Kamis, 27 September 2012

Ciptakan Startup Anda


Tiga hari ini saya mati angin. Tidak ada gagasan untuk menulis sama sekali. Tiba-tiba terlintas di kepala soal startup. Maka saya tulis saja tentang masalah ini. Startup menjadi sebuah kosa kata yang makin akrab terdengar saat ini, terutama di kalang penggiat internet. Secara sederhana Startup berarti usaha atau bisnis baru yang berkaitan dengan dunia maya dan mengalami perkembangan pesat. Makin akrabnya kosa kata itu seiring dengan makin suburnya pertumbuhan startup itu sendiri di Indonesia.

Tetapi saya hanya ingin menulis tentang startup, lembaga bisnis internet berbasis informasi berita. Yang patut disebut pertama adalah Detik.com. Ini adalah startup generasi pertama yang muncul ketika gelombang internet mulai muncul di Indonesia satu dekade lalu (1998). Menurut alexa.com per 27 September 2012 pukul 14.30 WIB, posisi detik.com secara global saat ini berada pada peringkat 392 dan di Indonesia berada pada peringkat ke-10. Bisnis startup yang dirintis Budi Dharsono ini kini menjadi korporasi media massa, apalagi setelah diakuisi CT Grup, milik Chairul Tanjung.

Satu dekade berikutnya, ketika gelombang kedua internet melanda Indonesia, startup-startup baru bermunculan. Yang paling terkenal pada dekade ini adalah kaskus.com. Kaskus yang merupakan kependekan dari kasak kusuk, kini menjelma menjadi forum terbesar di Indonesia dengan anggota 4.766.015 orang (posisi 27 September 2012 pukul 14.30). Di Alexa.com per 27 September 2012 pukul 14.30, secara global berada di peringkat 32.810, sedangkan di Indonesia nangkring di posisi 285.

Kaskus bukan saja menjadi acuan informasi bagi anggota forum, tetapi juga menjadi "pasar", tempat jual beli segala macam barang. Orang cari apa saja, pasti ada di Kaskus. Pengguna/member kaskus juga memiliki istilah-istilah sendiri yang kemudian mewabah di tengah masyarakat. Khabarnya, Kaskus kemudian dibeli perusahan rokok dan membuatnya bergerak ke lembaga bisnis papan atas.

Startup lainnya yang mendapat tanggapan positif masyarakat adalah Salingsilang.com. "Salingsilang.com adalah sebuah situs yang menyediakan informasi terkini tentang apa yang sedang dipercakapkan di Internet, khususnya di berbagai kanal sosial media yang tersedia di Indonesia," begitu perkenalan mereka di laman depan situs tersebut.

Salingsilang.com berada di bawah bendera PT Saling Silang. Bahkan mereka juga punya lembaga konsultan komunikasi bernama inmark:digital yang beriktiar membantu merencanakan dan mengimplementasikan strategi komunikasi media sosial untuk berbagai organisasi baik lembaga komersial maupun non komersial.

Per 27 September 2012 pukul 14.30 WIB, posisinya di alexa.com untuk global berada di 70.048 sedangkan di Indonesia duduk di peringkat 1.088.

Startup lainnya yang eksist dan berposisi cukup bagus di alexa.com adalah Gresnews.com. Situs berita yang fokus pada berita-berita hukum dan politik ini dipelopori oleh Agustinus Edy Kristianto, mantan wartawan Media Indonesia yang masih muda. Gresnews.com berada di bawah PT Hastabra Hemass. Versi Alexa.com, Gresnews.com berada di posisi 207.321 dunia dan 2.907 di Indonesia.

Startup lainnya adalah jaringnews.com. Situs berita ber-tag line "kredibel dan menebar optimisme' ini didirikan oleh sosiolog Kastorius Sinaga dan diterbitkan oleh PT Jaringnews Media Bersama. Startup ini mendefinisikan dirinya begini: "Jaringnews adalah portal yang melayani informasi dan berita dengan mengutamakan akurasi, kecepatan serta kedalaman. Media online ini diperbaharui selama 24 jam penuh dalam sepekan, dan secara kreatif menggabungkan teks, foto, video dan suara. Jaringnews juga terhubungkan secara otomatis ke berbagai media jejaring sosial seperti twitter dan facebook."

Versi alexa.com per Kamis 27 September 2012 pukul 14.30 WIB, jaringnews.com berada di posisi 207.321 dunia, dan di Indonesia berada pada peringkat 4.316.

Satu lagi startup yang belum berbentuk badan hukum adalah sesawi.net. Ini adalah situs berita yang mengkhususkan diri pada berita-berita tentang kekatolikan. Media ini dikelola oleh para mantan yesuit yang bekerja dalam bidang pers. Meski belum berbadan hukum, dalam arti belum berbentuk perseroan terbatas (PT), posisinya di alexa.com cukup bagus. Di dunia dia berada di urutan ke-310.758 dan di Indonesia pada 5.977 (posisi, Kamis, 27 September 2012 pukul 14.30 WIB).

Munculnya startup-startup ini memperlihatkan pergerakan kelas menengah, meminjam istilah sepakbola, dari papan tengah ke papan atas; dari kelas pekerja menjadi kelas pengusaha. Nah, mau seperti mereka? Gampang. Just make your startup. (Alex Madji)

Foto: Alex Madji

Jumat, 21 September 2012

Angkringan Membuat Yogya Dikangeni


Malam sudah larut. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB. Hari sudah beralih dari Kamis, 20 September 2012 ke Jumat, 21 September 2012. Sudut-sudut lain Kota Yogyakarta sudah sepi dan warganya terlelap dalam mimpi. Tetapi di sepanjang Jalan Mangkubumi dan pinggiran utara Stasiun Tugu, suasananya berbeda. Ramai, penuh tawa, dan ceria. Suara gitar musisi jalanan gemerincik menambah suasana menjadi semakin hangat.

Wilayah di sekitar Stasiun Tugu, Yogyakarta itu menjadi salah satu tempat favorit yang patut dikunjungi bila Anda ke Yogyakarta. Di sini terkenal sebagai tempat angkringan. Tempat makan dan minum favorit para mahasiswa, pemuda, dan pemudi Yogyakarta. Bukan hanya mereka. Orang-orag tua pun datang ke sini untuk menikmati suasana Jogja, seperti kata Katon Bagaskara dalam lagunya. Bukan hanya karena harganya yang murah. Tetapi juga suasananya membuat tempat itu menjadi lain dan unik.

Malam itu, seperti juga malam-malam lainnya, orang-orang duduk bersila di atas tikar plastik di sisi Jalan Mangkubumi. Begitu juga di seberang jalan yang berada di sisi luar tembok pinggir rel kereta bagian utara Stasiun Tugu. Ada juga yang memilih duduk di atas kursi yang ditempel rapat di tembok pinggiran rel. Atapnya hanya terbuat dari tarpal.

Dinginnya malam itu tak terasa karena sajian wedang jahe, susu jahe, STMJ, atau kopi panas yang dicelupi arang. Ditambah nasi kucing degan berbagai lauk seperti tempe mendoan, tahu bakar, dan sate. Sajian-sajian itu semakin enak karena suasananya juga enak.

Sekelompok pemuda di samping kiri kami (saya bersama dua rekan wartawan lain dari Warta Kota dan Suara Indonesia) asyik bermain kartu sambil sesekali tertawa lepas di sela-sela cerita lucu mereka. Sedangkan kelompok lainnya di samping kanan kami dengan dialek dari Timur, Makassar, berceloteh dengan dialek mereka yang khas. Seorang gadis di antara mereka ikut ngerumpi sambil membaca sebuah buku sambil menyeruput kopi panas. Sementara di ujung sana, sekolompok musisi jalanan terus mendendangkan lagu mereka sambil berharap bisa mengumpulkan rupiah demi rupiah.

Ketika malam semakin larut, tiba-tiba tiga orang perempuan cantik nan seksi dalam balutan blus merah yang bagian belakangnya panjang hingga betis, tetapi bagian depan hanya di atas lutut serta dengan lengan tak terbungkus mendatangi kelompok-kelompok orang itu. Sambil menjinjing tas merah mereka menjajakan rokok, A Mild. Satu bungkus dijual dengan Rp 11.000. Mereka didampingi seorang pria berseragam hitam-hitam mendatangi kelompok-kelompok orang itu satu demi satu. Sambil menjual rokok, mereka menenteng iPad. Ini sebuah strategi penjualan? Mungkin saja. Saya tidak sempat tanya.

Seorang di antara tiga gadis yang mengenakan sepatu warna merah berhak tinggi itu mengaku bekerja sampai jam 04.00 pagi. Mereka memang baru mulai bekerja dari pukul 16.00 WIB dan mengunjungi tempat-tempat ramai di Yogyakarta yang istimewa itu. Mereka melenggak lenggok di sepanjang jalan tersebut bagai berjalan di atas catwalk.

Ya, angkringan ini menjadi salah satu alasan mengapa Yogyakarta selalu dikangeni. Angkringan seperti ini sudah mulai dicoba di tempat lain di luar Yogyakarta, seperti Jakarta. Tetapi suasana Angkringan Yogyakarta tetap saja beda dan khas. Inilah salah satu keistimewaan Yogyakarta.

Masih ada banyak tempat lain yang membuat Yogyakarta dikangeni. Salah satunya Malioboro yang juga patut dikunjungi setiap kali ke Yogyakarta. Nah bagi Anda yang pernah bepergian, apalagi pernah tinggal di kota ini, kalau kembali Yogya jangan lupa bernostalgia di angkringan favorit Anda. (Alex Madji)





Kamis, 20 September 2012

Selamat Mengubah Wajah Jakarta


Kemarin saya menulis tetang hasil poling media-media online terkait pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) DKI Jakarta putaran kedua pada Kamis 20 September 2012. Saya mengambil sampel poling yang dilakukan Viva.co.id, Beritasatu.com, Suarapembaruan.com, dan Jaringnews.com.

Semua poling media itu mengunggulkan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) daripada pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara), kecuali hasil poling Jaringnews.com yang mengunggulkan Foke-Nara. Seorang teman, dalam komentar atas tulisan saya itu yang saya posting di facebook menambahkan bahwa poling JPPN juga mengunggulkan Jokowi-Ahok jauh di atas Foke-Nara. Terima kasih Mas.

Warga DKI Jakarta sudah memberikan pilihannya pada Kamis, 20 September 2012. Meski masih menunggu pengumuman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), tetapi hasil hitung cepat semua media dan lembaga survei menempatkan pasangan Jokowi-Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih. Versi hitungan cepat, Jokowi-Ahok menang dengan rentang perolehan suara 52-55 persen, sedangkan Foke-Nara hanya meraih suara 45-47 persen.

Perbedaan angka dalam survei-survei itu beda-beda tipis. Tetapi bila mengacu pada perhitungan cepat pada putaran pertama, hitung cepat versi Kompas adalah yang paling presisif atau hampir sama persis dengan hitungan manual KPU DKI Jakarta. Bila mengacu ke perhitungan cepat yang dilakukan Kompas pada putaran kedua ini, maka Jokowi-Ahok memenangi Pemilukada DKI Jakarta dan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 dengan 52,97 persen, sedangkan Foke-Nara meraih 47,03 persen atau beda hampir 7 persen suara.

Dengan hasil ini, saya hanya ingin mengatakan bahwa poling media-media online yang saya tulis kemarin itu tidak meleset, meskipun poling-poling itu gampang dimanipulasi. Selain itu, saya ingin menyampaikan selamat kepada Jokowi-Ahok seperti juga Foke yang mengaku sudah menyampaikan ucapan selamat kepada pasangan usungan PDI Perjuangan dan Partai Gerindra ini.

Sambil berharap, ini yang serius, bahwa Jokowi-Ahok bisa mengurus DKI Jakarta lebih baik dari Foke sebagaimana mereka janjikan selama kampanye. Persoalan Jakarta jauh lebih rumit dari daerah yang dipimpin Jokowi dan Ahok sebelumnya, yaitu Solo dan Belitung Timur. Tetapi mudah-mudahan dengan trik-trik dan gaya kepemimpinan yang baru dan berbeda dari Foke, kedua pemimpin muda yang metal ini bisa mengubah Jakarta menjadi kota yang lebih humanis dan bersahabat. Bukan kota yang ngeri dan menakutkan. Selamat mengubah wajah Jakarta Jokowi-Ahok. (Alex Madji)

Rabu, 19 September 2012

Jokowi-Ahok Menang di Poling Online


Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta putaran kedua berlangsung, Kamis, 20 September 2012. Jatung para pendukung Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) dan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) berdegup kecang, menunggu hasil pilihan warga Jakarta.

Pada saat bersamaan, meski sudah masuk hari-hari tenang, sejumlah media berita online melakukan poling baik dengan cara mengklik maupun dengan mengirim pesan singkat atau SMS (short message service) ke situs yang bersangkutan. Saya coba melihat hasil poling yang dilakukan Viva.co.id, Suarapembaruan.com, Beritasatu.com, dan Jaringnews.com.

Poling-poling media tersebut menempatkan pasangan Jokowi-Ahok unggul atas Foke- Nara dengan suara yang cukup jauh. Kecuali Jaringnews.com milik Kastorius Sinaga yang memenangkan Foke-Nara dengan perolehan suara yang tipis dengan Jokowi-Ahok.

Viva.co.id yang dulu bernama Vivanews.com, misalnya, melakukan poling dengan pesan singkat. Pertanyaannya, pilih Gubernur DKI Anda putaran kedua lalu ketik DKI spasi Foke dan ketik DKI spasi Jokowi dan dikirim ke 9981*. Hasilnya, posisi pada Rabu, 19 September 2012 pukul 13.10 WIB pasangan Jokowi-Ahok unggul dengan 54 persen, sedangkan pasangan Foke-Nara hanya 46 persen.

Poling yang dilakukan Beritasatu.com juga menempatkan pasangan Jokowi-Ahok unggul jauh atas pasangan Foke-Nara. Pertanyaannya, Siapakah calon gubernur pilihan Anda? Pada pukul 13.55 WIB, Jokowi dipilih oleh 7.211 (responden) atau 93 persen, sementara Foke-Nara dipilih oleh 504 responden atau hanya 7 persen

Poling yang dilakukan Suarapembaruan.com juga mengungguli pasangan Jokowi-Ahok dengan pertanyaan, Siapakah kandidat gubernur DKI Jakarta yang disukai rakyat? Pada Rabu, 19 September 2012 pukul 13.12 WIB, poling itu diikuti oleh 11.281 responden. Hasilnya, Jokowi-Ahok mendapat 55 persen suara responden, sedangkan Foke-Nara berada 10 persen di belakangnya, yakni dengan 45 persen.

Hanya Jaringnews.com yang menempatkan Foke-Nara sebagai unggulan. Hingga pukul 13.50 WIB, situs berita yang juga menempatkan pengurus Partai Demokrat Ulil Abhsar Abdalla sebagai salah satu anggota Dewan Penasehat Redaksi mengunggulkan Foke-Nara dengan 51 persen, sedangkan Jokowi-Ahok 49 persen. Pertanyaan polingnya, Menurut Anda Siapakah Pemenang Pemilu DKI Putaran 2?

Sementara poling LSI yang menggunakan wawancara tatap muka dan sudah diumumkann ke publik beberapa hari sebelumnya menyebutkan bahwa dua pasangan peraih suara terbanyak pada Pemilukada putaran pertama ini bersaing ketat. Kesimpulannya, belum bisa dipastikan siapa pemenang pemilukada putaran kedua ini. Tetapi yang pasti, poling semua lembaga survei pada putaran pertama meleset jauh. Ketika itu, lembaga-lembaga poling mengunggulkan Foke-Nara, tetap faktanya Jokowi-Ahok yang keluar sebagai peraih suara terbanyak.

Nah, poling-poling yang dilakukan media-media di atas tadi juga tidak menjadi ukuran siapa yang memenangi Pemilukada putaran kedua. Meskipun sebenarnya, poling media masa yang dilakukan dengan benar, seperti pada Pemilu Presiden Amerika Serikat, bisa menjadi patokan atau paling tidak mendekati fakta yang sebenarnya.

Tetapi di Indonesia, fakta sebenarnya ada di tangan pemilih itu sendiri. Dan, itu baru diketahui besok. Yang pasti, saat ini Jokowi-Ahok unggul atas Foke-Nara di poling-poling media online. (Alex Madji)

Sumber foto: Indonesia Kata Kami

Selasa, 18 September 2012

Pangeran Kuwait Murtad?


Sabtu, 14 September 2012 sore, seorang teman meneruskan sebuah berita dari facebook ke Grup BBM tentang murtadnya seorang pangeran Kuwait. Disebutkan bahwa anggota keluarga Kerajaan Kuwait bernama Pangeran Abdullah Al-Sabah meninggalkan agama leluhurnya, Islam, dan memeluk Kristen.

Saya sendiri pernah menginjakkan kaki di bagian dalam Istana Kerajaan Kuwait ketika mengikuti rombongan Jusuf Kalla, saat menjadi Wakil Presiden. Ketika itu Kalla berkunjung ke Brussels, Helsinki, dan Jepang. Tetapi transit sebentar di Kuwait untuk melayat Raja Kuwait yang meninggal pada Januari 2006.

Sambil menghidupkan kembali kenangan itu, saya mencoba menelusuri berita itu di Google. Ternyata, gosip atau rumor ini sudah ramai didiskusikan di sebuah forum berbahsa Inggris, Snopes.com. Diskusi di forum ini sudah berlangsung sejak Juli atau bahkan jauh sebelum itu. Dalam forum tersebut, beberapa anggota forum memberitahukan sejumlah link media yang menulis berita tentang murtadnya Pangeran Abdullah Al-Sabah ini.

Setelah ditelusuri, ternyata berita ini sudah lama muncul. Paling tidak, situs berita christianpost.com sudah menurunkan berita itu pada 24 Januari 2012 pukul 16.26 waktu setempat. Berawal dari sebuah rekaman yang ditayang oleh sebuah televisi satelit di Timur Tengah yang tidak disebutkan namanya. Isinya bahwa seorang Pangeran Kuwait pindah dari Islam ke Kristen. Pada awal Januari 2012, sebuah kanal satelit Arab mensinyalir bahwa rekaman itu dibuat oleh Pangeran Abdullah Al-Sabah sendiri. Dalam rekaman ini disebutkan bahwa dia tinggalkan muslim dan pindah ke Kristen. "Saya akan bersama Yesus Kristus untuk selama-lamanya," bunyi rekaman tersebut.

Abdullah Al-Sabah juga berbicara kritis tentang organisasi-organisasi Jihat, termasuk kelompok yang memenangkan Pemilu di Mesir. "Kelompok-kelompok Islam selalu ingin melakukan penyerangan di berbagai kota di seluruh dunia tetapi Allah melindungi kota-kota itu dan masih akan terus melindungi dunia," bunyi rekaman tersebut lebih lanjut.

Tetapi dalam sebuah rilis yang diterbitkan pihak Kerajaan Kuwait disebutkan bahwa tidak ada nama Abdullah Al-Sabah dalam keluarga kerajaan negara kaya minyak tersebut. Begitupun pernyataan yang dikeluarkan Vatikan. Vatikan menyebutkan bahwa nama Abdullah Al-Sabah memang ada dalam pohon keluarga Kerajaan Kuwait yang memerintah negara itu, tetapi tidak dalam keluarga kerajaan yang masih hidup. "Senyatanya, nama Abdullah tidak ada dalam daftar 15 anggota keluarga kerajaan yang memerintah negara kecil tetapi sangat sejahtera ini," tulis orang dalam Vatican, Marco Tosatti, seperti dikutip christianpost.com.

Tetapi, masih menurut media tersebut, Abdullah Al-Sabah dalam rekaman itu tidak lain adalah Shaikh Faisal Al Abdullah Al Sabah seorang Pangeran Kuwait yang pada 2010 lalu dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati karena membunuh kemenakan laki-lakinya.

Diangkat Lagi
Berita tentang kepindahan agama Abdullah Al-Sabah ini kemudian diangkat lagi oleh media online Tumfweko.com, sebuah media berita dan hiburan Zambia pada Senin, 17 September 2012. Media ini menyebutkan bahwa sebuah rekaman ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi satelit Kristen di Timur Tengah bernama al-Haqiqa yang isinya pengakuan dari Abdullah Al-Sabah bahwa dia meninggalkan Islam dan memeluk kristen.

Masih menurut media ini, dalam rekaman tersebut Abdullah Al-Sabah menegaskan bahwa dia tidak akan berpaling dari Yesus Kristus, meskipun diancam dibunuh karena membuat rekaman tersebut. Media ini mengutip rekaman suara orang yang disebut-sebut Abdullah Al-Sabah itu. "Pertama-tama, saya sangat setuju penyebaran rekaman ini dan sekarang saya menegaskan bahwa bila mereka membunuh saya karena ini, saya lalu akan datang ke hadapan Yesus Kristus dan akan berada bersamanya dalam kekekalan," bunyi rekaman tersebut lebih lanjut.

Televisi satelit al-Haqiqa menjelaskan bahwa Abdullah Al-Sabah adalah keluarga kerajaan Kuwait yang meninggalkan Islam dan lalu memeluk Kristen. Hanya saja, televisi itu tidak menyebut dia menganut kristen apa."Saya akan terima apapun yang mereka perbuat untuk saya karena kebenaran dalam Alkitab sudah membimbing saya ke jalan kebenaran," lanjut rekaman tersebut.

Tumfweko.com juga menulis bahwa Mohabat News, sebuah website berita Kristen di Timur Tengah, menyebutkan bahwa berita ini sudah dimuat oleh kantor berita Arab dan kantor berita negara Iran. Tetapi sejumlah media independen dari kelompok Syiah, mengutip seorang keluarga Kerajaan Kuwait lainnya, Azbi Al-Sabah mengatakan bahwa berita ini tidak benar karena tidak ada nama seperti itu dalam keluarga Kerajaan Kuwait. "Tidak ada nama seperti itu (Abdullah Al-Sabah) dalam keluarga Kerajaan Kuwait," tulis Tumfweko.com mengutip media independen tersebut.

Nah, dari sumber-sumber berita di atas menunjukkan bahwa berita atau gosip yang muncul terkait perindahan Abdullah Al Sabah dari Islam ke Kristen bukanlah hal baru. Tetapi ini isu lama yang disebarkan lagi. Belum terungkap apa motif di belakang penyebaran isu tersebut. Lalu, apakah ada kebenaran di balik berita itu? Belum ada media yang mengungkapnya. (Alex Madji)

Senin, 17 September 2012

Ini Betul-betul Penyelenggaraan Tuhan


Julias Jera Rema atau dikenal dengan inisial JJR bukan orang terkenal. Bukan seorang pengusaha, apalagi politisi. Dia orang biasa, seorang kuli tinta di sebuah surat khabar ekonomi ibu kota. Tetapi kisah hidupnya mengagumkan.

Dia terselamatkan dari maut yang hampir merenggutnya akibat sakit yang dideritanya. Saya tidak pernah mengira bahwa pria yang selalu tampil gagah dengan kacamata hitam itu mengidap penyakit kronis. Badannya cukup atletis. Selalu ceria dan penuh canda tawa setiap kali bertemu.

Belakangan baru saya tahu, ternyata dia hanya hidup dengan satu ginjal, setelah menjalani operasi ginjal pada 2007. Lima tahun berselang, JJR belum terlalu mengalami persoalan dengan kesehatannya. Sampai pada Mei 2012, terpaksa dirawat di Rumah Sakit Siloam Karet, Semanggi, Jakarta, lagi-lagi karena masalah ginjal yang tersisa satu itu.

Di rumah sakit tersebut, ternyata ditemukan penyakit lain yaitu jantungnya melemah. Bagai sudah terjatuh, tertimpa tangga pula. Itulah yang dialami JJR. Belum beres soal ginjalnya, pihak rumah sakit mengusulkan agar dilakukan pemasangan balon pada jantungnya. Dan, satu-satunya cara untuk itu adalah operasi atau istilah dia “dibelek”. Setelah agak membaik, JJR memutuskan tinggalkan rumah sakit itu, dengan menyisakan persoalan besar.

Tetapi di rumah, kondisi JJR bukannya membaik. Malah memburuk. Seluruh badannya bengkak-bengkak. "Badan saya hancur, dari muka sampai kaki. Bengkak semua," tuturnya dalam perjumpaan di sebuah pojokan Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta Timur, Jumat, 14 September 2012 petang.

Maka Juni 2012, dia kembali masuk rumah sakit. Kali ini ke Rumah Sakit St Carolus di Jalan Salemba, Jakarta Pusat. Keadaannya parah. Untuk sampai ke rumah sakit itu saja dengan susah payah. Sempoyongan. Sangat lemah. Dia harus beberapa kali menghimpun kekuatan untuk melanjutkan perjalanan.

Sesampai di sana, Dokter memfonis, ginjalnya secara teoritis sudah off alias tidak berfungsi. "Beruntung saya masih hidup. Betul-betul mukjizat Tuhan. Ginjal yang sudah off itu bisa on kembali," ceritanya bersemangat.

Tidak hanya itu. Fungsi jantungnya sangat-sangat lemah. Ada angkanya dalam persentase, tetapi JJR minta tidak ditulis. Yang pasti, menurut pengakuan dokter yang menerimanya, dia adalah pasien dengan fungsi jantung terlemah yang penah diterima rumah sakit tersebut. Bahkan, dengan fungsi jantung yang hanya sekian persen itu, dia seharusnya sudah menghadap Tuhan.

"Tetapi betul-betul rahmat Tuhan bahwa saya misah bisa hidup hingga saat ini. Hari demi hari saya menjalani perawatan di rumah sakit. Dokter melakukan penindakan atas diri saya. Berbagai macam obat harus saya minum, sampai akhirnya kondisi sedikit membaik," ceritanya lebih lanjut.

Dr Heri Soewarno
Meski mengalami perubahan, jantung pria yang sore itu mengenakan kemeja putih lengan panjang yang digulung hingga siku tetap bermasalah. Rumah Sakit St Carolus menawarkan solusi sama seperti yang keluarkan RS Siloam sebelumnya, harus menjalani operasi pemasangan balon pada jantungnya. Atau, JJR harus minum sekian banyak obat sambil melakukan pengobatan alternatif dengan akupuntur. JJR membayangkan tubuhnya dibelek, sambil juga memikirkan biaya operasi yang sangat mahal. "Ngeri ngero," ujarnya dengan gaya yang khas.

Karena takut dioperasi, JJR memilih minum obat yang sangat banyak itu dengan risiko bahwa ginjalnya juga akan terkena dampak dari obat-obat tersebut. Selain itu dia memilih pengobatan alternatif yaitu dengan cara akupuntur.

Untuk pengobatan yang terakhir ini, dia bertemu Dr Heri Soewarno yang berpraktek di bilangan Menteng Jakarta Pusat. Dokter ini adalah seorang ahli “chi” dan akupuntur. JJR menjalani pengobatan tusuk jarum untuk menyentuh komponen terkecil dalam tubuhnya. Menurut dokter ini, ternyata bagian terkecil dalam tubuh manusia bukan sel, tetapi atom. Di atas atom ada molekul, baru sel. Atom-atom dalam tubuh JJR didibangunkan dan memberi efek positif pada molekul dan akhirnya pada sel, dan ternyata sukses.

Setelah sekitar 12 kali menjalani pengobatan akupuntur dengan biaya Rp 250.000 sampai Rp 300.000 sekali datang, fungsi jantung JJR mengalami peningkatan hingga mencapai hampir 100 persen dari kondisi ketika masuk rumah sakit. Saat ini fungsi jantungnya berada di atas 40 persen, tetapi masih di bawah 50 persen. Sedangkan denyut jantungnya sudah masuk kategori normal.

Total dana yang sudah dikeluarkan JJR untuk merawat sakitnya ini tidak sedikit. Sudah mencapai Rp 60 sampai 70 juta. Tetapi dia tidak peduli dengan uang sebanyak itu. Bagi dia yang terpenting kondisinya membaik.

Selain menjalani pengobatan medis, JJR mulai rutin meditasi. Tempat yang paling bagus untuk ini adalah pertapaan Rm Yohanes Indrakusuma Ocarm di Cikanyere, Cipanas, Jawa Barat. Hampir dua kali sebulan dia mengikuti meditasi di pertapaan ordo CSE itu. Itupun tergantung jadwal di pertapaan tersebut. Meditasi dipilih sebagai bagian dari proses penyembuhan dari dalam diri.

Semua itu dijalani JJR hanya demi kesehatannya. Dia begitu penuh harapan. Segala bentuk pengobatan itu akhirnya membuahkan hasil. Fungsi jantungnya terus membaik berkat sentuhan Dr Heri Soewarno, meditasi yang dijalaninnya serta berbagai obat yang diminumnya. Lebih dari itu, JJR menyadari bahwa kehidupan yang sedang dijalaninya saat ini betul-betul hanya karunia Tuhan. Kini JJR bisa kembali ceria. Bepergian ke mana-mana dan berbagi cerita dengan penuh gelak tawanya yang khas. Penampilan fisiknya pun seolah-olah tidak sedang mengalami sakit berat. Kaca mata hitam tidak pernah lepas, entah di kepala atau di antara kancing bajunya. (Alex Madji)

Foto: Julius Jera Rema atau JJR dalam kondisinya paling akhir. (Foto: Alex Madji)

Jumat, 14 September 2012

Jokowi yang Nakal


Jumat, 14 September 2012 adalah hari pertama kampanye pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) DKI Jakarta. Kedua pasangan calon gubernur, Fauzi Bowo (calon incumbent) dan Joko Widodo (Jokowi) berkampanye dengan cara mendatangi pusat keramaian ibukota.

Pada saat bersamaan, di Toko Buku Gramedia Matraman Jakarta Timur, tepatnya di lantai dua, ketika mentari mulai condong agak ke barat, diluncurkanlah sebuah buku terbitan Elex Media Komputindo berjudul, "Jokowi, Spirit Bantaran Kali Anyar" karya Domu D Ambarita, seorang teman jurnalis di jaringan koran daerah Kelompok Kompas Gramedia, Tribun, bersama rekan-rekannya.

Saya tidak tahu apakah ini bagian dari kampanye Jokowi atau tidak. Tetapi yang pasti, mayoritas yang datang pada diskusi peluncuran buku itu mengenakan kemeja kotak-kotak merah biru tua, seragam pasangan Jokowi-Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Sedianya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang memberi kata pengantar pada buku itu hadir. Tetapi hingga acara selesai, Megawati yang juga mantan Presiden tidak tampak. Padahal, Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo sudah terlihat di lantai satu Gramedia.

Sang penulis Domu D Ambarita mengaku, buku itu bukan buku kampanye politik Jokowi, meskipun kesan tidak terhindarkan. Sebab, buku ini mengupas sisi lain kehidupan Jokowi, seorang anak dari bantaran Kali Anyar Solo, Jawa Tengah yang yang sempat tergusur, lalu kemudian menghentak peta perpolitikan Indonesia berkat kiprahnya selama menjadi Walikota Solo dan kesuksesan dalam Pemilukada DKI Jakarta putaran pertama.

"Tidak terhindarkan bahwa ada kesan politis dalam penulisan buku ini karena Jokowi mengikuti Pemilukada DKI Jakarta. Tetapi yakinlah, kami profesional. Tidak ada sponsor, tidak ada pendanaan dari siapa-siapa, termasuk kelompok Jokowi. Sponsor kami hanya penerbit yang meminta kami menulis tentang Jokowi," kata Domu dalam diskusi peluncuran buku tersebut.

Jokowi adalah Walikota Solo yang pada periode keduanya terpilih dengan mayoritas suara pemilih. Dia kemudian dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pada putaran pertama, dia bersama Ahok menghenyakkan warga ibukota karena sukses meraih suara terbanyak dengan 42,59 persen suara. Sedangkan calon incumbent Fauzi Bowo hanya 34,05 persen suara atau hampir 10 persen di belakang Jokowi. Tetapi karena tidak memenuhi kententuan UU Khusus Ibukota Jakarta yaitu harus meraih suara 50 perse plus satu, maka keduanya, yang meraih suara terbanyak, masuk ke Pemilukada putaran kedua pada 20 September 2012.

"Empat puluh tahun silam, sungai ini menjadi tempat favorit seorang bocah bernama Joko Widodo. Ia masih mengingat nostalgia bermain di sungai, yang ketika itu air mengalir masih bening. 'Masa kecil yang paling saya ingat, cebur di sungai. Tiap hari, tidak pagi, tidak siang, tidak sore'," tulis Domu dalam bukunya mengutip Jokowi.

Yang menarik adalah kesaksian ibu Jokowi, Sujiatmi Notomihardjo yang hadir pada peluncuran buku tersebut. Perempuan yang mengenakan stelan ungu muda, selaras dengan krudung di kepalanya itu, tampak masih awet muda. Janda empat anak itu tidak kikuk berada di atas panggung. Setiap pertanyaan master of ceremony (MC) dan peserta diskusi, dijawab dengan lugas dan apa adanya. Polos dan jujur.

Dia menceritakan, ketika kecil Jokowi termasuk anak nakal. Tetapi masih dalam tahap wajar sebagai seorang anak kecil. Dia meminta sesuatu sambil mogok. Dia juga sering main di rel dan naik-naik kereta api, serta main long bambu. Permainan yang terakhir ini menyebabkan alis matanya luka. Meski nakal, Nyonya Sujiatmi tidak pernah menjewer atau memukul Jokowi kecil. Dia mendidik anaknya itu dengan cara-cara yang wajar-wajar saja.

Semula dia menginginkan anaknya itu menjadi pengusaha kayu. Pasalnya, kakeknya, ayah dari sang ibu, adalah pengusaha kayu. Keinginan itu kemudian terwujud, setelah Jokowi terjun pada bisnis yang sama seperti kakek dan om-omnya. Usaha kayu ini, sejak jaman sang kakek hingga masa Jokowi, tidak pernah berskala besar.

Sujiatmi tidak pernah berdoa agar anaknya itu menjadi walikota atau gubernur. Kalau dia kemudian menjadi walikota, itu hanya anugerah Allah. Atau mungkin juga faktor keturunan. Sebab kakek Jokowi dari pihak ayahnya adalah lurah. "Dalam doa saya tidak minta macam-macam. Tetapi yang pasti, saya tiap malam tahajut," ceritanya.

Nah, bagian ini menjadi menarik karena tidak diceritakan dalam buku, "Jokowi Spirit Bantaran Kali Anyar" karya Domu D Ambarita tersebut. Kini, Jokowi - anak nakal dari bantaran Kali Anyar itu - menjadi orang hebat dan menjadi inspirasi banyak politisi. (Alex Madji)

Foto: Peluncuran buku "Jokowi Spirit Bantaran Kali Anyar" di Gramedia, Jakarta, Jumat, 14 September 2012. (Foto: Alex Madji)

Rabu, 12 September 2012

Andy Murray Ternyata "Anak Mami"


Andy Murray, petenis nomor satu Inggris, baru saja meraih gelar Grand Slam Amerika Serikat terbuka 2012. Gelar ini membuat pamornya semakin meningkat. Bukan hanya itu. Pendapatannya pun bakal melonjak tajam. Berbagai perusahaan akan berlomba-lomba menyodorkan tawaran sponsorship kepadanya. Saat ini saja, Andy Murray sudah menjadi atlet tenis terkaya nomor tiga dunia dengan total kekayaan 23 juta dolar Amerika Serikat atau 14,3 juta pound.

Dengan gelar terbaru itu, Andy Murray bakal masuk daftar orang-orang terkaya dunia versi Majalah Forbes, menurut The Telegraph. Maklum dia sudah menandatangani kontrak dengan Adidas berdurasi lima tahun senilai 5 juta dolar. Dia juga terikat kontrak dengan Royal Bank of Scotland, dan Jaguar. Setelah menjuarai Amerika Serikat terbuka, dia menandatangani kontrak dengan pembuat jam, Rado. Diperkirakan kontrak-kontrak lainnya akan menyusul.

Tetapi di luar prestasi dan kekayaan melimpah ruah seperti itu, ternyata Andy Murray adalah seorang anak mami. Dia tidak pernah terpisah dari ibunya, Judy Murray. Di manapun dia bertanding, selalu ada sang mami di pinggir lapangan. Kedekatannya dengan sang ibu tak pelak mendatangkan kritik.

The Guardian edisi Senin, 20 Juni 2011 menulis bahwa mantan juara Wimbledon, Boris Becker pernah berujar, Andy Murray harus memutus hubungannya dengan sang ibu saat mengikuti kejuaraan. Sejumlah komentator juga mendesak Judy Murray untuk tidak selalu mengikuti Andy Murray di setiap turnamen yang diikuti putranya itu.

"Apakah seorang pria harus selalu didampingi ibunya di pinggir lapangan sepanjang kariernya? Saya mungkin salah, tetapi saya tidak pernah melihat ibu Rafael Nadal atau Federer atau Djokovic. Mereka masuk ke final atau semifinal tetapi saya kira mereka (ibu-ibunya) tidak selalu terlibat dalam pertandingan anak-anaknya. Tetapi pada akhirnya, apa yang saya pikirkan itu tidak soal. Yang terpenting adalah bahwa ini pekerjaan untuk Andy," kata Boris Becker.

Tetapi Judy menanggapi pernyataan-pernyataan itu dengan pedas pula. "Pernyataan seperti itu tidak masuk akal. Pernyataan seperti ini datang dari orang-orang yang tidak tahu apapun tentang kehidupan keluarga kami," tanggap Judy.

Ya, Judy Murray yang juga dikenal Judy Moo, bukan hanya seorang ibu bagi Andy. Dia juga adalah pelatih, bahkan ayah. Judy adalah mantan petenis profesional. Pada usia 17 tahun dia pernah juga mengikuti tes sebagai pelatih, sebelum akhirnya belajar Bahasa Prancis dan bisnis di Universitas Edinburg dan berkrir dalam bidang manajemen ritel. Lalu pada 1994, Judy kemudian banting stir dan menjadi pelatih tenis full time. Dia sendirilah yang melatih kedua putranya, Andy dan Jammie.

Kedekatan dengan kedua buah hatinya itu semakin intim ketika dia cerai dari suaminya Will, setelah pisah ranjang untuk jangka waktu yang cukup lama, tujuh tahun silam. Kedekatan ini kemungkinan juga karena aksi penembakan yang dilakukan Thomas Hamilton yang menewaskan 16 orang anak sekolah dimana Andy dan Jammie juga bersekolah. Tidak banyak kisah tentang kasus ini meluncur dari mulut Judy.

Tetapi sebagai ibu, Judy tentu ingin terus menyaksikan anaknya berlaga. Meskipun terkadang disertai dengan perasaan yang tegang dan mendapat kritikan dari banyak pihak. "Tidak mudah menyaksikan putra Anda berlaga di lapangan. Seluruh emosi dan perasaan terlibat. Mungkin hanya itu yang bisa saya ungkapkan tentang bagaimana perasaan saya ketika duduk menyaksikan dia bertanding," kata Judy seperti dikutip The Australian.

Meski selalu tegang, Judy akhirnya juga ikut meluapkan kegembiraan ketika Andy Murray menjuarai grand slam Amerika Serikat terbuka mengalahkan Novak Djokovic pada Senin, 10 September 2012 malam waktu Amerika Serikat atau Selasa, 11 September 2012 pagi WIB. Mungkin kesuksesan Murray itu juga karena dukungan kuat sang ibu, Judy Murray, dari pinggir lapangan. (Alex Madji)

Foto: Andy Murray berciuman dengan ibunya, Judy Murray (Foto: BBC)


Selasa, 11 September 2012

Djibril Cisse dan Ameobi Bukan Muslim


Tidak semua nama “berbau” Islam adalah muslim dan tidak semua nama “berbau” Kristen adalah kristiani. Tetapi terkadang, kita melakukan generalisasi. Seolah-olah semua nama yang “berbau” Islam sudah pasti muslim dan semua nama yang “berbau” Kristen sudah pasti kristiani.

Saya ingin menulis tentang nama-nama pemain di Liga Utama Inggris yang “berbau” muslim, tetapi ternyata bukan beragama Islam dan pemain-pemain bernama Kristen ternyata bukan kristiani. Engel ini saya tulis karena di Liga Utama Inggris, jumlah pemain beragama muslim semakin banyak. Lebih dari itu, Liga Inggris adalah liga yang paling bermutu di planet ini. Dia menyisihkan La Liga Spanyol, Seri A Italia atau Bundesliga Jerman.

Di Liga Utama Inggris ada pemain-pemain yang namanya “berbau” muslim seperti Hatem Ben Arfa, Cheick Tioté, Papiss Cisse, Demba Ba, Hatem Ben Arfa, dan Ameobi bersaudara yaitu Foluwashola “Shola” Ameobi dan Sammy Ameobi di Newcastle United. Di Arsenal ada Marouane Chamakh, Abou Diaby, Bacary Sagna, dan Armand Traoré. Di Manchester City ada Kolo dan Yaya Toure, Samir Nasri, dan Edin Dzeko. Di Aston Villa ada Habib Beye. Di Everton ada Marounae Fellaini. Sedangkan di Queens Park Rangers (QPR) ada Djibril Cisse dan Adel Taarabt. Selain itu masih ada nama-nama Ahmed Elmohamady (Sunderland), Younes Kaboul (Tottenham Hotspur), Youssuf Mulumbu (West Bromwich) serta Ali Al Habsi dan Mohamed Diame di Wigan Athletic.

Tidak semua dari nama-nama itu beragama muslim, meskipun sebagian besar dari mereka adalah muslim. Sebagai contoh, Ameobi bersaudara. Nama keduanya memang berbau Islam karena mereka berasal dari Nigeria. Tetapi The Telegraph mengidentifikasi bahwa keduanya adalah pemeluk kristiani.

Foluswashola “Shola” Ameobi lahir di Zaria, Nigeria pada 12 Oktober 1981. Tetapi pada usia lima tahun dia pindah ke Inggris mengikuti ayahnya yang kuliah di negara itu. Dia kemudian pernah membela Tim Nasional Inggris U-21. Adiknya, Sammy Amoebi yang juga bermain bersama Newcastle menggunakan nama babtis Samuel. Sammy juga membela Timnas Inggris U-21, setelah sempat membela Nigeria U-17. Adiknya Tomi juga diincar Newcastle.

Kedua orang tua mereka bernama John Ameobi dan Margaret Ameobi berasal dari Nigeria. Harian Inggris The Independent melaporkan bahwa John Ameobi adalah seorang pastor Gereja Apostolik Newcastle. Jadi, Shola, Sammy, dan Tomi adalah anak pendeta. John Ameobi adalah doktor permesinan pertanian lulusan Universitas Newcastle yang kemudian menjadi pendeta. “Seharusnya saya kembali ke Nigeria setahun setelah saya meraih PhD. Tetapi Tuhan mengatakan bahwa saya, istri, dan anak saya harus tinggal di sini,” kata John seperti ditulis The Independent.

Nama lainnya adalah Djibril Cisse. Pemain internasional Prancis ini memang lahir dari keluarga muslim keturunan Pantai Gading di Prancis. Ayahnya, Mangue Cisse adalah seorang pesepakbola profesional dan pemain Timnas Pantai Gading sebelum pindah ke Prancis pada 1974. Wikipedia melaporkan bahwa pemain dengan gaya rambut yang nyentrik ini pindah dari muslim ke Kristen atau murtad. Hanya saja tidak disebutkan kapan dia “murtad”.

Kemungkinan ketika dia menikahi janda beranak satu, Jude Littler pada Juni 2005. BBC News melaporkan, Cisse menikahi pekerja salon atau penata rambut dari Anglesey ini di Kastil Bodelwyddan. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak yaitu Cassius Clay (lahir 6 Maret 2006, Prince Kobe (26 Juli 2008), dan Marley Jackson (20 Februari 2010). Cisse sendiri mempunyai seorang putri, Ilona (lahir 2001) sebelum menikahi Jude Littler. Littler juga mempunyai seorang putra bernama Liam (lahir 1994) dari pernikahan sebelumnya.

Tetapi ada juga nama berbau Kristen yang ternyata beragama Islam. Misalnya, striker klub championship, Ipswich, Nathan Ellington. Menurut harian The Independen edisi Selasa 23 Agustus 2011, pemain ini adalah seorang mualaf. Dia pindah ke Islam, setelah menikahi perempuan Bosnia bernama Alma dari Tuzla pada 2004. Sejak menikahi perempuan itu, Ellington mualaf dan ingin membela Tim Nasional Bosnia.

Ellington menjadi muslim yang militan. Dia mendirikan asosiasi pemain sepakbola muslim di Inggris. Sebagai muslim dia tidak gentar, meskipun selalu mendapat cemoohan saat bermain. Seringkali dia diolok-olok dan mendapat perlakuan rasialis. Pada sebuah pertandingan, saat melakukan pemanasan, seperti dilaporkan The Telegraph, dia mengenakan kaus bertuliskan, “Saya muslim, jangan panik.” Ini adalah reaksi atas perilaku rasialis terhadapnya. Dia selalu diteriaki menyerupai suara kera.

Media-media besar Inggris seperti Daily Mail, The Independent, The Telegraph memastikan bahwa di luar tiga nama yang disebutkan di atas yaitu, Shola dan Sammy Ameobi serta Djibril Cisse, adalah muslim. Bandingkan nama-nama itu dengan artikel saya sebelumnya berjudul “Pesepakbola Beragama Muslim” di blog ini. (Alex Madji)

Senin, 10 September 2012

Antara Jokowi dan Foke


Malam terus merayap, Jumat, 7 September 2012. Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta Pusat padat dengan kendaraan, roda dua dan empat. Nyaris tak bergerak. Kepadatan itu mengular sejak dari Jalan Thamrin. Sebagai pengendara sepeda motor, saya mencoba selap selip di antara mobil-mobil itu.

Tiba-tiba segerombolan pengayuh sepeda mencuri perhatian saya. Mereka melintas tak terhenti di pinggir paling kiri jembatan Dukuh Atas. Mereka memakai kemeja kotak-kotak merah biru tua. Kemeja seperti ini kerap dipakai pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pasangan calon gubernur DKI Jakarta yang akan bertarung dengan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) pada putaran kedua, 20 September mendatang.

Begitu mendapat sedikit celah, saya langsung masuk ke rombongan sepeda itu. Saya mendekati salah seorang pemuda itu. Sambil berjalan pelan di sampingnya, saya mengajak dia ngobrol. Tetapi karena waktunya sangat sempit, saya tidak sempat bertanya namanya.

Menurut dia, jumlah peserta gowes malam itu sebnayak 20 orang. Semua mengenakan kemeja kotak-kotak. Gayanya pun kompak. Seluruh kancingnya terbuka. Ada pula yang membiarkan beberapa kancing bagian atas terbuka. Mereka berangkat dari wilayah Jakarta Pusat menuju Jakarta Selatan, cerita pemuda itu tersengal dan bermandi peluh.

Di Dukuh atas, mereka disambut dengan teriakan oleh para pejalan kaki yang menuju Stasiun Dukuh dan mereka yang sedang menunggu bis kota. "Jokowi," teriak mereka sambil menunjuk simbol anak metal (ibu jari, jari manis, dan jari kelingking berdiri sedangkan jari tengah dan jari manis mengatup ke dalam). Para pemuda itu menyambut salam itu dengan simbol yang sama, sambil terus menggowes di antara padatnya lalu lintas malam itu.

Aksi mereka ini memang menarik perhatian. Hanya saja, belum pasti apakah mereka sedang berkampanye untuk Jokowi-Ahok di tengah kemacetan dan keramaian lalu lintas atau tidak. Hanya satu hal yang pasti, ya itu tadi: aksi itu menarik perhatian, termasuk untuk saya yang apolitis ini.

Sementara di sudut lain Jakarta, pada malam yang sama, ada sebuah acara halal bihalal tingkat RW. Seorang saudara yang menjadi warga di RW 07, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat diundang mengikuti halal bihalal tersebut. Sebagai warga yang baik, dia pun hadir.

Tetapi dia kaget, ketika dalam acara halal bihalal itu ada pengurus Partai Demokrat yang datang. Lebih kaget lagi, karena ternyata acara halal bihalal tersebut mempunyai tujuan politik. Kemasannya saja yang yang halal bihalal, tapi muatannya politik. Dalam halal bihalal ini, warga diberikan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), tetapi dengan syarat, harus memilih Foke.

Saya kutip saja isi bunyi BBM (Blackberry Message)-nya, "Tempat saya di RW 07 Rawasari ada kampanye pilih Fauzi Bowo. Kami sbg warga diundang halal bihalal idul fitri. Yang datang Tauifk dari Demokrat. Malah Nyuruh warga pilih Fauzi Bowo. Trus kasih Jamkesmas tp syaratnya milih Foke. Taufikurahman dari Demokrat yang kampanye."

Jokowi dan Foke memang dua figur yang berbeda. Kapasitas dan kapabilitas mereka juga berbeda dalam memimpin Solo dan Jakarta. Mereka juga punya cara yang berbeda dalam upaya memenangkan pilkada DKI Jakarta. (tim) Jokowi membuat sesuatu yang lebih menarik. Sedangkan (tim) Foke fulgar dan tersan kalap. Jokowi dengan bergowes ria, sementara Foke dengan pemaksaan untuk memilih dia dengan iming-iming Jamkesmas. Yah, mudah-mudahan rakyat DKI tetap menggunakan hati nuraninya dalam memilih nanti. (Alex Madji)

Foto diambil dari Google.com

Sabtu, 08 September 2012

Bernostalgia di KPU


Jumat, 7 September 2012, saya ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ada janjian dengan teman liputan pemilu 2004 di sana. Kebetulan hari itu adalah hari terakhir pendaftaran partai politik peserta pemilu 2014. Kami berdua ingin melihat suasana pendaftaran yang ditutup pada pukul 16.00 WIB itu.

Saya tidak secara khusus menulis soal pendaftaran tersebut. Cukuplah itu menjadi konsumsi media-media mainstream. Saya hanya menceritakan soal lain, tentang pertemuan dengan kawan-kawan lama.

Saya tiba di KPU di Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat itu sekitar pukul 17.00 WIB. Teman saya sudah tiba duluan. Melalui pesan BBM (Blacberry Messanger), dia menanyakan posisi. Ketika saya jawab, sudah berada di KPU, dia langsung memberitahu posisinya. "Di lantai dua," tulisnya singkat.

Saya segera ke sana. Tidak ada pemeriksaan di pintu masuk, meski ada petugas dari pengamanan dalam KPU yang berseragam safari hitam berdiri di depan pintu. Sementara di halaman KPU didirikan sebuah tenda besar yang di bawahnya dideretkan kursi-kursi merah bagi para pendukung partai politik yang mengantar berkas ke gedung penyelenggara pemilu tersebut.

Di dekat gerbang masuk, di samping tenda itu, berjejer mobil-mobil dinas anggota KPU. Semuanya seragam. Mitsubhisi Pajero berwarna hitam. Pada Pemilu 2004, setiap anggota masing-masing memilih merek mobil dinasnya. Alhasil, berbagai macam mobil ada. Ada Nissan Terano, ada Toyota Altis, ada Honda Civic, ada Toyota Camry dan beberapa merek lagi.

Begitu tiba di lantai dua, masih ada banyak orang di sana. Termasuk wartawan. Orang-orang partai masih hilir mudik. Lebih sibuk lagi di ruang pertemuan utama (aula) di lantai itu itu, tempat pendaftaran partai politik. Para pengurus partai sibuk mendorong kontainer (kotak-kotak plastik) berisi dokumen-dokumen persyaratan partai politik peserta pemilu. Yang lain sibuk membolak balik dokumen-dokumen di hadapan petugas KPU yang dibagi ke dalam 10 tim.

Kontainer-kontainer milik Partai Amanat Nasional teronggok rapih di tengah ruangan. Sementara kontainer-kontainer Partai Demokrat sudah dipinggirkan ke sudut kiri agak ke depan dari pintu masuk. Begitu juga kontainer-kontainer PKPI, partainya Sutiyoso, tersusun rapih sebelah kanan pintu masuk. Sedangkan di atas panggung, dokumen-dokumen PKB sedang dibongkar bangkir. Di dekat pintu masuk sebelah kiri, Partai Keadilan juga memperlihatkan kelengkapan dokumennya. Sempat terjadi sedikit kericuhan terkait partai ini karena terjadi kepengurusan ganda. Tim KPU hanya menerima partai politik berbadan hukum yang diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM. Akibatnya, ribut. Pihak yang tidak diakui Kemkum HAM marah. Untung itu hanya sebentar. Tidak berbuntut panjang.

Di sampingnya, ada meja yang menerima pendaftaran Partai Bulan Bintang. Di sampingnya lagi ada Partai PPN. Partai hasil penggabungan beberapa partai ini membawa banyak sekalai kontainer, tetapi dari luar tampak jelas terlihat bahwa satu kontainer hanya berisi satu bundel. Di sebelah kanan dari pintu masuk, petugas memeriksa kelengkapan Partai Hanura, persis di samping tumpukan kontainer PKP Indonesia.

Sementara itu anggota KPU yang merupakan teman lama, Hadar Navis Gumay tampak sibuk. Begitupun anggota KPU lainnya yang mantan anggota KPU DKI Jakarta, Juri Ardiantoro. Tak kalah sibuknya, Wakil Sekjen KPU Asrudi Trijono yang terus mengawasi kerja anak buahnya, meski dalam keadaan pincang.

Hadar tidak banyak bicara, seperti ketika masih aktif Cetro. Meski tetap ramah dalam bertegur sapa. Saat ditanya dia hanya berujar singkat, "Ada 46 partai yang mendaftar. Tetapi kami double check," ujarnya. Setelah itu dia tenggelam dalam kesibukannya.

Tidak ada pembicaraan lain. Selebihnya saya dan teman saya bercengkrama dengan staf KPU yang, ternya masih ingat satu sama lain. Dari mereka, saya mendapat cerita bahwa perilaku partai ini tidak berbeda dari pemilu ke pemilu. Selalu menunggu detik-detik terakhir dalam mendaftar.

Memang ada sedikit perbedaam. Pada 2004, pendaftaran seperti ini ditutup pukul 00.00. Jadi hingga tengah malam kantor KPU itu bagai pasar malam. Ramai dan hiruk pikuk. Sekarang penutupannya lebih sore. Tetapi tetap saja. Partai-partai itu datang dan mendaftar pada detik-detik terakhir. Tentu saja ini menyulitkan petugas. Belum lagi kalau dokumennya belum lengkap.

Situasi sore itu cukup untuk mengenang kembali liputan pemilu 2004 dan bertemu teman-teman lama yang masih setia mengurus pemilu. Meskipun produk pemilu itu tidak pernah membuat negara ini semakin baik. (Alex Madji)

Pengurus partai politik dan staf KPU sibuk memeriksa kelengkapan dokumen partai politik peserta pemilu di kantor KPU, Jumat, 7 September 2012. (Foto: Alex Madji)

Jumat, 07 September 2012

Diplomat Perlu Cepat Tanggap


August Parengkuan sudah ditunjuk dan dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh Indonesia untuk Italia, Malta, dan Siprus serta perwakilan tetap Indonesia untuk lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang berbasis di Roma pada Senin, 3 September 2012 lalu di Istana Negara Jakarta.

Pengangkatan ini menghantar August ke sebuah jenjang karier yang baru sama sekali dari dunia yang digelutinya selama ini. Maklum, sebagian besar hidup August habis di dunia jurnalistik. Sebagai jurnalis, August sudah tentu memiliki pengetahuan yang luas dan paham banyak hal, termasuk untuk urusan diplomatik. Meskipun, dia bukan birokrat dan diplomat karir. Seorang jurnalis adalah orang yang terus belajar.

August Parengkuan adalah wartawan Kompas yang menjalan profesi itu hingga pensiun. Bahkan saking pentingnya August, setelah pensiun pun tetap “dipakai”. Dia adalah wartawan generasi pertama Kompas. Kesetiaan dia pada profesi tersebut membuat jaringannya begitu luas. Hal inilah yang pada akhirnya menghantar dia ke Roma.

August memang bukan wartawan pertama yang ditunjuk sebagai Duta Besar. Sebelumnya juga ada beberapa wartawan yang memegang jabatan tersebut, seperti Sabam Pandapotan Siagian dari Suara Pembaruan dan The Jakarta Post yang pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Australia periode 1967-1973. Atau Hazairin Pohan, SH. MA, mantan wartawan harian Waspada Medan yang menjadi Duta Besar Indonesia Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Polandia pada 2008 lalu.

Setelah dilantik SBY sebagai Duta Besar, August Parengkuan kebanjiran ucapan selamat. Di salah satu grup milis yang diikutinya, August aktif menjawab semua ucapan selamat dari sesama rekan wartawan dan penulis. Meskipun dengan jawaban-jawaban pendek, August tetap memerlihatkan sisi kewartawanannya yang cepat tanggap.

Saya sampaikan segelintir contoh. "Terima kasih Romo Markus atas perhatiannya. Saya sudah berkomunikasi dengan Pak Budiarman Bahar, Dubes RI untuk Vatican. Sampai jumpa di Roma awal Oktober. Tuhan Yesus memberkati," tulis August Parengkuan dalam sebuah milis wartawan menanggapi ucapan selamat dari seorang pastor yang bekerja di Roma.

Hari lain, August menanggapi ucapan seorang pastor dari Kalimantan dengan kalimat singkat ini, "Terima kasih Romo Bangun." Hari lain lagi, August merangkum ucapan terima kasih anggota milis dengan menyebut nama mereka satu per satu.

Bahkan dia menanggapi masukan peserta milis soal usulan perlunya makin banyak tenaga kerja Indonesia dari NTT pergi ke Italia. Dengan kelakar, pria berkumis tebal ini menulis bahwa dia akan memberitahu Perdana Menteri Italia untuk menerima TKL (tenaga kerja laki-laki).

Anggota milis lain sedikit usil mengusulkan agar kumisnya dicukur sebelum ke Roma. Dengan enteng pria keturunan Manado itu menjawab bahwa kumis tetap akan dipertahankan. Begitu juga ketika seorang rekan meminta supaya diajak ke Roma. "Ajakan itu (sebut nama wartawannya) boleh juga," tulis August.

Masih banyak jawaban lain yang diberikan seorang August Parengkuan. Tetapi semua itu memperlihatkan sisi jurnalis yang begitu melekat pada dirinya yaitu cepat tanggap. Tidak cuek.

Sisi ini penting, terutama dalam menyelesaikan berbagai masalah dan dalam menjalankan tugas. Bahkan sukses tidaknya sebuah tugas ditentukan oleh seberapa tanggap seseorang pada tugas dan tanggung jawabnya. Nah semoga sisi ini tetap melekat pada saat secara resmi bertugas di Roma. Cepat tanggap terhadap berbagai persoalan dan berdiplomasi dengan hubungan baik kedua negara dan tentu saja kebaikan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. (Alex Madji)


Kamis, 06 September 2012

Wae Rebo, Wisata Keaslian Alam


Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membidangi urusan budaya dan ilmu pengetahuan atau UNESCO memberi penghargaan, “Award of Excellence”, terhadap rumah tradisional Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur, Mbaru Niang yang ada di Wae Rebo. Penghargaan itu diberikan dalam UNESCO Asia-Pacific Awards for Cultural Heritage Conservation 2012 di Bangkok, Selasa 27 Agustus 2012 sebagai bentuk penghargaan terhadap konservasi arsitektural. Berita ini sudah diberitakan www.theindonesianway.com pada Rabu 28 Agustus 2012 dan Kompas.com sehari kemudian.

Berita gembira ini memancing diskusi hangat di mailing list warga Manggarai: forum_lonto_leok_nuca_lale@yahoogroups.com. Dalam diskusi itu semua sepakat bahwa Wae Rebo yang sudah lama menjadi objek wisata perlu dikembangkan lebih bagus agar makin banyak wisatawan berkunjung ke sana dan rakyat setempat makin sejahtera. Tetapi yang menjadi soal adalah caranya.

Wae Rebo, adalah sebuah kampung kecil yang terletak di Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, NTT. Dia dapat dijangkau dengan kendaraan dari Labuan Bajo, Ibukota Kabupaten Manggarai Barat, menuju Kampung Denge, selama empat jam. Pengunjung bisa nginap dulu di sini, sebelum melanjutkan perjalanan ke Kampung Wae Rebo dengan berjalan kaki selama tiga sampai tiga setengah jam, melewati Wae Lomba dan hutan alam yang indah dan sejuk. Penduduk Wae Rebo sudah membangun jalan setapak dari Denge ke kampung mereka.

Persoalan muncul setelah membayangkan berjalan kaki selama berjam-jam itu. Imaji yang muncul adalah, betapa terisolirnya Wae Rebo. Tidak dilalui kendaraan. Perekonomian tidak jalan. Pelayanan lain-lainnya mati. Jadi begitu tertutup.

Itu sebabnya, beberapa anggota milis seperti Frans Surdiasis dan Dominikus Darus mengusulkan perlu dibangun infrastruktur jalan yang bagus dari Denge ke Wae Rebo. Tujuannya untuk membuka keterisolasian, mempercepat akses, meningkatkan pelayanan, serta menaikkan pertumbuhan ekonomi di daerah itu. Selain itu, infrastruktur jalan yang bagus akan memudahkan wisatawan datang ke sana.

Sedangkan John Manasye berpendapat, yang perlu dibanun jalan raya cukup dari Denge sampai Wae Lomba yang berjarak tiga kilometer. Sedangkan dari situ ke Wae Rebo yang masih berjarak enam kilometer cukup dengan jalan setapak. Pertimbangannya, bukan sekedar untuk kepentingan pariwisata atau olahraga. Tetapi akses ke pusat ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain sangat sulit dijangkau warga setempat.

“Bagi wisatawan, mungkin suatu daya tarik ketika melihat warga tersengal-sengal memikul kopi dari Wae Rebo menuju Denge atau memikul beras dari Denge menuju Wae Rebo. Atau ketika warga menggotong orang sakit, ibu hamil, dan ibu melahirkan yang mencari pertolongan medis dari Wae Rebo menuju Denge. Atau ketika anak-anak SD sejak kelas 1 sudah harus meninggalkan orang tuanya sehingga sebagian besar anak kelas 1-2 tidak naik kelas karena lebih membutuhkan kasih sayang orang tua ketimbang belajar,” kata John Manasye.

Jaga Keaslian
Tetapi sejumlah orang lain seperti Leonardus Nyoman dan Inonesiansius Jemabut lebih ekstrim. Talan raya tidak perlu dibangun dari Denge ke Wae Rebo untuk menjaga keselarasan keaslian alam dengan Mbaru Niang. Wae Rebo adalah wisata keaslian, bukan hanya Mbaru Niang dan budaya serta adat istiadatnya, tetapi juga alam di sekitarnya. Yang terpenting adalah bagaimana membuat perekonomian warga Wae Rebo tergantung pada wisata. Artinya, wisatawan yang tinggal berlama-lama di Wae Rebo akan membelanjakan banyak uang di sana, maka perekonomian mereka juga terangkat. Sebaliknya, jalan beraspal mulus membuat wisatawan hanya mampir sebentar di Wae Rebo lalu membelanjakan uangnya di Labuan Bajo atau Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai.

Selain itu, kelompok yang terakhir ini khawatir, pembukaan jalan ke kampung itu akan merusak lingkungan hidup dan ekosistem di Wae Rebo. Sebab pembukaan jalan raya sudah hampir pasti diikuti aksi pembalakan liar yang sulit dihentikan oleh pemerintah. Aksi seperti ini pada saatnya akan mengancam keaslian dan bahkan keberadaan Mbaru Niang itu sendiri.

“Masyarakat Wae Rebo pun sudah sepakat untuk tidak menebang pohon-pohon di hutan yang masih "virgin" di sekitarnya. Mereka kwatir apabila dibuka jalan yang bisa dilalui kendaran roda empat, pembalakan liar akan marak dan terjadi pembukaan lahan perkebunan di hutan-hutan tersebut,” tulis anggota milis lainnya, Fransiskus Harum.

Apalagi ada fakta bahwa orang Wae Rebo memiliki dua kampung yaitu Kampung Wae Rebo itu sendiri dan Kampung Kombo. Kampung Wae Rebo dipertahankan sebagai kampung adat dan Kombo sebagai pusat aktivitas pendidikan dan ekonomi. Pada hari Sabtu dan acara-acara penting, mereka berkumpul di Wae Rebo.

Kesaksian senada disampaikan Kanis Dursin yang berasal dari Nikeng, kampung tetangga Wae Rebo. Menurut dia, Mbaru Niang di Wae Rebo berfungsi sebagai rumah istirahat. Keluarga-keluarga muda Wae Rebo mempunyai rumah di Kampung Kombo, yang letaknya sekitar 7-8 kilo selatan Wae Rebo menuju ke pantai. Banyak rumah tembok di sana. Banyak pula yang memiliki genset untuk penerangan. Di banyak rumah terdapat televisi. Mereka ke Wae Rebo hanya untuk acara adat penting seperti penti.

“Saya setuju kalau Wae Rebo dibiarkan seperti apa adanya sekarang. Sebagai tempat wisata budaya, daya pikat Wae Rebo, menurut saya, ada di 'keterbelakangannya.' Yang terpenting adalah bagaimana kita menjual “keterbelakangannya” itu untuk kesejahteraan warga Wae Rebo,” ujarnya.

Tetapi yang lebih penting dari perdebatan itu adalah bahwa Wae Rebo dengan keaslian budaya dan ekosistemnya dijaga dan dikelola sendiri oleh masyarakat Waerebo dengan dukungan pemerintah dan pihak-pihak lain yang peduli akan pelestarian budaya dan bentangan alam Wae Rebo yang unik, indah, dan mengagumkan untuk kesejahteraan masyarakat. Apalagi UNESCO sudah memberikan dukungan dan apresiasinya yang tinggi.

Tetapi Wae Rebo jangan dijual tersendiri. Sebaiknya dijual bersama objek-objek wisata lainnya seperti Komodo, Sano Nggoang, Liang Bua dan objek-objek wisata lainnya yang dikemas dengan tema-tema tertentu. Ini tentu saja pekerjaan berat bagi para pelaku pariwisata di daerah itu. Dengan demikian yang sejahtera bukan hanya masyarakat Wae Rebo tapi seluruh masyarakat di ketiga kabupaten di wilayah Manggarai. (Alex Madji)

Foto: Mbaru Niang di Kampung Wae Rebo (Foto diambil dari florestourism.com)

Selasa, 04 September 2012

Lebih Tepat Disebut Agama Moonies


Sun Myung Moon sudah meninggal pada Minggu, 2 September 2012 dalam usia 92 tahun di sebuah rumah sakit milik gereja bentukannya di dekat rumahnya di Gapyeong, timur laut Seoul, Korea Selatan, didampingi istri dan anak-anaknya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, pria ini dirawat seminggu karena penyakit pneumonia.

Media-media asing ramai memberitakan wafatnya sang pendeta. Sementara di Indonesia, pemberitaan tentang dia tidak marak. Maklum, di sini dia tidak seterkenal di Korea, baik Utara maupun Selatan, dan Amerika Serikat.

Padahal Moon memiliki pengikut sejumlah 3 juta orang di seluruh dunia, termasuk 100.000 orang di antaranya berada di negeri Paman Sam. Selama hidupnya, dia juga berkawan baik dengan pendiri Korea Utara Kim Il Sung dan anaknya Kim Jong Il serta cucunya Kim Jong Un yang kini memimpin Korea Utara. Kedekatan ini membuat dia juga dicurigai sebagai agen mata-mata.

Moon juga dekat dengan para presiden Amerika Serikat dari kelompok konservatif seperti Richard Nixon, Ronald Reagen, dan George Bush. Bukan hanya itu, dia bersama gereja yang didirikannya sukses membangun kerajaan bisnis dalam berbagai bidang di Korea Utara, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Belum lagi kisah menarik lainnya yang mewarnai perjalanan hidup Sun Myung Moon, seperti pernah ditahan Pemerintah Korea Utara, sebelum akhirnya dibebaskan oleh tentara Amerika Serikat dan melarikan diri ke Pusan, Korea Selatan dan kemudian aktif dalam kampanye anti komunis pada era perang dingin serta menjalani masa tahanan selama 13 bulan dari 18 bulan hukuman karena masalah pajak di Amerika Serikat, tempat dia tinggal selama 30 tahun.

Siapa Moon? Dia adalah pendiri Gereja Unifikasi Korea Selatan. Moon lahir di Provinsi Pyungan Bukedo yang kini masuk wilayah Korea Utara pada 6 Januari 1920 dari sebuah keluarga yang menganut kepercayaan Konfusianisme. Pria terlahir dengan nama Mun Yong-Myeong itu adalah bungsu dari dua bersaudara. Tetapi ketika berumur 10 tahun, keluarganya “mualaf” menjadi Kristen dan bergabung dengan Gereja Presbitierian. Ini tren ketika itu untuk menolak Agama Shinto yang dibawa penjajah Jepang.

Ketika berumur 16 ( pada tahun 1936), dia mengaku bertemu dengan Yesus Kristus, Allah Bapa, Buddha, dan Nabi Musa. Dia dipanggil untuk menyelesaikan karya-Nya. Bahkan sampai dua kali dia mengaku dipanggil Tuhan Yesus, sebelum akhirnya mengambil tugas tersebut.

Pada 1954, Moon mendirikan gereja sendiri di Korea Selatan di tengah-tengah kehancuran negara itu karena perang. Sebelumnya, pada 1946, dia mendirikan gereja bernama Kang Hei di sebelah utara Kota Pyongyang disusul dengan mengubah namanya menjadi Sun Myung Moon.

Dalam gereja baru tersebut, dia menggabungkan ajaran Kristen dengan kepercayaan agama leluhurnya, Konfusianisme. Dia menafsirkan secara baru ajaran-ajaran Kitab Suci kemudian digabungkan dengan ajaran nenek moyangnya, Konfusianisme. Hasil penggabungan itu dituang dalam bukunya yang berjudul “Explanation of the Divine Principle” yang diterbitkan pada 1957. Selanjutnya, Sun Myung Moon menyebut dirinya sebagai mesias baru. Rupanya ajaran-ajaran sang mesias menarik minat orang, sehingga pertumbuhan jemaatnya sangat pesat.

Jemaat pertama dibentuknya di Pusan, Korea Selatan. Mereka adalah sekelompok band umat beriman. Pada saat bersamaan, sambil menjadi buruh dok kapal, dia terjun dalam bisnis yang keuntungannya dipakai untuk menghidupi gerejanya. Setelah itu dia melebar ke luar negeri. Misionaris pertamanya tiba di Inggris pada 1968. Setahun kemudian dia meluaskan gerejanya ke Amerika Serikat. Dia sendiri baru tiba di Amerika untuk pertama kalinya pada 1971, setelah didirikan Freedom Leadership Foundations pada 1969 yang menjadi tangan kanan gerejanya di negara itu.

Moon menikah dua kali. Setelah perang Korea berakhir, dia menikah dengan Choi Sun-kil, tetapi perempuan itu ditinggal dalam keadaan hamil di Seoul karena dia focus menjalankan tugas pewartaan di Korea Utara. Perempuan ini kemudian diceraikannya pada 1950. Moon lalu menikah lagi dengan seorang perempuan Korea Selatan lainnya, Hak Ja Han Moon, pada 1960. Perempuan inilah yang selalu mendampinginya dalam menyiarkan agamanya. Dari pernikahan ini lahirlah 10 orang anak.

Gereja Unifikasi sering kali menggelar pernikahan massal. Moon sendiri memimpin pernikahan masal untuk pertama kalinya pada 1960-an di Korea Selatan. Pada 1982 dia memimpin pernikahan massa di Lapangan Madison Park, New York yang dihadiri puluhan ribu peserta. Ini pernikahan massal pertama yang dipimpinnya di luar Korea Selatan. Lalu pada 2009, Moon menikahkan 45.000 orang dalam sebuah perayaan yang berlangsung secara simultan. Ini adalah perayaan pertamanya yang dilakukan dalam skala besar.

“Perkawinan internasional dan interkultural adalah cara yang tercepat untuk memberikan perdamaian dunia yang ideal. Orang harus kawin lintas negara dan lintas budaya. Mereka harus kawin dengan orang dari negara yang mereka anggap sebagai musuh mereka, sehingga perdamaian dunia bisa datang lebih cepat,” tulis Moon dalam biografinya seperti dikutip Telegraph.co.uk.

Berdasarkan pemaparan sekilas di atas, Gereja Unifikasi ini lebih tepat disebut sebuah agama baru, yaitu Agama Moonies, sesuai sebutan untuk para pengikutnya. Sebab ajarannya tidak murni dari Kitab Suci Kristen, tetapi hasil penggabungan dengan Konfusianisme.

Bisnis dan Politik
Dalam perkembangan selanjutnya, Moon bersama gerejanya merambah bisnis. Bahkan usahanya menggurita dan menjadi kerajaan bisnis yang sangat kuat. Mereka memiliki harian The Washington Times, the New Yorker Hotel di Manhattan, Universitas Bridgeport di Connecticut. Mereka juga punya bisnis hotel dan otomotif di Korea Utara. Selain itu mereka punya resort, klub sepakbola prosesional serta berbagai bidang bisnis lainnya di Korea Selatan. Gereja ini juga punya bisnis perusahan makanan-makanan laut yang memasok sushi ke restoran-restoran Jepang di seluruh Amerika Serikat. Pada 1982, gereja ini mendanai pembuatan film Amerika, Inchon yang bercerita tentang Perang Korea.

Pada masa tuanya, Moon mengontrol setiap hari kerajaan bisnis tersebut, mulai dari perusahan, rumah sakit, perguruan tinggi, hotel dan berbagai bisnis lainnya. Kini, putra putrinya ditempatkan pada posisi-posisi puncak di kerajaan binis dan aktivitas karitatif gereja itu baik di Korea Selatan maupun di luar negeri. Sedangkan anak bungsunya Hyung-jin Moon diangkat sebagai pemimpin tertinggi gereja tersebut. Tetapi dia tidak mewarisi peran mesianik Moon. Dia bersama saudara saudarinya, lebih pada tugas sebagai rasul. Mereka menghayati kehidupan yang dipraktekkan kedua orang tuanya berdasarkan apa yang mereka lihat dan mereka alami.

Jadi tidak salah kalau ini betul-betul agama baru. Sebab ayah mereka adalah mesias baru, sedangkan anak-anaknya adalah rasul. (Alex Madji)

Sun Myung Moon (Foto: Telegraph.co.uk)