pada balok kayu bertuliskan huruf paku yang terkait dengan akhir penanggalan Bangsa Maya yang ditemukan di reruntuhan sisa peradaban Maya di La Corona, Guatemala - menunjukkan bahwa kesimpulan kiamat pada 21 Desember 2012 itu tidak benar. La Corona adalah situs maya kuno yang sudah dieksplorasi arkeolog selama 15 tahun terakhir.

Kalaupun 21 Desember 2012 adalah Baktun ke-13, menurut penanggalan Bangsa Maya, itu tidak berarti sebagai hari kiamat. Melainkan sebuah hari yang spesial dan peringatan penting bagi Suku Maya yang tidak ada hubungannya dengan kepunahan massal atau kiamat. Ini adalah hari kedatangkan kembali pemimpin terkuat Bangsa Maya yang terkenal dengan sebutan Jaguar Paw yang kalah bertempur melawan Kerajaan Tikal pada tahun 695 M.

Para sejarahwan sebelumnya beranggapan bahwa Jaguar Paw mati atau ditangkap pada perang itu. Namun ternyata ia justru lari menunju La Corona. Kemungkinan, ia berupaya menarik simpati rakyatnya setelah kekalahan perang sejak empat tahun sebelumnya. Sebagai upaya menarik perhatian, Jaguar Paw menjuluki dirinya "Raja 13 K'aktun". K'aktun adalah bagian dari kalender Maya lainnya yang memiliki periode 7200 hari atau 20 tahun. Jaguar Paw memimpin hingga akhir masa k'aktun ke-13 pada tahun 692.

Ilmuwan John Major Jenkins yang secara khusus mempelajari Bangsa Maya Kuno juga menegaskan bahwa kiamat tidak akan terjadi pada 21 Desember 2012. "Bangsa Maya tidak pernah mengatakan bahwa kiamat akan terjadi pada 2012," ucapnya.

Bangsa Maya, kata dia, justru yakin bahwa pada 2012 ini adalah hari kelahiran kembali. Bukan kematian massal. Hal itu juga ditegaskan oleh anggota Organisasi Maya K'iche, Anibal Lukas. Menurut dia, 21 Desember 2012 ini bukanlah akhir dari dunia ini.

Baik Jenkins maupun Lukas hakul yakin bahwa hari kiamat ini sengaja disebarkan oleh Hollywood agar film mereka tentang hari kiamat itu laku di pasaran. Film "2012" produksi Hollywood diluncurkan pada 2009 silam dan dibuat berdasarkan ramalan Bangsa Maya itu. Sayangnya, penafsiran produser dan sutrada film itu terkait penanggalan Bangsa Maya salah total. Meskipun di sisi lain mereka sukses "mengguncang" dunia dengan isu kiamat ini.

Jadi, jangan percaya “mulu rica-rica” film Hollywood itu. Kiamat versi mereka hanya bualan belaka dan tidak akan terjadi. (Alex Madji dari berbagai sumber)

Foto: Ilustrasi diambil dari google.com)

Selasa, 11 Desember 2012

Natal dan Diskon Belanja Gila-gilaan


Sisi lain dari natal adalah belanja dan pesta. Mungkin terlalu berlebihan bila dikatakan natal dan belanja ibarat sekeping mata uang. Tetapi memang faktanya demikian. Coba tengok pusat-pusat perbelanjaan, terutama “Department Store”, menjelang natal ini. Semuanya penuh sesak. Orang berbondong-bondong membeli pakaian baru untuk dipakai pada hari raya natal nanti. Bahan-bahan makanan dan minuman pun distok dalam jumlah yang cukup untuk pesta natal (dan tahun baru).

Sabtu, 8 Desember 2012 lalu, saya bersama keluarga mendatangi sebuah “department store” di sebuah mal di kawasan Bintaro Jaya, Tangerang Selatan. Alamak, bukan main penuh sesaknya. Suasana natal memang sangat terasa di sana. Pohon natal ada di mana-mana. Lagu-lagu natal terus menggema. Terkadang saya pun ikut menyenandungkan lagu-lagu natal yang begitu akrab di telinga. Belum lagi, sebagian Sales Promotion Girls (SPG) mengenakan topi Santa Klaus membuat natal semakin semerbak.

Saya menyaksikan kesibukan para pengunjung. Mereka membolak balik tumpukan pakaian yang ada. Ada lagi yang keluar masuk kamar pas untuk mencocokan ukuran pakaian dengan tubuhnya. Setelah cocok baik ukuran, warna, dan modelnya, mereka kasih ke SPG di dekatnya untuk kemudian mendapat bon. Nanti bon ini dibawa ke kasir untuk proses pembayaran, sebelum pakaian dibawa pulang ke rumah.

Sore itu, saya hanya memilih sandal merek tertentu yang dijual dengan iming-iming "beli satu gratis satu". Harga sepasang sandal itu adalah Rp 99.900. Atau dengan "beli satu gratis satu", seharusnya harga per pasangnya adalah Rp 50.000. Karena sudah tidak punya sandal untuk bepergian, saya mengambil satu gratis satu.

Kemudian saya ke kasir. Saya mengantre di belakang seorang ibu muda. Saya bisa mengintip total belanja ibu itu, melalui struk belanjanya, pada sore tersebut. Jumlahnya bukan kepalang. Di atas satu juta rupiah. Begitu giliran saya tiba, saya menyodorkan lembaran Rp 100.000 untuk sepasang sandal dengan sepasang gratisannya.

Bayangkan kalau sebagian besar pengunjung datang dengan total belanja di atas satu juta seperti ibu di depan saya tadi. Berapa banyak duit konsumen yang disedot oleh “department-department store” dalam paket diskon gila-gilaan seperti itu? Tetapi masyarakat kita tidak peduli dengan itu. Buktinya, setiap kali natal dan lebaran tempat ini penuh sesak pengunjung, seperti diakui seorang SPG di sana. "Ramainya pas natal dan lebaran. Di luar itu sepi," ucap gadis dengan rok di atas lutut itu.

Hari raya memang identik dengan pesta. Sebelum pesta, orang berburu pakaian baru. Demikianpun menjelang natal. Keinginan dan hasrat untuk mengenakan pakain baru pada pesta natal seperti ini menjadi semacam tradisi natal. Meskipun sebenarnya ini salah kaprah.

"Tradisi" ini dimanfaatkan dengan sempurna oleh toko-toko penjual pakaian di pusat-pusat perbelanjaan. Mereka lalu membuat program diskon gila-gilaan. Semua jenis barang didiskon atau mendapat potongan hingga 70 persen. Bahkan ada trik lain yaitu beli satu gratis satu, seperti yang saya ceritakan di atas tadi. Bujuk rayu dalam bahasa diskon ini kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Jadi ada semacam sebuah lingkaran setan di situ.

Padahal kalau dipikir-pikir, tawaran diskon di hampir semua pusat perbelanjaan itu hanyalah sebuah trik dagang. Logika sederhananya, sesuai hukum ekonomi, menjelang hari raya seperti ini, para menjual pasti menaikkan harganya (bila perlu) dua kali lipat, menyusul meningkatnya permintaan. Kemudian mereka memberi diskon 30 hingga 70 persen dari harga yang sudah dinaikkan itu. Artinya, mereka tetap meraup untung 30-70 persen dari barang yang dijual. Tidak mungkin mereka memberi potongan 30-70 persen dari harga dasar.

Tetapi ini tidak disadari masyarakat. Konsumen hanya tergiur dan terhanyut oleh besarnya persentase diskon. Padahal angka-angka itu hanya pengelabu pembeli. Para penjual tetap meraup untuk di balik diskon gila-gilaan seperti itu. Tetapi itulah natal. Natal (dan juga lebaran) selalu diikuti oleh hal-hal seperti ini. (Alex Madji)

Foto: Ilustrasi diambil dari PressDesain/google.com

Senin, 10 Desember 2012

Membatik di Mal


Sabtu, 8 Desember 2012 malam. Kunasri, 36 tahun duduk seorang diri di atas panggung berukuran 3 x 6 meter di Plaza Bintaro Jaya, Tangerang Selatan. Diiringi alunan musik etnis Batak yang rancak, Kunasri tekun menarikan tangan kanannya dengan alat tulis yang terbuat dari bambu kecil dengan ujung yang sangat kecil menyerupai ujung pena atau bahkan lebih kecil lagi di atas sehelai kain putih sepanjang 2,5 meter. Sementara telapak tangan kirinya menjadi alas di balik kain tersebut. Kusnari, janda satu anak itu, sedang membantik. Uniknya, tidak diringi musik gamelan Jawa yang gemulai, tetapi dengan musik Batak.

Dia melukis seekor burung di atas kain putih yang pada bagian pinggirnya sudah digambari bunga itu. "Ini dikarang sendiri," ujarnya sambil menunjuk pada gambar burung yang sedang dilukisnya dengan cairan berwarna kecoklatan pekat.

Cairan ini sendiri berasal dari bahan bernama malam yang terbuat antara lain dari rendal. Malam ini sudah membeku dan keras. Warnanya putih dan berbentuk balok tipis. Ketika hendak mulai membatik, bahan ini dimasukkan ke dalam sebuah wajan mini yang dipanaskan di atas kompor kecil untuk dicairkan. Lelehannya yang menjadi air kemudian dicedok dengan "alat tulis batik" tadi, lalu ditiup sebelum dituangkan di atas kain, sesuai imajinasi yang ada di kepala sang pembatik.

Merealisasi imaji ini tidak mudah. Sebab tidak ada prototipe berupa goresan pensil, bolpoin atau apa pun, sebelum ditetesi cairan tersebut. Butuh kelembutan, ketenangan, kesabaran, dan ketelatenan untuk memberi detail pada gambar di atas kain. Kata Kusnari, inilah hal-hal yang paling dibutuhkan dalam membatik. "Yang paling penting itu telaten, "ucapnya di tengah suara musik yang menggelegar di mal itu.

Kusnari berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah. Dia sengaja didatangkan ke Jakarta untuk tampil pada acara "Promosi Kerajinan Tangan Nusantara" di Plaza Bintaro Jaya yang berlangsung dari 28 November sampai 9 Desember 2012. Dia membatik di mal.

Sudah tiga hari dia berada di Jakarta untuk mengikuti acara tersebut. Selama mengikuti acara ini, saban hari, dia berada di atas panggung itu dari pukul 09.00 sampai pukul 21.00 WIB. Kain yang ada di tangannya itu sudah digambarinya sejak Jumat, 6 Desember 2012 dan baru kelar, Minggu, 9 Desember 2012, hari terakhir acara tersebut. "Satu kain sarung seperti ini biasanya selesai dalam tiga hari," ujarnya.

Di depannya ada satu keranjang berisi belasan gulungan kain batik tulis untuk baju, baik pria maupun wanita. Harganya Rp 200.000 per lembar. Sayang, pada Sabtu itu, hingga mal hendak ditutup, belum satu pun yang laku. Beberapa pengunjung datang sekedar menanyakan harganya, tetapi kemudian berlalu. "Belum ada yang laku," ujarnya lirih.

Kusnari adalah pembatik khas batik Pekalongan, Jawa Tengah. Di tanah kelahirannya, Kusnari adalah seorang pekerja borongan. Kata dia, di daerah ini ada juga pembatik yang diupah harian. "Kalau saya, kerja borongan. Di Pekalongan bosnya banyak dan pasti selalu ada pekerjaan. Batik tidak akan mati," ujarnya optimistis.

Ya, batik tidak akan ada matinya. Sebab dia menjadi tren mode masa kini di Indonesia sejak ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia yang dilindungi. Malah sekarang belum gaul kalau belum pakai batik. Maka patutlah Kusnari percaya diri bahwa pembatik seperti dia tetap akan berpenghasilan untuk menghidupi keluarganya. Semoga sukses terus ya Mbak. (Alex Madji)

Keterangan Foto: Kunasri sedang membatik di Plaza Bintaro Jaya, Tangerang Selatan (Foto: Alex Madji)

Jumat, 07 Desember 2012

Bola Salju Itu Sudah Sampai di Istana


Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sarana proyek stadion olahraga Hambalang di Sentul, Bogor. Kamis, 6 Desember 2012, melalui surat bernomor R-569/01-23/12/2012, KPK sudah mencekal Andi Mallarangeng bepergian ke luar negeri.

Bukan hanya dia. Adiknya yang tercinta, Zulkarnaen "Choel" Mallarangeng juga dicekal. Tidak boleh bepergian keluar negeri. Pemimpin FOX, lembaga konsultan politik ini, memang masih sebagai saksi dalam kasus serupa. Tetapi bukan tidak mungkin dia akan mengalami nasib yang sama dengan sang abang.

Tetapi saya tidak ingin menulis tentang kasus yang mereka alami. Saya hanya mau menulis tentang kiprah Andi Mallarangeng selama delapan tahun terakhir, terutama sejak masuk ke Istana Kepresidenan pada 2004.

Begini. Andi Mallarangeng adalah seorang yang bintangnya melesat bak meteor. Dia semula adalah seorang intelektual pegawai negeri sipil, yang nyambi sebagai pengamat politik. Yang terakhir ini membuat dia menjadi pesohor. Sebagai analis politik dia cukup disegani. Setelah puas dengan dunia amat mengamati, Andi mendirikan partai politik bersama seniornya Ryaas Rasyid. Mereka membidani lahirnya Partai Demokrasi Kebangsaan. Pada saat bersamaan dia mengundurkan diri dari PNS. Tetapi dia kemudian keluar dari partai itu ketika faksi Ryaas Rasyid mendukung Jenderal TNI (Purn) Wiranto sebagai calon presiden (capres) pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2004.

Sejak itu dia kembali menjadi seorang profesional. Nah, setelah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai presiden dalam pemilu delapan tahun silam itu, Andi Alfian Mallarangeng diangkat sebagai juru bicara kepresidenan untuk masalah dalam negeri selama lima tahun. Sementara untuk masalah luar negeri, jubirnya adalah Dino Patti Djalal, seorang birokrat dari Departemen Luar Negeri.

Selama menjabat sebagai juru bicara kepresidenan, Andi Alfian Mallarangeng menjadi orang yang sangat dekat dengan Presiden SBY dan keluarganya. Kedekatan itu tidak terlepas dari kegesitan Andi menangkis berbagai kritikan para lawan politik bosnya. Dia memang pandai bermain kata-kata dan “menguasai” media massa. Terkadang dia berbicara tanpa berkonsultasi dengan Presiden SBY terlebih dahulu. Tetapi dengan begitu dia menjadi sangat dipercaya SBY.

Kedekatan Andi dengan SBY tidak hanya sebatas di Istana Kepresidenan. Tetapi juga di Cikeas, kediaman pribadi Presiden SBY, yang sering disebut Istana Cikeas. Ya, Andi memang orang yang selalu berada tidak jauh dari SBY. Bisa dikatakan, di mana pun Presiden SBY berada, di situ ada Andi. Bahkan, Andi menjadi orang yang berada pada lingkarang paling dalam keluarga SBY.

Ke Demokrat
Dalam kedekatan seperti itu, Andi kemudian kembali masuk partai politik. Dia memilih Partai Demokrat, partai yang didirikan oleh Keluarga SBY. Di partai itu, dia bukan hanya anggota biasa, tetapi memiliki jabatan. Sebagai petinggi partai, pada Pemilu 2009, Andi menjadi salah satu pemain kunci. Dia menjadi salah satu juru kampanye partai itu dan untuk pasangan capres SBY-Boediono.

Sebagai pendukung SBY, dia pandai bermain kata-kata untuk melemahkan posisi lawan politik bosnya. Sebagai contoh saja. Dalam sebuah kampanye untuk pasangan SBY-Boediono di Makassar, tanah kelahirannya, dia membuat pernyataan yang membikin orang Makassar marah. Ketika itu, dia menegaskan bahwa untuk saat ini (2009) orang luar Jawa belum layak menjadi Presiden. Ketika itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sangat disegani di wilayah itu maju sebagai capres Partai Golkar. Maka tak ayal, Andi menjadi musuh bersama orang Makassar. Bahkan dia dilarang untuk kembali ke tanah kelahirannya. Pernyataan itu juga membuat hubungannya dengan JK tegang.

Kedekatan Andi dengan SBY dan langsung masuk dalam lingkaran inti Partai demokrat juga memberi berkah bagi adiknya Choel Mallarangeng. Seluruh proyek kampanye Partai Demokrat dan pasangan SBY-Boediono digarap oleh FOX, lembaga milik tiga bersaudara, Andi, Rizal, dan Choel Mallarangeng, dengan nahkoda Choel dan Rizal Mallarangeng. Fox adalah konsultan tunggal politik Partai Demokrat. Mereka mengurus segala macam hal pada saat kampanye Partai Demokrat dan SBY-Budiono pada Pemilu 2009. Hal ini membuat Choel dengan mudah keluar masuk Istana Presiden dengan mobil BMW hitamnya bernomor polisi B 1 FOX.

Begitu pasangan SBY-Boediono menang pada Pilpres 2009, karier politik Andi Mallarangeng semakin melejit. Dia diangkat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Sementara rekannya, sesama juru bicara Presiden, Dino Patti Djalal diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.

Tetapi karier politik yang gemilang itu dan setelah tiga tahun menjadi menteri, kini terhenti sementara karena Andi diduga terlibat dalam skandal korupsi proyek fasilitas olahraga Hambalang. Adiknya Choel Mallarangeng juga tergelincir dalam kasus yang sama. Kakak beradik ini memang selalu akur. Mereka berkibar bersama, dan kini mereka sama-sama tergelincir.

Menyusul kasus ini, Andi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga terhitung 7 Desember 2012. Presiden SBY sudah mengabulkan permintaan tersebut. Langkah ksatria ini patut diacungi jempol. Pasalnya, dia adalah menteri pertama yang langsung mengundurkan diri setelah terjerat kasus hukum. Sikap ini patut dicontoh oleh menteri-menteri lain ke depan yang terlilit kasus korupsi.

Bukan hanya Andi yang diberi hormat. Langkah KPK menetapkan Andi Mallarangeng sebagai tersangka juga patut dipuji. Ini adalah langkah paling berani. Sebab mereka sudah membidik orang yang berada pada lingkaran paling dalam keluarga Cikeas? Nah, apakah KPK akan masuk lebih dalam lagi? Kita tunggu saja langkah KPK selanjutnya. (Alex Madji)

Foto: Andi Mallarangeng


Rabu, 05 Desember 2012

Wajah Sepakbola Kita yang Semakin Buruk


Wajah sepakbola Indonesia bagai ditampar bertubi-tubi. Setelah gagal di Piala AFF 2012, berita mengejutkan datang dari Solo. Seorang pemain asing yang merumput di Indonesia meninggal dengan cerita mengenaskan. Diego Mandieta namanya. Dia datang jauh-jauh dari Paraguay untuk mengadu nasib di negeri ini. Sayang dia menemukan nasib sial di tanah ini.

Mandieta yang membela Persis Solo tidak mendapat gaji selama empat bulan dari klubnya. Pada saat krisis keuangan seperti itu, dia menderita sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Bagai sudah jatuh tertimpa tangga pula, Mandieta pun tidak mampu membayar rumah sakit. Terakhir, dia menghembuskan nafasnya di rumah sakit pada Selasa, 4 Desember 2012 dini hari dengan menyisakan utang di rumah sakit tempat dia dirawat.

Kerinduan Mandieta untuk berjumpa dengan mamanya pada kesempatan terakhir pun pupus. Bahkan untuk menghembuskan nafas di atas pangkuan sang bunda di tanah kelahirannya tidak terwujud karena Sang Pemilik kehidupan sudah lebih dulu memanggilnya.

Peristiwa ini sungguh-sungguh menampilkan wajah buruk sepakbola Indonesia. Klub yang memakai jasanya tidak bertanggung jawab. Mereka menelantarkan pemainnya dengan tidak membayar hak-hak mereka. Akibatnya, Mendieta meninggal dengan cara mengenaskan.

Seharusnya, manajemen Persis Solo bisa dituntut secara hukum karena kelalaian mereka menyebabkan Mandieta kehilangan nyawa. Kalau saja mereka membayar hak-haknya sebagai pemain, mungkin Mandieta tidak mengalami nasib senaas ini. Atau kalaupun memang sudah ajalnya, mungkin, seperti keinginan dan kerinduan mendalamnya, dia menghembuskan nafasnya dalam dekapan sang mama.

Pada saat bersamaan, kematian Mandieta adalah tamparan sangat telak pada wajah PSSI, otoritas sepakbola tertinggi. Kasus ini membuat wajah PSSI yang sudah kusam itu, bertambah buruk. Kalau mereka tegas dan kalau organisasinya berjalan sehat, seharusnya mereka bisa memberi sanksi kepada klub-klub yang tidak bisa memenuhi kewajiban para pemainnya, termasuk Persis Solo. Di luar negeri, organisasi semacam ini adalah otoritas yang berwenang melempar sebuah klub yang manjemennya buruk, termasuk klub yang bermasalah keuangan, ke divisi di bawahnya. Atau bahkan mencoretnya sama sekali dari kompetisi sepakbola negaranya, kalau memang sungguh tidak layak.

Dalam kasus ini, PSSI sudah lalai. Maka pantaslah dia bertanggung jawab. Bentuk tanggung jawabnya sekarang adalah meminta maaf kepada keluarga korban di Paraguay karena atas kelalaiannya menyebabkan anggota keluarganya meninggal di Indonesia. PSSI juga meminta maaf kepada federasi sepakbola Paraguay atau pemerintah Paraguay atas kegagalannya "melindungi" warga negara Paraguay di Indonesia.

Wujudnya, mungkin sederhana. Yaitu membiayai pengiriman jenasah Mandieta ke keluarganya di Paraguay agar keluarganya bisa menatap wajah Mandieta yang sudah terbujur kaku untuk terakhir kalinya. Bila perlu membiayai segala urusan penguburan hingga selesai. Bila PSSI melakukan ini, mungkin sedikit bisa mengurangi sembab pada wajahnya akibat keterpurukan sepakbola negara ini yang begitu memilukan. (Alex Madji)

Selasa, 04 Desember 2012

(Ng)Aceng Fikri


Bupati Garut Aceng HM Fikri tiba-tiba saja menggemparkan publik. Dia hadir dengan berita menghebohkan. Isinya, lelaki paruh baya ini menceraikan seorang perempuan muda belia berusia 18 tahun bernama Fani Octora yang baru dinikahi dalam waktu empat hari secara siri.

Berita ini tentu saja sudah membuat publik marah. Lebih marah lagi ketika mendengar alasan dia menceraikan gadis malang yang baru lulus dari bangku sekolah menengah atas itu. Aceng mengungkapkan bahwa dia menemukan fakta yang berbeda dari yang diceritakan sebelumnya tentang perempuan itu.

“Pas habis nikah, ternyata apa yang saya harapkan tidak sesuai. Sumpah demi Allah, demi Rasulullah. Saya kan duda, pernah punya istri; yang namanya perawan itu dipakai lalu berdarah, terlepas dengan cara yang baik, saya tidak tahu itu. Tapi ini, dari ekspresi seperti ia orang yang sudah terbiasa,” ujar Aceng, seperti dikutip dari berbagai media massa.

Pernyataan ini semakin membuat publik marah. Kasarnya, dia sudah "memakai" FO, tetapi dia mencampakan dan merandahnya. Sungguh ibarat sebuah pepatah, habis manis sepah dibuang. Itulah yang dialami FO akibat kelakuan Aceng Fikri yang tidak bermoral ini.

Lebih keji lagi kalau memperhatikan pernyataannya ini. “Karena nikah itu kan perdata, perikatan, akad. Jadi kalau dianalogikan, tidak ada bedanya dengan jual beli. (Janjinya), Wah ini barang dipakainya enak, performanya banyak orang suka. Tapi pas saya beli ternyata, loh ininya kurang, tidak sesuai dengan speknya. Saya dari malam pertama saja, sudah minta ampun, sudah tidak kuat.”

Dia menganalogikan perkawinan dengan FO itu seperti membeli barang. Dia tidak memperlakukan FO sebagai manusia, tetapi sebagai barang yang bisa dicoba/ditest dan kalau ternyata cacat dapat dikembalikan ke "toko" karena memiliki garansi untuk jangka waktu tertentu. Pada titik ini, Aceng sesungguhnya sudah merendahkan martabat manusia seorang FO. Dan, ini adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius.

Karena itu, Aceng Fikri seharusnya tidak saja diberi sanksi politis karena melanggar etika/moral seorang pejabat publik, tetapi juga diadili karena melanggar HAM. Komnas Perempuan dan Perlindungan Anak, dalam dialog di sebuah stasiun televisi, sudah mengidentifikasi bahwa Aceng sebenarnya sudah melakukan atau minimal terlibat dalam perdagangan perempuan. Ini pintu masuk bagi aparat kepolisian untuk memeriksa Aceng Fikri dan kemudian mengadilinya.

Tanpa dijerat secara hukum, bukan tidak mungkin ada korban lain setelah FO akibat ulah (Ng)Aceng Fikri. Di akhir tulisan ini, pesan artis Addie MS melaui akun twitternya @addiems patut disimak. “Bupati, seperti pemimpin masyarakat lainnya, harusnya melindungi dan mengayomi masyarakatnya. Bukan “memakai”nya lalu dibuang,” kicau Addie MS. (Alex Madji)


Senin, 03 Desember 2012

Wahana Air yang Tidak Manusiawi


Wahana air menjadi daya tarik tersendiri bagi warga di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Itu sebabnya berbagai kompleks perumahan di kawasan ini berlomba-lomba melengkapi diri dengan fasilitas tersebut, sebagai salah satu daya tarik. Di Cikarang, misalnya, ada Waterboom Cikarang yang terletak di kawasan Lippo Cikarang. Di Bumi Serpong Damai terdapat Ocean Park. Pantai Indah Kapuk memiliki Water Bom Pantai Indah Kapuk. Atau di Bogor ada The Jungle. Nama-nama ini hanya sekedar contoh. Tempat-tempat ini menjadi tujuan wisata warga ibukota pada akhir pekan dan hari-hari libur.

Sabtu, 1 Desember 2012 lalu, kami sekeluarga memilih berekreasi wahana air The Jungle yang terletak di kompleks perumahan Nirwana, Bogor, Jawa Barat. Sebenarnya, ini bukan yang pertama kami ke tempat tersebut. Malahan, ketika baru dibuka dan masih gersang, kami sudah ke sana. Setelahnya, kami masih beberapa kali mengunjungi tempat tersebut, termasuk pada Sabtu lalu itu.

Pada kunjungan kali ini, kami menyaksikan pemandangan yang berbeda. Selain pengunjungnya yang semakin banyak, tempatnya juga semakin hijau dan teduh dengan rindangnya pepohonan yang ada. Pemandangan juga cukup bervariasi karena selain bermain air, kita juga bisa menyaksikan "kolam terapung" di mana terdapat ikan-ikan besar yang dipelihara. Atau lebih tepat sebenarnya akuarium besar, meski tidak segede Sea World. Variasi lainnya di tempat ini adalah kicaun burung-burung peliharaan yang terletak di tengah-tengah wahana tersebut.

Seiring dengan makin menariknya tempat ini, jumlah pengunjung pun membeludak. Terutama pada akhir pekan. Sayangnya, hal ini tidak sepadan dengan luas areal yang tidak bertambah. Akibatnya, sebagai tempat rekreasi, tempat ini menjadi tidak manusiawai dan tidak nyaman lagi.

Pada Sabtu lalu itu, di The Jungle nyaris tidak ada tempat yang kosong. Mulai dari pinggir kolam hingga ke kamar mandi semua terisi manusia. Di kolam renang baik untuk anak-anak maupun dewasa, sulit bergerak bebas, saking padatnya manusia.

Yang datang ke tempat ini bukan hanya orang-per orangan. Pada saati itu, sejumlah perusahaan juga menyelenggarakan family gathering di sini. Minimal ada empat perusahaan yang menggelar family gathering, yakni Indofood, BNI dan dua perusahaan lainnya. Belum lagi kelompok-kelompok lain yang dalam jumlah kecil. Maka bisa di mengerti kalau jumlah manusia di tempat itu sangat banyak dan membuat kita sulit bergerak. Kenyataan seperti ini mungkin tidak hanya dialami The Jungle. Wahana air di tempat-tempat lain sangat mungkin mengalami hal serupa.

Akibatnya, rekreasi yang tadinya untuk bersenang-senang akhirnya tidak mencapai sasaran. Yang terjadi malah pusing kepala karena melihat begitu banyak manusia. Rekreasi menjadi tidak terlalu optimal dan tidak nikmat. Sebab bergerak saja susah. Singkatnya, rekreasi itu menjadi sungguh tidak nyaman.

Hal itu seharusnya bisa diatasi kalau saja pihak pengelola membatasi jumlah maksimal pegunjung agar tempat tersebut tetap manusiawi sebagai tempat rekreasi. Kenyamanan konsumen seharusnya menjadi pertimbangan utama. Bukan jumlah rupiah yang masuk ke kantong pengelola. Bila melihat fakta seperti itu, rasanya membeli karcis masuk The Jungle seharga Rp 85.000 pada akhir pekan menjadi percuma. Sebab rekreasinya menjadi tidak optimal.

Diharapkan ke depan tempat-tempat seperti ini dikelola dengan lebih bagus dan mementingkan kenyamanan konsumen agar kebutuhan mereka benar-benar terpenuhi. Jangan sampai, pengelola hanya menginginkan duit dari konsumen, tetapi tidak memperhatikan kenyamanan dan pemenuhan kebutuhan konsumen. Padahal mereka sudah membayar cukup mahal. Semoga ke depan ada perbaikan di wahana-wahana air seperti ini di Jabodetabek agar tetap enak dikunjungi. (Alex Madji)

Foto diambil dari Radar Bogor

Minggu, 02 Desember 2012

Pada Quantum Itu....


Seorang teman saya, Julius Jera Rema atau yang dikenal dengan inisial JJR menuliskan pengalaman proses penyembuhannya di sebuah mailing list. Sebenarnya secara matematis, seharusnya JJR telah tiada. Tetapi nyawanya terselamatkan oleh seseorang bernama Dokter Heri Soewarno. Itulah mukjizat yang pernah dialami JJR dalam hidupnya. Pengalaman tersebut sudah saya tulis di blog ini.

Tetapi kali ini, JJR sendiri mengisahkan sebuah proses penyembuhannya. Sebuah dialog antara JJR dengan dokter Heri. Atas seijin dia, saya menerbitkan penuturannya tersebut di blog ini.


"Apa yang JJR tahu tentang prinsip dasar terapi (akupuntur) ini," tanya dokter Heri, suatu ketika. Saya jawab, tidak tahu! Dia melanjutkan, "bagian apa dalam tubuh (badan) kita yang paling kecil?" Saya jawab, "sel!" "Anda adalah orang kesekian ribu yang salah menjawab," kata dr Heri.

Kata dia, bagian terkecil dalam tubuh bukan sel! Di bawah sel masih ada molekul, di bawah molekul ada atom, di bawahnya ada proton, lalu newton, selanjutnya "quantum". Newton hingga sel, itu "seeable" alias bisa dilihat, baik dengan mata telanjang juga microskop.

Lalu bagaimana dengan "quantum?" Ini yang menarik!! "Quantum itu mind," kata dr Heri. Tak bisa dilihat tetapi "ada". "Lha, apa itu "big master" (sapaan akrab saya untuk dr Heri)," tanya saya.

Begini: (dia justru menggunakan teori bahasa untuk menjelaskan). Dalam teori "semantik segitiga" bahasa, quantum hanya memenuhi prinsip segi dua. Jika "semantik segitiga" mensyaratkan tanda/lambang, konsep, dan referen atau objek, teori ini tidak bisa menjelaskan "quantum". Sebab, quantum hanya mempunyai unsur tanda (q-u-a-n-t-u-m), serta konsep dalam pikiran yang disepakati sebagai quantum, tetapi tanpa referen. Tidak ada yang bisa dilihat (indra) sebagai referen/objek quantum karena makluk ini memang tidak bisa dilihat. "Dia ada, tapi tiada, tiada tapi ada hahhaha," dr Heri terbahak, merespon kebingungan saya.

Lalu, apa urusannya dengan terapi ini? Saya balik bertanya. Jarum akupuntur ini dari aluminium, dr Heri mulai menjelaskan. Jenis logam ini bersenyawa dangan atom tubuh kita. Saat ditusuk ke tubuh, dia bertemu atom tubuh dan bersenyawa membentuk molekul tubuh. Molekul lalu bertemu nutrisi makanan, mereka membentuk sel tubuh. Selanjutnya, sel yang rusak dalam tubuh diganti sel baru melalui mekanisme organisme tubuh.

"Nah, tapi kan ada proton dan newton, serta quantum yang di bawah atom itu, kemana mereka? Apakah mereka tidak bersenyawa dengan atom dan molekul tubuh untuk membentuk sel tubuh," saya lanjut bertanya.

"Pertanyaan bagus, "kata dr Heri. "Begini: prinsip kerja proton dan newton itu dua arah. Pertama, peka (respon) ke atas yakni ke atom, kedua, peka ke bawah yakni ke quantum. Kerja atom seperti yang saya jelaskan tadi. Tapi kerja quantum?? Karena quantum hanya "ada" dari "tiada", "tiada" tapi "ada" maka saya boleh menyebutnya "mind". Quantum ada pada "mind", tetapi "mind" itu mensyaratkan "keyakinan" alias "belief/trust"! Menghadirkan quantum hanya bisa lewat "mind" yang diperkuat "belief", jelas dr Heri lebih lanjut.

"Apa agamamu," tanya dr heri. "Saya katolik". Ya, apakah ada dalam agamamu sesuatu yang tidak kalian lihat tapi kalian percaya memberi pertolongan? saya jawab ada! "Namanya Roh Kudus", kata saya sekenanya hahahhaaaa.

"Nah, good! Dalam teori terapi ini, saya menyebutnya quantum, dan JJR menyebutnya Roh Kudus. Itu sama, hanya kita menyebutnya berbeda," kata dokter Heri.

Dia melanjutkan, "Ingat waktu pertama kali saya terapi JJR, saya katakan jarum ini hanya alat, yang menyembuhkan kamu itu "Yang Di Atas". Karena itu saya minta kamu berdoa.

Secara teknik, jika kita mampu menghadirkan quantum dangan penuh keyakinan, maka bagian tubuh yang paling peka adalah proton dan newton. Keduanya segera merespon dan seketika bersenyawa dengan atom, lalu molekul, lalu sel. Demikian seterusnya."

"Big master, ajari saya cara efektif menghadirkan quantum," saya meminta. "Gampang, "kata dia. "Kamu sering-sering meditasi. Cara berdoa ini punya banyak manfaat. Secara spiritual bisa terkait langsung dengan quantum, tetapi secara fisik bisa menjaga keseimbangan psikis dan fisik. Hanya ada dua tempat yang bagus di bumi ini untuk meditasi. Anda ke gunung sekalian atau anda ke tepi pantai. Di dua tempat itu oksigen (o2) sangat bagus, tidak hanya kualitas tapi juga bobotnya."

"Secara fisik, meditasi mensyaratkan hening. Hening memudahkan respon saraf, baik saraf sadar dalam tubuh maupun saraf tak sadar. Pusat saraf sadar adalah otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Orientasi otak kiri (logis, matematis), otak kanan (seni, rasa, intuisi, juga nurani). Quantum dekat dengan otak kanan."

"Pusat saraf tidak sadar adalah sum-sum tulang belakang. Ada 2 jenis sarah tak sadar yakni saraf simpatetik dan saraf parasimpatetik. Saraf tak sadar ini yangg menggerakkan irama jantung, ginjal, limpah, hati, dll. Secara mekanik, jika ada respon pada otak kanan yang menyenangkan, pesan itu langsung ditangkap saraf parasimpatetik (tak sadar) untuk selanjutnya memberi sinyal pada jantung. Seketika irama jantung lebih pelan, smooth, dan seseorang merasa lebih cool, tentram. Tak heran jika kondisi ini yang diharapkan seseorang dalam mengambil keputusan penting. Jika ini yg terjadi, seseorang itu akan mengatakan," jelas de Heri panjang lebar.

"Saya bersyukur karena memutuskan sesuatu berdasarkan kata hati, suara hati (nurani)," gumam saya dalam hati. Padahal, secara fisik yang disebut kata hati itu adalah pekerjaan otak kanan. Demikian juga jika pesan dari otak kanan adalah sebaliknya, maka sinyal itu langsung ditangkap saraf simpatetik. Dampaknya otomatis berlawanan dengan parasimpatetik. Kacau, stress, marah marah, dll.

Secara spiritual, meditasi itu jalan masuk menghadirkan quantum (roh kudus). Yang tampak abstrak ini ternyata bisa dijelaskan secara konkrit dalam teori Dokter Heri.

"Jika Anda, melalui "mind" dengan penuh keyakinan mengharapkan quantum agar ada, maka dia ada. Untuk memastikan "ada"nya yang abstrak itu, ternyata bisa secara konkrit dikonfirmasi melalui perpaduan saraf sadar dan saraf tak sadar sekaligus. Ada banyak feel yang bisa dipakai, tetapi yg gampang adalah rasakan irama jantungmu, jika lebih pelan, teratur, dan anda tentram, itu pekerjaan quantum," kata dr Heri.

Tak heran, jika dr Heri terus berharap saya rajin meditasi. Meski, untuk mencapai keseimbangan seperti yang diharapkan, masih jauh dari ideal. Apalagi, meditasi dengan orientasi luar biasa yakni quantum itu tadi. Itu sungguh sebuah perjuangan yang tak boleh lelah.

Saya bersyukur bisa bertemu dokter budhis ini yang tampak lebih katolik dari saya hahahaa. Saya makin kagum aja hehehee.

Dalam termangu, aku hanya bisa berbisik dalam hati, "akhhh, dr Heri mau suruh saya berdoa aja muternya jauh amat, pake teori atom proton sgala hahahaaa".....tetapi, kenapa penjelasannya logis dan bisa saya trima?? Lebih dari itu saya adalah orang yang langsung mendapat manfaatnya......??
Terserahlah, hanya Tuhan dan dr Heri yang tau....

Thanks Tuhan, thanks dokter Heri.....

Begitulah penuturan JJR tentang dialognya dengan dr Heri. Atas saran Sang Master, JJR pun rutin bermeditasi di pertapaan Romo Yohanes Indrakusuma di Lembah Karmel Ocarm, Cipanas, Jawa Barat. Penuturan ini pun ditulisanya dari sana, di tengah-tengah keheningan meditasinya, merasakan kuantum yang ada tapi tak nyata. (Alex Madji)

Foto: Julius Jera Rema atau JJR dengan kaca mata hitam yang menjadi ciri khasnya. (Foto: Alex Madji)