Jumat, 27 Juli 2012

Upaya Terakhir Foke


Kalau Anda melintasi Jalan Gatot Subroto, Jakarta mulai dari Semanggi sampai Pancoran, Anda coba memperhatikan iklan-iklan luar ruang yang berjejer di sisi kiri-kanan jalan tersebut. Ada begitu banyak baliho di sepanjang jalan itu. Semuanya meminta perhatian pengguna jalan.

Tetapi saya tertarik hanya pada sejumlah baliho. Isinya antara lain, Jakarta tanpa macet, disertai gambar jalan tol yang sepi dari mobil yang melintas. Ada lagi baliho bertuliskan, sekolah gratis sampai SMA. Dan, kesehatan gratis bagi warga Jakarta kalo sakit. Semua iklan ini diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan di bawah iklan ini tertulis, “Space Available”.

Di atas motor saya mencoba mengotak atik kira-kira apa maksud baliho-baliho itu. Karena dikeluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta, maka pertama-tama yang melintasi pikiran saya adalah bahwa konteks pemasangan baliho ini adalah Pemilihan Umum Kepala Daerah atau Pemilukada DKI Jakarta.

Pikiran itu muncul begitu saja karena teringat bahwa Gubernur DKI Jakarta saat ini, Fauzi Bowo yang akrab dipanggil Foke, maju dalam Pilkada untuk masa jabatan kedua kalinya. Sayangnya, pada pemungutan suara 11 Juli lalu, Si Kumis, kalah telak dari pasangan Joko Widodo alias Jokowi dan Basuki Tjahja Purnama atau Ahok. Beda perolehan suaranya hampir 10 persen. Sebuah jurang yang dalam. Karena tidak ada peraih suara 50 persen plus satu, maka dua pasangan ini, dari lima pasang, maju ke putaran kedua yang rencananya digelar 20 September mendatang.

Saya lalu menyimpulkan, oh, baliho-baliho tadi adalah upaya Foke untuk mengejar defisit perolehan suara sebesar hampir 10 persen dari Jokowi-Ahok itu. Ini hanya salah satu cara. Tetapi seberapa ampuh janji-janji ini? Hanya waktu yang akan menjawab dan hanya para pemilih di DKI yang berhak menentukan. Tetapi fakta saat ini adalah Jakarta macetnya makin parah. Pendidikan masih sangat mahal. Kesehatan? Tidak yang gratis. Semua dibayar Padahal, sudah lima tahun Foke memimpin Jakarta. Tetapi kenapa hal-hal itu baru disampaikan sekarang. Kemana saja selama lima tahun lalu? Ini pertanyaan rakyat jelata yang tiap hari menikmati kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas Jakarta.

Cara lainnya yang ditempuh Foke untuk mendongkrak perolehan suaranya setelah kekalahan telak pada putaran pertama itu adalah dengan mulai ramah dengan wartawan. Seorang teman wartawan, dalam status facebokknya menulis, "Kok hari ini Pak Foke berubah ya. Dengan wartawan ramah. Padahal, sebelumnya, huh...Malah wartawan dibentak."

Terlepas dari apapun caranya, meraih defisit suara 10 persen itu tidak mudah. Apalagi, kalau pada putaran kedua nanti semua warga Jakara berprinsip "asal bukan Foke". Jadi, Foke memang kalah pamor dari Jokowi yang sudah terlanjur distigmakan sebagai orang yang akan membawa perubahan di Jakarta, seperti yang dilakukannya di Solo. Warga Jakarta sudah punya pilihan, dan pilihan itu adalah Jokowi.

Sekedar pembanding sederhana, pada pemilu presiden atau Pilres 2004, Megawati Soekarnoputri yang ketika itu masih menjadi presiden kalah dari SBY-Jusuf Kalla pada putaran pertama. Keduanya maju pada Pilpres putaran kedua. SBY saat itu distigmakan sebagai orang yang menjanjikan perubahan, sedangkan Megawati Status Quo. Kalau dihitung berdasarkan sumber daya yang ada, Megawati masih berpeluang mempertahankan jabatan presidennya pada putaran kedua. Tetapi rakyat terlanjur berperinsip, asal bukan Mega. Maka, ketika putaran kedua tiba, SBY-JK menang telak atas Mega-Hasyim Muzadi, ketika itu.

Saya khawatir, Pilkada DKI Jakarta juga begitu. Masyarakat DKI saat ini sudah memegang prinsip asal bukan Foke. Maka peluang mantan Sekda DKI itu pun tipis. Tetapi, ini belum final. Sebab politik bukan seperti hitungan matematika. Karena itu, segala usaha, termasuk dengan janji-janji yang pasti tidak terpenuhi dalam baliho-baliho yang Anda lihat di Sepanjang Jalan Gatot Subroto tadi, tetap perlu dilakukan. Siapa tahu, bisa membalikkan keadaan dan hitung-hitungan sederhana saya tadi. (Alex Madji)

Selasa, 24 Juli 2012

Orang Kristen Perlu Baca Al Quran


Berita bahwa mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair masuk Katolik sudah basi karena sudah lama sekali muncul di media masa, terutama media masa Eropa. Begitupun berita bahwa dia sedang mendalami Al Quran. Tetapi sebagai sebuah blog, saya merasa masih relevan mengangkat tema ini "Tony Blair Membaca Al Quran".

Tonny Blair mengaku bahwa dia meninggalkan Gereja Anglikan bukan karena marah dengan gereja tersebut. Sebaliknya, dia "mualaf" ke Gereja Katolik karena faktor sang istri, Cherie dan keluarganya. Lebih dari itu, Blair yang pernah memimpin Partai Buruh Inggris itu merasa bahwa memang lebih betah di Gereja Katolik.

Sebagai pendatang baru di Gereja Katolik, Blair mengaku bahwa dia menerima doktrin-doktrin Gereja Katolik. Tetapi pada saat bersamaan, dia tidak lalu menjadi orang tidak mau dialog dengan orang dari agama lain. Dengan kata lain, Blair tetap mau berdialog, tanpa terhalangi oleh doktrin-doktrin Gereja Katolik. Dia terbuka terhadap aliran kepercayaan apapun, tanpa tersekat olek doktrin agama yang dianutnya. Bahkan dia berupaya untuk memahami agama lain dengan membaca kitab suci mereka.

"Ketika saya bertumbuh di Inggris Utara, rasa-rasanya hanya ada satu iman ketika itu. Meskipun, faktanya, teman sekolah saya di Durham Choristers School adalah seorang Yahudi. Tetapi saya sama sekali tidak memikirkan itu. Pokoknya hanya ada satu budaya yaitu Kristen," cerita Blair dalam sebuah debat bersama Uskup Agung Canterbury Roman Williams dan mantan Sekretaris Negara jaman kepemimpinannya di Pemerintahan Inggris, Charles Clarke.

Proses selanjutnya membuat Blair menjadi terbuka terhadap keberadaan agama-agama lain. Terutama ketika dia berada di Oxford dan berada di bawah bimbingan pastor Anglikan Peter Thompson. Dia kemudian menyimpulkan bahwa agama yang berbeda-beda itu, terutama agama-agawa Yudaisme warisan Abraham seperti Kristen dan Islam bisa bertemu pada titik yang menjadi perhatian bersama, terutama nilai-nilai universal.

Untuk memperkaya pemahamannya pada agama lain, Blair kini baca Kitab Suci mereka. Untuk memahami Islam, Blair kini membaca Al Quran. "Saya melihat Kuran dalam konteks saya sebagai orang luar. Kuran berada dalam sebuah tradisi kenabian yang besar yang mencoba mengembalikan orang ke prinsip-prinsip dasar spiritualitas. Kuran adalah sebuah deklarasi prinsip yang luar biasa progresif. Karena itu orang Kristen pun harus membacanya. Sebagai contoh ada begitu banyak referensi perihal Maria, bahkan lebih banyak dari pada yang tertulis dalam injil. Sayangnya, semuanya masih terbungkus dan salah aplikasi," tegas Blair.

Itulah sebabnya Blair mengaku bahwa sesungguhnya dia lebih tertarik pada studi-studi agama daripada politik. Sebab agama bergumul dengan kebenaran-kebenaran fundamental tentang kehidupan. Dia merasa, sekarang dia sangat memahami aturan-aturan politik, tetapi dalam agama masih begitu banyak hal yang belum tereksplorasi. Jadi, konteksnya adalah Bliar terus membaca Al Quran untuk semakin menyelami kebenaran yang ada di dalamnya guna membangun dialog yang harmonis antara Kristen dan Islam, barat dan timur.

Nah, mari kita coba meneladai ajakan Tony Blair ini. Untuk bisa memahami agama lain maka perlu ada upaya memahami inti ajarannya. Hanya dengan itu, masing-masing agama bisa saling menghargai dan, seperti kata Blair, bertemu pada nilai-nilai universal yang diajarkan pada kitab suci masing-masing agama. (Alex Madji)

Senin, 23 Juli 2012

Ketika Jokowi Ahok Disudutkan


Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Gubernur DKI Jakarta putaran kedua masih akan berlangsung 20 September 2012. Pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama atau Ahok akan saling berhadapan dengan pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Dua pasangan ini adalah peraih suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama yang tidak mencapai 50 persen plus satu.

Tetapi baru saja Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta mengumumkan hasil Pilkada DKI pekan lalu, awal minggu ini pesan pendek yang berbau SARA (suku, ras, agama, dan antargolongan) mulai bermunculan. Bahkan, sejumlah pihak menilai ini adalah sebuah kampanye hitam. Upaya pembusukan calon lain.

Berikut ini saya mengutip sebuah sms atau pesan pendek yang beredar di sebuah milis. Saya kutip pada adanya:
"Ini SMS Ahok kepada kelompok Cina dan orang Kristen, dlm rangka utk pemenangannya: 1. Teman seiman yg dikasihi Tuhan Yesus, Mari sama2 kita rapatkan barisan menjaga kekristenan kita dgn memiih no 3, dan Tuhan Yesus pasti menolong kita.
2. Kuasa Salib di depan mata. Pilih Ahok, Iman kristen kita pasti terjaga
3. Kasih Tuhan dan kuasa Gereja akan terbukti setelah 20 September 2012 Satukan barisan buat Jokowi-Ahok
4. Hadirkan Kuasa Yesus di Jakarta dan kita kalahkan kesombongan muslim. Pilih No 3
5. Mari rapatkan barisan gereja, kita menuju kemenangan No. 3
6. Kita pasti menang, Ahok pasti jadi Gubernur setelah Jokowi menjadi Wapres
7. Jokowi se-iman dg kita, jangan kuatir. Kristen bersatu memenangkan Jakarta
8. Kalbar dan kalsel sdh di tangan kita, kristen berkibar di Indonesia dimulai dari Jakarta. Pilih Ahok dan jangan ragu. Tuhan Yesus bersama kita
9. Kristen dan Katholik bersatu memenangkan Jakarta Satu
10. Cristian Center pasti terwujud menyambut kemenangan jokowi Ahok
11. Kita belajar dari Singapura, Cina kuasai melayu. Jakarta milik kita
12. Masa' sih cuma Islamic Center, Kapan Cristian Center terbentuk? Jangan tunda lagi, pilih Jokowi-Ahok. Cristian Center pasti terwujud.

"Sebarkan ke sesama muslim agar waspada",,,kalo bener,,,lgs berpindah 200 derajat dech,,,FOKE aj,,,yang menang,,,,tdk ada alasan yg laen,,,:)"


Dari bunyi sms di atas jelas sekali muatan SARA-nya. Tetapi yang lebih penting adalah pesan terakhir di bawah poin ke-12 itu. Ini dia, ""Sebarkan ke sesama muslim agar waspada",,,kalo bener,,,lgs berpindah 200 derajat dech,,,FOKE aj,,,yang menang,,,,tdk ada alasan yg laen,,,:)"

Dari bunyi pesan terakhir ini, jelas sekali bahwa ini adalah kampanye hitam. Siapa yang membuatnya? Saya tidak mau menilai. Silahkan Anda menilai sendiri. Tetapi menurut saya, dengan sms ini, Jokowi-Ahok justru ditempatkan sebagai korban dan ini akan semakin menguatkan posisi keduanya pada Pemilukada putaran kedua nanti. (Alex Madji)

Rabu, 18 Juli 2012

Mengenal Sedikit Marissa Mayer, CEO Yahoo yang Baru


Usia Marissa Mayer masih sangat muda, 37 tahun. Saya masih lebih tua 1,5 tahun. Tetapi dalam usianya yang sangat belia itu, dia sudah masuk jajaran eksekutif kelas atas Google, raksasa internet dunia dan menjadi perempuan yang paling disegani. Selama 13 tahun dia berkiprah bersama google dan duduk di jajaran eksekutif puncak perusahan raksasa internet Amerika Serikat itu.

Pada Selasa, 18 Juli 2012, Perempuan ini ditetapkan sebagai Chief Executive Officer (CEO) Yahoo!. Dia adalah CEO kelima Yahoo dalam lima tahun terakhir. Diharapkan di bawah kepemimpinan Marissa Mayer, Yahoo bukan hanya menjadi sasaran antara para pengguna internet melainkan menjadi tutuan akhir. Selama ini, orang datang ke Yahoo hanya untuk mencari berita atau melihat video klip sebelum pindah ke destinasi-destinasi internet yang lebih besar dan lebih lengkap.

"Saya melihat peluang untuk memberi dampak secara global bagi para pengguna internet dan sungguh bisa membantu selama menduduki jabatan ini untuk bisa memperlihatkan talenta yang besar dan menginspirasi dan mencerahkan banyak orang," kata Mayer.

Mayer akan bekerja keras guna bersaing dengan Google, mantan tempat kerjanya. Untuk mengejar Google, Mayer harus memiliki strategi yang efektif. Maklum Yahoo tertinggal jauh dari Google bahkan dari Facebook. Pendapatan Yahoo kalah jauh dari Google dan Facebook.

Selama 13 tahun di Google, dia menduduki jabatan eksekutif bersama rekan pendiri Google Larry Page, Sergey Brin, dan Chariman Eric. Tetapi di antara mereka, yang paling cemerlang adalah Marisaa Mayer. Dialah otak di balik kesuksesan Google.

Sebenarnya Mayer bergabung dengan Google pada 1999, sebagai karyawan ke-20 Google. Tetapi kemudian dia berperan penting membawa Google semakin terbang tinggi. Dia membantu mengembangkan email populer perusahan, peta online dan layanan berita. Dia juga menjadi topik gosip di Silicon Valley pada tahun-tahun pertama di Google ketika dia kencan dengan Page selama tiga tahun. Kemudian mereka menikah dengan orang lain. "Kami kehilangan dia," kata Page, yang kini menjadi CEO Google.

Mayer menjadi salah satu eksekutif perempuan paling terpandang di Silicon Valley, sebuah tempat yang selama berpuluh-puluh tahun didominasi laki-laki. Dia adalah CEO perempuan kedua Yahoo. Sebelumnya, Carol Bartz (63) memimpin Yahoo sebagai CEO selama dua pertiga usia Yahoo sebelum diberhentikan pada September tahun lalu.

Setelah diangkat sebagai CEO Yahoo, perempuan yang tengah hamil dan akan melahirkan seorang bayi laki-laki dalam waktu beberapa bulan ke depan tidak sabar lagi menunggu bekerja di Yahoo. "Bagi saya kerja adalah senang-senang dan senang-senang adalah kerja. Saya sangat suka dengan tantangan-tantangan besar di sini dan tidak sabar lagi menunggu bekerja bersama mereka. Itu pasti akan sangat-sangat menambah energi," ucapnya.

Mayer adalah warga negara Amerika keturunan Finlandia yang lahir 30 Mei 1975. Setelah lulus dari Wausau West High School pada 1993, Mayer terpilih oleh Gubernur Wisconsin Tommy Thompson sebagai salah satu delegasi untuk mengikuti National Youth Science Camp di West Virginia. Mayer meraih dua gelar dari Stanford University yaitu dalam gelar sistem simbolik dan ilmu komputer. Lalu pada 2009, Illinois Institute of Technology menganugerahkan gelar doktor kehormatan kepada Mayer.

Mayer menikah dengan Zachary Bogue pada 2009. Kini perempuan ini tengah hamil yang diperkirakan akan melahirkan seorang bayi laki-laki pada Oktober 2012. (Alex Madji)

Keterangan foto: Marissa Mayer

Kamis, 12 Juli 2012

Ada Pastor Mualaf?


Sebuah Grup BBM (Blackberry Messanger) memunculkan gambar sepasang kekasih yang baru selesai melangsungkan akad nikah. Pengantin pria mengenakan jas dengan kalungan bunga di leher serta kopiah di kepala. Sedangkan pengantin putri yang mukanya pas-pasan mengenakan kebaya putih dengan bawahan batik putih bercorak. Sangat sederhana. Bukan hanya foto. Ada juga undangan untuk menghadiri resepsi pernikahan mereka yang berlangsung di kawasan Rawasari Jakarta Pusat, pekan lalu, tepatnya 8 Juli 2012. Pengantin itu didampingi empat orang, masing-masing berdiri di sisi kiri dan kanan pengantin pria dan wanita. Tidak dijelaskan siapa mereka.

Di sebuah mailing list, foto ini juga beredar diikuti diskusi panjang tentang pengantin pria pada foto tersebut. Diskusi yang sama terjadi di grup BBM tadi. Isi diskusi di dua media itu sama. Ungkapan kekesalan, kemarahan, dan rasa tidak percaya bahwa peristiwa itu terjadi.

Kenapa? Karena Sang Pengantian Pria adalah seorang pastor Katolik yang memilih mundur setelah menjadi pastor selama bertahun-tahun (mungkin lebih dari 20 tahun) dan menikah. Saya mengenal pastor ini, meski tidak pernah menjadi anak bimbingannya. Dan saya tidak perlu mengungkapkan namanya dalam tulisan ini karena alasan etis.

Sebenarnya, kalau hanya menikah tidak soal. Sebab tidak sedikit pastor yang meninggalkan imamat lalu menikah, atau terpaksa menanggalkan jubahnya karena sudah terlebih dahulu kawin dengan perempuan. Urusan para pastor meninggalkan imamat lalu kawin, sudah lumrah. Yang membuat orang marah, paling tidak anggota Grup BBM dan mailing list tadi, adalah bahwa dia menikah secara Islam.

Sebagian besar dari anggota Grup BBM dan mailing list itu seolah tidak menerima dan percaya bahwa seorang mantan pastor menikah secara Islam. Belum jelas benar, mengapa itu yang dipilih. Tentu dia punya alasan dan pertimbangan. Patut diduga adalah demi asas legalitas (karena sang mantan pastor itu adalah ahli hukum gereja). Sebab, dia tidak bisa menikah secara Katolik sebelum proses pengawamannya diterima Vatikan. Untuk yang terakhir ini bukan perkara mudah. Butuh waktu panjang untuk mendapat persetujuan dari Vatikan.

Persoalan yang lebih berat dan yang saya duga menjadi dasar kemarahan anggota grup BBM dan mailing list tadi adalah apakah dia menjadi mualaf, sebelum melangsungkan pernikahan secara muslim? Ini juga belum ada jawaban yang pasti. Informasi terkait masalah ini masih simpang siur. Kemungkinan kemarahan orang menyeruak karena menduga bahwa sang mantan pastor sudah mualaf alias pindah keyakinan dari Katolik menjadi Islam. Bahkan khabar lebih serem mengatakan bahwa dia akan menjadi da'i (pendakwa) karena sakit hati dengan gereja dan tarekatnya. Dia akan melakukan aksi balas dendam. Tetapi informasi ini juga masih sumir.

Ada pula informasi, berdasarkan sumber terpercaya salah satu anggota mailing list tadi, bahwa sang mantan pastor tidak meninggalkan imannya alias tetap menjadi seorang Katolik, meski sudah menikah secara Islam. Tetapi apakah bisa melangsungkan pernikahan secara Islam, tanpa menjadi mualaf terlebih dahulu? Nah, ini yang belum saya paham.

Jadi, dari cerita tadi, hanya satu hal yang pasti jelas yaitu bahwa sang pastor tadi meninggalkan imamat lalu menikah secara Islami. Yang lain-lainnya yaitu apakah dia mualaf atau tetap menganut Katolik, tidak jelas. Hanya sang mantan pastor itu dan Tuhan yang tahu persis. (Alex Madji)

Foto: Ilustrasi diambil dari Mbah Google

Minggu, 08 Juli 2012

Segelas Bir di Rua Augusta


Senin, 25 Juni 2012. Saya diajak Flori keliling Kota Lisbon. Kali ini naik kendaraan umum. Pagi-pagi sebelum sarapan, Flori pergi beli tiket seharga 18 euro di stasiun metro dekat biara. Tiket ini bisa dipakai untuk naik kendaraan umum apa saja seperti bis dan metro (kereta bawah tanah) untuk masa berlaku 24 jam.Kami jalan kaki dari rumah SVD ke depan jalan yang dilalui bis.

Belum lama menunggu, tiba-tiba bis datang. Kami naik dan turun di bundaran, semacam Bundaran Hotel Indonesianya Jakarta. Di situ ada tugu. Tetapi tidak ada air mancur. Di bundaran itu, ada angkutan pariwisata bernama Red Line. Flori beli tiket bis terbuka dua tingkat di beberapa gadis cantik di sana.Setiap turis yang naik bis itu dibagikan peta jalur-jalur yang dilewati bis tersebut dilengkapi juga dengan ear phone sehingga kita mendengar penjelasan tentang tempat-tempat yang dilewati.

Tinggal pilih bahasa yang tersedia di situ. Yang pasti tidak ada Bahasa Indonesia. Ada Inggris, Portugis, Spanyol, Jerman dan beberapa lagi.Kami turun dari bis ini di kawasan Kota Tua di bibir Sungai Tejo. Sungai ini sangat besar dan membelah Kota Lisbon. Saking luasnya sungai ini, sampai-sampai dibangun dua jembatan untuk menghubungkan dua bagian Lisbon. Satu jembatan lebih pendek dan satu lagi jembatan panjang hingga 16 kilo meter. Di jembatan yang lebih pendek, fungsinya banyak.

Paling tidak, bagian paling atas untuk mobil dan di bawahnya rel kereta api. Setelah lelah, kami duduk-duduk di Rua Augusta. Dalam sejarah, jalan ini adalah pintu masuk ke Lisbon jaman dahulu kala. Hasil-hasil perdagangan dari berbagai negara dulu masuk ke portugis melalu pintu gerbang yang tinggi dan megah itu. Di depannya, ada lapangan terbuka yang luas. Dulunya tempat itu adalah pasar untuk memperjualbelikan barang-barang yang dibawa dari berbagai negara tersebut, mungkin termasuk dari Indonesia. Kini Rua Augusta menjadi salah satu pusat keramaian di kawasan Kota Tua Lisbon. Gangnya luas. Bersih dan rapih. Di sisi kiri kanan ada toko-toko dan restoran. Beberapa restoran mendirikan tenda di tengah gang itu. Tidak sekdikit turis yang duduk di meja-meja yang tersedia di situ untuk melepas lelah dengan menyeruput jus atau segelas bir yang dingin.

Siang itu, nyaris tidak ada kursi yang kosong.Siang itupun kami duduk di salah satu meja. Kami pesan satu gelas bir yan ukuran kecil dan satu gelas jus yang semuanya habis 5 euro. Setelah lelah sedikit terusir dan peluh mulai kering, maklum hari itu Lisbon sangat panas, kami mampir makan siang di restoran cina di kawasan tersebut. Buffe. Ambil sendiri dan makan sampai kenyang. Yang pasti di sini ada nasi dan B2 dan ayam goreng. Tinggal pilih.Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan, menyusur gang-gang kota tua yang beralaskan batu-batu lempeng ukuruan kecil mengkilat yang tertata rapi. Jalan-jalannya tidak beraspal. Sebagai penggantinya adalah batu-batu lempeng berukuran kecil tadi.

Kami menaiki bukit mengunjungi Gereja Santo Antonius yang di Indonesia dikenal sebagai Santo Antonius dari Padua. Tapi di Portugal disebut St Antonius dari Lisboa. Di bawah gereja ada situs di mana Antonius lahir. Kami ke sana dan berdoa sejenak di tempat itu. Paus Yohanes Paulus II yang kini sudah jadi Beato juga pernah berdoa di ruang bawah tanah ini. Hanya ada satu tempat berlutut di sana. Gereja tersebut adalah bangunan kuno yang indah.

Di belakangnya, masih pada tanjakan yang sama, ada Gereja Katedral Lisbon. Gereja ini megah dan bagian belakangnya masih renovasi. Ceritanya, dalam gempa bumi dahsyat pada abad ke-17, hanya bagian belakang dari gereja ini yang runtuh. Sedangkan yang lain masih utuh. Memang, secara fisik gereja itu sangat kokoh, kuat dan tentu saja indah.Kami terus menyusuri bukit itu sampai ngos-ngosan hingga ke Kastil Jorge. Tidak seperti kastil di Warsawa, kastil ini tinggal puing-puingnya. Meskipun pada bagian tertentu dibuat restoran yang tentu saja harganya mahal dan hanya mereka yang ingin merasakan kemewahan makan di kastil yang datang ke situ dan berdompet tebal.

Kata Flori, di tempat itu juga sering di selenggarakan pernikahan. Pernikahan Kastil. Woowww, romantis sekali.Dari atas kastil yang terletak di puncak bukit, kita bisa melihat seluruh Lisbon, termasuk patung Kristus Penyelamat yang menyerupai patung Cristo Redentor di Rio de Jeneiro, Brasil (tempat ini juga sudah saya kunjungi) di seberang Sungai Tejo.Setelah puas menelenjangi Kota Tua Lisbon, kami ke kawasan rekreasi modern yang terletak di belakang Mal Vasco Da Gama. Lokasi ini juga terletak di bibir Sungai Tejo. Kami ke sini naik Metro. Setelah puas melihat dan menikamti teriknya matahari yang menyengat, kami kembali ke biara.

Tanpa sadar sepatu saya jebol, selain karena jalan kaki seharian di Lisbon, juga karena jalan kaki selama dua hari di Warsawa.Karena saya tidak bawa uang, kami kembali ke biara untuk kemudian keluar lagi beli sepatu sekalian makan malam. Malam harinya, jam 19, kami diajak makan malam oleh Pater Antonio SVD, anggota komunitas biara SVD Lisbon. Dia traktir kami di Mal Colombo yang tidak jauh dari biara sebenarnya.

Sebelum kembali ke biara itu tadi, kami sempat mampir di situ untuk beli sesuatu.Setelah makan steak campur nasi (saya dan Flori) dan steak plus kentang untuk Pater Antonio yang menghabiskan 78 euro untuk bertiga, kami masih melanjutkan makan es krim di bagian lain mal itu. Setelah itu kami cari sepatu. Astaga, Pater Antonio membelikan saya sepatu Timberland untuk menggantikan sepatu Geox saya yang jebol tadi.

Saya pun langsung pakai sepatu tersebut saat itu juga, sementara sepatu yang sudah jebol dimasukkan ke dus untuk selanjutnua dibuang ke tempat sampah di biara SVD Lisbon.Dari situ, kami mengunjungi paroki SVD di Lisbon. Sebuah gereja kecil dan sederhana. Di dalamnya ada Salib San Damiano di belakang altar yang terkenal di kalangan Fransiskan. Di tempat itu juga saya bertemu teman-temannya Flori dan berkunjung ke rumah salah satu keluarga yang sudah menganggap Flori bagian dari keluarga mereka dan letaknya tidak jauh dari gereja tersebut.Keluarga ini sangat ramah.

Meski saya tidak mengerti bahasa mereka, tetapi saya disambut dengan cipiki cipika dan masuk sampai lantai atas rumah mereka yang mungil. Bahkan mereka ingin agar saya lebih lama di Lisbon. Yah, inginnya sih begitu. Mereka minta nanti datang lagi bawa serta anak-anak dan istri. Tadinya, keluarga ini yang mentraktir kami makan malam, tetapi dibatalkan karena menerima ajakan Pater Antonio.Setelah bertemu mereka, kami kembali ke biara jam 10 malam. Biara sudah senyap. Hanya ada satu pastor yang masih lihat tivi, tetapi ketika kami masuk malah tivi yang nonton dia. Yang lain belum pulang, dan ada yang sudah tidur. Kami bertiga lalu lihat tivi di lantai satu sambil minum bir botol kecil. Setelah mata mulai kantuk, kami masuk kamar, karena keesokan harinya saya harus kembali ke Warsawa dan setengah tujuh harus ke Bandara Lisbon yang hanya 15 menit pakai mobil.

Selasa, 26 Juni 2012, saya diantar Flori dan Pater Antonio ke Bandara dengan sedan VW Pater Antonio. Setelah check in, kami ngopi-ngopi dulu. Lagi-lagi dibayar Pater Antonio. Kami lalu berpisah di situ. Saya masuk ruang tunggu untuk terbang ke Warsawa pukul 09.00, sedangkan Pater Antonio dan Flori ke Portugal Utara.Terima kasih Flori dan Pater Antonio serta para biarawan SVD di Lisbon, Fatima, dan Almorova yang telah menerima saya dengan hangat selama berada di negeru Cristiano Ronaldo itu. (Alex Madji)

Keterangan foto: Inilah Rua Augusta, salah satu pusat keramaian di Kota Tua Lisbon. Zaman dulu, ini adalah pintu masuk segala barang dagang dari luar negeri ke Portugis. (Foto: Alex Madji)

Senin, 02 Juli 2012

Perut Kampung


Selama di Warsawa, saya sulit menemukan restoran Asia seperti Cina dan Thailand. Mungkin karena saya tidak mencari di pojok-pojok kota itu. Maklum saya hanya bergerak di sekitar Warsawa Pusat dan belum berani jalan ke pinggiran. Alasannya sederhana. Pusat aktivitas dan gema Piala Eropa 2012 ada di kawasan tersebut. Fa Zone ada di sana. Stadion Nasional Warsawa juga tidak jauh dari situ. Dengan jalan kaki saja sudah sampai. Sekalian olah raga.

Pada hari kedua saya di Warsawa, Kamis, 21 Juni 2012, saya pergi ke Kota Tua. Melihat sejumlah tempat menarik di kawasan itu. Di sana, saya juga bertemu dengan begitu banyak fans Portugal dan Ceko yang saling bertarung pada perempat final Piala Eropa 2012 pada malam harinya.

Sambil mengunjungi situs-situs bersejarah di kawasan itu, saya sebenarnya mengintip kalau-kalau ada restoran Asia dimana saya bisa menemukan menu nasi. Maklum perut ini adalah perut nasi. Bukan roti dan keju. Tetapi sepanjang hari itu, saya tidak juga menemukan restoran Asia.

Hingga jam 14.00, saya pun lapar. Di salah satu pojok Kota Tua ada restoran Polandia. Saya masuk ke situ. Di sana sudah banyak fans Republik Ceko. Saya potret mereka. Seorang di antara mereka, seorang anak muda, mendatangi saya. Ngobrol dengan Inggris terbata-bata. Saya pilih menu yang kemudian saya tahu sebagai makanan tradisional Poladia. Gambarnya menarik. Semangkuk sup kental berisi daging, empat tangkup roti, sebuah sosis agak panjang dan besar, dan setengah telur rebus.

Dalam hati saya bergumam, menu ini pasti cocok dengan perut saya karena ada sup. Paling yang kurang hanya nasi. Apalagi harganya tidak terlampau mahal. Hanya 15 zlotych. Saya tidak pesan minuman karena saya bawa satu botol air mineral yang saya beli di sebuah toko di pom bensin dekat hotel tempat saya menginap di Mangalia 3, pinggiran Warsawa. Kalau dengan minuman, harganya sedikit lebih mahal.

Saya pun memesan menu yang bernama zurek ini. Tak terlalu lama saya menunggu dalam kedinginan karena hari itu hujan dan suhu sangat dingin, pesanan pun datang. Masih panas. Saya santap dengan lahap. Sup panas dan sosis panas cukup membuat badan yang kedinginan menghangat. Seperti biasa, saya tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan menu itu. Tidak sampai 30 menit, semuanya ludes. Cukup enak dan mengenyangkan.

Setelah itu, saya melanjutkan perjalanan, mengais-ngais dan berpikir kira-kira apa yang bisa ditulis. Setelah senja tiba, dan setelah menemukan ide untuk ditulis, saya pulang ke hotel untuk mandi sebelum kembali lagi ke Fan Zone untuk ikut noton bareng laga Portugal versus Ceko di pusat keramaian selama Piala Eropa itu. Ingin sekali nonton di Stadion, tetapi apa daya, tiket sangat mahal dijual oleh para calo tiket. Sebenarnya uang kantor cukup untuk beli satu tiket, tetapi takut harganya tidak sesuai yang tertara dalam tiket. Dari pada kemudia saya nombok saat pertanggungjawaban uang kantor, maka keinginan beli tiket pun diurungkan.

Begitu sampai hotel, perut saya bergolak. Bunyi terus dan buang-buang air. Saya langsung menyimpulkan, wah dasar perut kampung yang panik dengan roti. Kebiasaan makan nasi, begitu diisi roti langsung berontak.

Saya makan nasi terakhir, Selasa 20 Juni 2012 malam, dalam penerbangan dari Kuala Lumpur ke Amsterdam. Setelah itu, saya tidak berjumpa lagi dengan nasi. Sesampai di Warsawa pada Rabu, 20 Juni siang, sore harinya saya beli roti di toko di seberang Best Western Hotel Portos yang terletak di Jalan Mangalia 3 untuk makan siang dan malam. Toko ini adalah bagian dari pom bensi atau seperti Peramina yang lengkap dengan toko dan Circle-K di Indonesia. Di tempat ini dijual banyak hal, termasuk hot dogs, roti-roti kering, roti panjang yang di dalamnya berisi daging dan sayuran seperti burger.

Mangalia 3 ini adalah pertengahan antara Bandara Internasional Frederic Chopin dengan pusat kota yang berada di Fan Zone di lapanangan Palace of Culture and Science atau Pusat Budaya dan Ilmu Pengetahuan Polandia. Ini adalah gedung tertinggi di negara bekas komunis itu dan menjadi jantung kota tersebut. Dia sama seperti Monasnya Jakarta.

Selama Jumat, 22 Juni 2012 saya juga mengelilingi seluruh Kota Tua Warsawa dengan jalan kaki berjam-jam. Tetapi karena belum juga bertemu dengan restoran Asia dan karena perut masih berontak, saya lalu mampir makan ke McDonald. Yah, tetap saja bukan makan nasi. Tetapi paling tidak ada kentang dan ayam goreng. Dan di Jakart, jenis makanan seperti ini banyak. Ya, sedikit menghibur perut yang memberontak itu.

Saya baru bertemu dengan nasi lagi pada Minggu-Senin, 24-25 Juni 2012 ketika saya berada di Portugal untuk mengunjungi adik saya, Pater Florianus Jaling SVD di sana. Nah, cerita ked an selama di Portugal ini, akan saya ceritakan pada artikel berikutnya. (Alex Madji)

Keterangan foto: Inilah makanan tradisional Polandia. Namanya Zurek.

Misa di Fatima


Pengalaman paling indah pada Minggu, 24 Juni 2012 adalah misa di Fatima, di tempat penampakan Bunda Maria. Ada dua misa hari itu. Pukul 09.00 misa di gereja baru yang dibangun dalam gaya modern yang terletak di depan gereja utama. Gereja utama ini dibangun pada 1918 atau hanya satu tahun setelah penampakan Maria kepada Lucia, Yacinta, dan Franceso. Gereja besar tersebut dibangun khusus atas permintaan Bunda Maria yang disampaikan kepada tiga gembala kecil dan sederhana itu. Di dalam gereja ini terdapat makam ketiga gembala yang di kemudian hari menjadi pastor dan suster itu.

Misa kedua pada pukul 11.00 dilakukan di lapangan yang sangat luas di depan gereja tersebut. Ribuan peziarah khusyuk mengikut perayaan ekaristi yang dibawakan dalam Bahasa Latin dan Portugis itu.

Misa diawali dan ditutup dengan perarakan patung Bunda Maria dari kapel penampakan ke depan Gereja Utama tempat altar untuk misa di lapangan itu berada. Di sinilah saya menitikkan air mata.

Pada perarakan penutup, umat melambaikan kain putih. Ada juga yang melambaikan tisu untuk menghormati Bunda Maria sambil menyanyikan "Ave Maria". Saya meneteskan air mata menyaksikan dan merasakan hal paling istimewa seperti ini.

Sebelum misa itu, saya diajak Flori, adik saya yang misionaris SVD di Portugal, melihat tempat pameran misi di ruangan bawah gereja baru tadi. Ada foto pembatisan putra kedua saya di situ, Enrique Paulo Vera Alleindra. Saya dan Flori berfoto di sana diambil oleh seorang suster SSPS asal Timor Leste yang sudah lebih dari 10 tahun berada di Portugal.

Beberapa suster lain yang menjaga dan bertugas menjelaskan pameran itu kepada pengunjung menyalami saya.

Seusai misa kami kembali ke hotel untuk makan siang. Menu hari itu adalah sup dan roti sebagai santapan pembuka lalu nasi, ikan, dan salad sebagai menu utama, dan dua buah jeruk. Tak ketinggalan wine. Kali ini di meja kami kebagian anggur putih. Setelah hampir seminggu tidak ketemu nasi akhirnya, makan nasi juga. Tapi anggurnya tidak diminum habis.

Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke tempat kerja Flori di Almodovar, sebuah kecamatan kecil di Portugal Selatan. Sepanjang perjalanan, pemandangan di sisi kiri kanan jalan tol adalah padang yang kering diselingi pohon-pohon cemara dan satu jenis pohon yang kulitnya bisa diambil dan diolah menjadi penutup botol anggur. Hanya sebagian kecil wilayah Portugal yang hijau. Selebihnya padang dan karang. Persis seperti Kota Kupang.

Dalam perjalanan ke Almodovar itu, kami sempat ditahan polisi. Kami mengira karena kecepatan mobil di atas batas maksimal di jalur non tol. Setelah disuruh minggir, polisi meminta surat-surat kelengkapan kendaraan dan lisensi mengemudi. Setelah diperiksa, kami dipersilahkan melanjutkan perjalanan. Jadi masalahnya apa? Tidak jelas juga.

Akhirnya tiba juga di paroki tempat Flori bermisi, setelah lebih dari tiga jam perjalanan dari Fatima. Saya diperkenalkan dengan Pater Falente yang asal Portugal dan satu pastor muda asal India. Ngobrol sebentar dengan pastor India yang juga baru pulang memberi misa, sebelum masuk ke kamar tidurnya Flori.

Rumah pastoran itu dua lantai dan mepet dengan rumah warga. Letaknya di pojokan dekat perpustakaan kecamatan. Di bundaran jalan, ada patung besi seorang pria sedang duduk. Kota kecamatan itu kecil sekali. Dikelilingi jalan kaki tidak sampai 30 menit selesai.

Kami mengelilingi kota kecamatan yang sangat sepi tapi asri itu pada sore harinya. Pergi ke semacam alun-alun kecamatan. Di sana sedang ada pesta peringatan hari pramuka katolik. Ada koor laki dan perempaun di atas panggung. Sedangkan di pojokan lain, sejumlah ibu sibuk membakar daging dan ikan untuk pesta tersebut. Di sana sempat bertemu dan berkenalan dengan umatnya Flori. Cipiki Cipika dengan ibu-ibu tua di situ. Saya diperkenalkan Flori. "Mirmao," katanya. Atau abang saya. Ibu-ibu itu pun berbicara Bahasa Portugis, tapi saya tidak mengerti. Yang penting tak kurang senyum.

Dari situ, kami mengunjungi gereja paroki. Ini adalah gereja kuno dari abad ke-16. Megah, Indah, dan artistik. Letaknya di tengah-tengah kota itu. Bagian dalamnya indah sekali. Kata Flori, kalau misa hari minggu umat yang datang banyak.

Di sakristi, sore itu, ada persembahan umat berupa pisang, daging, dan anggur. Kami mencicipi pisangnya. Karena, kata Flori, barang-barang itu nanti akan dibawa ke pastoran juga.

Di kota itu, ada sebuah gereja lain dan bekas biara Fransiskan. Tapi gereja itu sedang direnovasi dan biaranya tidak berfungsi lagi karena para fransiskan sudah lama pergi. Kami tidak melihat bagian dalam dari gereja tersebut. Setelah melihat-lihat sekilas kota tersebut, kami kembali ke pastoran. Istirahat sebentar, sebelum kembali ke Lisbon.

Perjalanan kembali ke Lisbon ini lebih cepat. Sehingga kami masih sempat menyaksikan pertandingan babak pertama perempat final antara Inggris versus Italia di sebuah rest area tidak jauh lagi dari Lisbon. Kami mampir di situ untuk isi bahan bakar dan istirahat sambil minum jus dan makan sepotong kue. Kami bertahan hingga babak pertama usai dengan skor sementara 0-0. Laga tersebut akhirnya dimenangkan Italia melalui adu tendangan penalti. Kami tahunya saat sampai di biara SVD di Lisbon diberitahu Pater Antonio.

Sesampai di Lisbon, kami hanya mampir memarkir mobil di biara lalu keluar lagi untuk makan malam di restoran Cina yang tidak jauh dari biara. Itu sebabya kami hanya jalan kaki. Di sini kami makan nasi goreng dan B2 plus bir satu botol kecil.

Habis makan kembali ke biara, Pater Antonio belum tidur. Kami masih lihat tivi bersama dan minum bir lagi satu-satu botol kecil. Kami saksikan cuplikan adu tendangan penalti Inggris vs Italia. Setelah sedikit lega, kami kembali ke kamar untuk istirahat malam. (Bersambung)

Keterangan foto: Ini adalah gereja utama di Fatima yang dibangun pada 1918 atau satu tahun setelah penampakan. Di depan gereja ini ada sebuah kapel tempat Maria menampakkan diri kepada tiga gembala. Di depannya lagi, di ujung lapangan luas itu ada gereja yang dibangun dalam gaya kontemporer. (Foto: Alex Madji)

Ke Portugal, Mimpi yang Jadi Kenyataan


Sabtu 23 Juni 2012. Cuaca hari itu di Warsawa sangat cerah. Tidak ada kegiatan berarti yang saya lakukan, selain menyelesaikan dua tulisan untuk edisi Senin, 25 Juni dan Selasa, 26 Juni 2012. Sebenarnya tulisan ini sudah selesai dari Jumat malam. Sabtu pagi tinggal merapihkan, sebelum dikirim ke Jakarta.

Sabtu sorenya, pada pukul 14.55 waktu Warsawa saya harus terbang ke Lisbon, Portugal untuk mengunjungi adik persis setelah saya, Pater Florianus Jaling SVD. Tiket ke negara Cristiano Ronaldo itu sudah di tangan. Maka dua jam sebelum 14.55, atau pukul 12.55, saya sudah harus berada di Bandar Udara Frederic Chopin Warsawa.

Ternyata ke Bandara ini tidak sulit. Bisa pakai bis siang nomor 148 dari Mangalia 3, alamat hotel saya menginap, dan langsung turun di Terminal A, terminal keberangkatan Internasional. Waktu tiba pertama kali di Warsawa, Rabu, 20 Juni 2012, saya harus membayar 50 zlotych sampai ke hotel tersebut. Padahal dengan tiket satu kali jalan 3,6 zlotych saja sudah bisa sampai di tempat itu.

Dalam bis itu saya bertemu dengan seorang pemuda Rusia yang mengaku bekerja sebagai bar tender, yang datang ke Warsawa untuk menonton pertandingan perempat final antara Portugal versus Ceko yang dimenangkan Portugal 1-0 berkat gol sundulan kepala Cristiano Ronaldo.

Nama pemuda itu Sergei. Anaknya lucu dan gokil habis. Kami ngobrol selama di bis. Dia mau kembali ke negaranya melalui Kopenhagen. Banyak hal yang dia ceritakan mulai fanatismenya terhadap Manchester United sehingga dia mendukung Portugal pada laga tersebut karena ada Nani yang bermain untuk MU sampai persoalan minimnya prestasi sepakbola Rusia karena korupsi. Bahkan dia juga menyerempet ke masalah politik dengan menyebut Presiden Vladimir Putin sebagai Joseph Stalin yang kedua.

Setelah dia Chek in, dia ke tempat saya duduk sambil menunggu loket check in penerbangan ke Portugal di buka. Selang satu kursi dari saya, duduk seorang perempuan Polandia bernama Natalia. Dia pekerja travel agent dan hendak bepergian ke Sisilia Italia. Saya pun tahu nama cewek manis ini, karena dia akhirnya tersenyum saat digoda Sergei. Setelah itu kami bertiga ngobrol ngalor ngidul.

Tiba-tiba loket chek in saya dengan Penerbangan TAP Portugal, semacam Garuda Indonesia, dibuka. Saya bergegas mengantri dan memberitahu Sergei bahwa saya akan kembali. Tunggu di sini, kata saya. Tetapi sampai saya usai check in dan kembali ke tempat duduk tadi, Sergei dan Natalia menghilang. Ya, mungkin mereka sudah masuk ke ruang tunggu. Sergei ke Kopenhagen sebelum ke St Petersburg, Natalia ke Sisilia, dan saya pun masuk ke ruang tunggu untuk terbang ke Lisbon. Kami berpisah.

Saya masuk ruang tunggu di dekat Gate 17. Lama saya menunggu di sana. Jadwal 14.55 yang seharusnya pesawat take off, molor. Penumpang baru boarding pukul 15.00 untuk selanjutnya terbang ke Lisbon.

Penerbangan ke Lisbon memakan waktu 4 jam dan lima menit, seperti penerbangan dari Jakarta ke Biak. Penerbangan sore itu nyaman. Tidak ada guncangan karena cuaca sangat cerah. Di udara lalu lalang pesawat tampak jelas terlihat. Kebetulan saya duduk di jendela, kursi No 14A.

Pesawat dengan nomor penerbangan TP 581 itu diterbangkan tidak terlalu tinggi. Saya lupa ketinggiannya. Sehingga, saya masih bisa melihat daratan Eropa di bawahmya. Kampung, kota, dan tanah-tanah yang masih kosong jelas terlihat. Pemandangan Pegunungan Alpen yang selalu diselimuti salju juga terlihat jelas karena kami terbang tidak jauh dari sana. Indah.

Pesawat dengan pramugari ibu-ibu tua ini akhirnya mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Portugal yang terletak di tengah kota pada pukul 18.00. Waktu Portugal lebih lambat satu jam dari Warsawa. Pesawat itu terbang rendah di atas stadion Sporting Lisbon dan Benfica yang letaknya berdekatan sebelum mendarat.

Meski sudah jam enam, matahari masih terasa terik, seperti baru pukul dua atau tiga sore. Panas langsung menyergap. Tidak ada pemeriksaan paspor dan visa lagi di sini karena saya menggunakan visa schengen yang diberi Kedutaan Besar Polandia di Jakarta. Setelah menunggu satu tas yang dipaksa masuk bagasi, saya keluar bandara. Di sana Flori, adik saya yang misionaris di Portugal dalam 10 tahun terakhir, sudah lama menunggu. Kami lalu berpelukan setelah bertemu terakhir pada liburan musim panas 2011 lalu di Jakarta dan di kampung.

Karena kebiasaan sejak kecil, saya tidak menyapa dia dengan sebutan Pater. Tetapi langsung dengan namanya. Itu terasa lebih intim untuk saya sebagai adik kakak kandung. Saya lalu diajaknya ke parkiran, tempat dia menambatkan mobilnya. Sedan Opel Blazer. Mungil. Ini mobil kongregasinya. Bukan mobil dia sendiri.

Kami berdua lalu meluncur ke biara SVD yang letaknya tidak jauh dari bandara atau hanya 15 menit dengan mobil. Juga tidak jauh dari Stadion Benfica. Sesampai di sana, saya diberi kamar di lantai tiga di biara yang besar itu. Kamarnya persis hotel. Kamarnya cukup luas dengan kamar mandi dalam pakai shower. Hanya kurang bath up.

Hanya duduk sebentar di situ, saya diajak ke kamar makan untuk makan malam, meski matahari masih panas. Di kamar makan, hanya ada satu pastor Portugis yang sudah berumur dan bekerja sebagai profesor di perguruan tinggi. Dia menyiapkan sup, roti, spaghetti plus daging goreng, sayuran segar, dan dua botol anggur; red wine dan white wine. Ketika kami sedang makan, beberapa pastor lain datang, termasuk Pater Antonio yang ikut mentraktir saya selama di Lisbon. Mereka menyambut saya dengan ramah. Sungguh akrab, meskipun mereka berbicara Bahasa Portugis. Tetapi keakraban dan keramahan itu sangat tampak.

Setelah makan malam, saya dan Flori langsung berangkat ke Fatima. Perjalanan ke tempat penampakan Bunda Maria kepada tiga gembala sederhana itu memakan waktu dua jam dengan kecepatan 120 km per jam. Kami tiba di Biara SVD di sana pukul 9.15 malam.

Biara SVD ini sangat besar. Saking besarnya, sebagiannya dijadikan hotel bintang dua. Sebagian kecilnya jadi komunitas SVD. Kamar makannya saja tiga dan besar-besar. Kapelnya juga tiga. Dua kapel kecil dan satu kapel besar tempat umat di sekitarnya ikut misa Hari Minggu.

Malam itu, ada jadwal doa rosario di tempat penampakan Maria. Kami berjalan kaki ke sana. Tidak jauh memang, tetapi cukup ngos-ngosan karena letaknya agak di ketinggian. Udara juga dingin. Kami tiba di sana pada peristiwa rosario ketiga. Saya mengikuti doa itu dengan khusuk bersama ribuan peziarah lainnya sambil menyalakan lilin. Rangkaian doa itu ditutup dengan perarakan patung Bunda Maria keliling lapangan yang sangat laus dari kapel tempat Maria menampakkan untuk kembali lagi ke kapel itu. Setelah doa, kami kembali ke biara dalam suasana hening untuk selanjutnya istirahat malam. Saya dapat kamar sendiri. Begitupun Flori. Sebenanrya bisa satu kamar, tetapi biar tetap menjaga privasi seorang pastor, saya memilih kamar sendiri. (Berlanjut)

Keterangan Foto: Kastil Jorge yang terletak di ketinggian di Kota Lisbon. Dari atas kastil ini, pemandang Kota Lisbon bisa terlihat sangat indah. (Foto: Alex Madji)